Pengakuan Lengkap, Penyuka Sesama Jenis Aniaya Bocah 6 Tahun Hingga Tewas: Saya Banting ke Lantai
Ini pengakuan SU wanita penyuka sesama jenis, yang aniaya bicah ponakan kekasihnya hingga tewas. Ditahan di Polres Kukar dan menyesal
Penulis: Rahmad Taufik | Editor: Rafan Arif Dwinanto
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Su (23), perempuan yang menjalin hubungan sejenis di Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara, tega menganiaya bocah 6 tahun hingga meninggal dunia.
Diketahui, bocah korban penganiayaan pasangan sesama jenis akhirnya meninggal di RSUD AW Syahranie Samarinda, setelah koma selama dua hari.
Bocah laki-laki ini tak lain adalah keponakan dari Mi (17), kekasih wanita Su yang sudah dikenalnya setahun lebih.
• Kondisi Terbaru Bocah Korban Penganiayaan Pasangan Sejenis, Kepala Dioperasi dan Masih Koma
• Breaking News-Innalillahi, Bocah Korban Penganiayaan Pasangan Sesama Jenis Ini Akhirnya Meninggal
• Praktisi Hukum Balikpapan Ini Dukung Pembatalan RKUHP, Dianggap Penganiayaan Negara Terhadap Rakyat
Perawakan Su mirip cowok dengan potongan rambut cepak dan tubuh gempal.
Sejak Rabu (2/4) lalu, Kapolsek Sangasanga Iptu Muhammad Afnan telah memindahkan Su ke tahanan Polres Kukar.
Dari keterangan Polres Kukar, Su tinggal di sel perempuan bersama 3 tahanan lainnya.
Tribunkaltim.co berkesempatan untuk menemui langsung tersangka di Mapolres Kukar, Jumat (4/10/2019).
Su mengaku mengenal bocah korban sudah setahun lebih.
Awalnya, ia mengenal Mi, pasangannya penyuka sesama jenis.
Akhirnya SU kenal juga sama keponakan MI.
Ia tinggal di rumah kontrakan baru 4 bulan bersama Mi dan korban.
“Saya yang mengurus korban karena dia nggak ada takutnya sama yang lain.
Suka melawan.
Kalau saya cuma cukup melihat dia, dia sudah takut karena saya orang lain,” ujar Su.
Tiap bulan ia membayar rumah kontrakan itu dengan bekerja sebagai jual-beli motor, handphone atau makelar tanah.
Su mengaku kesal dan marah karena korban nakal dan tak mau menurut.
Hingga Senin (30/9) pukul 03.00, dia membanting tubuh korban ke lantai keramik sampai pingsan dan berujung pada kematian.
Sebelumnya, Su pernah berniat untuk mengembalikan korban ke neneknya.
Tapi ibu korban mau kembali ke Balikpapan untuk kerja.
Sehingga korban dibawanya lagi ke kontrakan.
“Di situ jengkelnya saya, saya orang lain tapi saya begitu perhatian sama si korban tapi orangtuanya sendiri nggak memperhatikan dia dari kecil.
Makanya saya bawa,” ucapnya.
Su mengaku kerap dibohongi korban, seperti disuruh ke warung, dia bilang warungnya tutup.
Sesekali dia berbohong disuruh beli sesuatu barang tapi tidak ada, padahal saat ditanya di warung itu, barangnya ada.
“Kalau bohong seperti itu, ya cuma saya pukul saja pakai gantungan baju,” tuturnya.
Ia membantah telah mengancam MI akan membunuhnya jika perbuatannya itu dilaporkan ke polisi atau orang lain.
Ia malah bilang kepada kekasihnya akan menyerahkan diri kepada polisi karena apa yang dilakukannya itu merupakan kesalahannya sendiri.
Kekasih sesama jenisnya itu pernah menasihatinya agar kalau memukul korban jangan terlalu keras.
“Sebelumnya saya pukul nggak terlalu keras.
Cuma pukulan itu berkali-kali akhirnya menimbulkan lebam-lebam dan bagian kepalanya (dahi) benjol.
Saat itu saya tendang pahanya di wc, dia jatuh langsung terbentur di dinding,” kata Su.
Sampai akhirnya, Senin ( 30/9/2019), dia mengaku membanting korban sangat keras ke lantai.
“Saya nggak tahu kalau ternyata kepala bagian belakang mengalami pendarahan dan saya berusaha waktu itu buat dia tetap selamat.
Lalu saya bawa ke rumah sakit,” ucapnya mulai terisak.
Su mengaku baru tahu bocah yang dianiayanya meninggal dunia dari petugas, Kamis (4/10/2019).
“Saya sangat menyesal kalau bisa ditukar saya pengin mati daripada anak itu,” ucapnya sambil sesenggukan.
Ia berharap bisa minta maaf kepada keluarga korban karena pernah diberi kepercayaan untuk mendidik korban.
Sebelum mengakhiri percakapan, Su mengaku tadi malam telah mengirimkan doa berupa surat yasin yang dihususkan buat korban.
Ia kembali terisak, sebelum akhirnya petugas kembali membawanya ke sel tahanan.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 80 ayat (3) UURI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun. (*)