UU KPK Dianggap Tidak Sah, Sidang Pengesahan Disebut tak Penuhi Kuorum

(LSI) menyebutkan, dari hasil survei menyebutkan sebanyak 76,3 persen publik mendukung Presiden Joko Widodo menerbitkan perpu

Penulis: Januar Alamijaya | Editor: Doan Pardede
(TRIBUNNEWS/DANY PERMANA )
Ilustrasi DPR RI 

Boyamin menilai sidang pengesahan RUU KPK yang digelar di gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/9) lalu, tidak sah.

Alasannya, sidang tersebut hanya dihadiri sekitar 80 anggota DPR meskipun berdasarkan daftar hadir sidang ada 298 anggota membubuhkan tanda tangan.

"Secara fisik yang hadir hanya 80 orang, itu sama saja tidak memenuhi kuorum. Artinya sidang itu ilegal atau tidak sah," sebut Boyamin.

Berdasarkan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, Pimpinan DPR dalam memimpin rapat paripurna wajib memperhatikan kuorum. Rapat paripurna dinyatakan kuorum apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah total anggota DPR yang terdiri dari atas lebih dari separuh unsur fraksi.

"Total anggota DPR itu 560 orang, sehingga 80 anggota dewan yang hadir itu juga tidak sampai setengahnya," sebutnya.

Boyamin meminta agar MK mengabulkan gugatan mengenai sidang pengambilan keputusan itu harus berdasarkan kehadiran fisik anggota DPR.

Ia mengatakan, jika gugatan itu dikabulkan MK, MAKI pun akan menggugat pansus angket RUU KPK yang selama ini tingkat kehadirannya di bawah 100 orang. "Akan kita gugat semuanya, anggota DPR berikut pansus," tegasnya.

Mahfud MD ungkap poin-poin UU KPK yang abaikan pesan Presiden Jokowi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menuturkan ada poin di dalam Undang Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang berbeda dengan keinginan presiden.

Dikutip TribunWow.com, hal itu diungkapkan Mahfud MD saat menjadi narasumber dalam Indonesia Lawyers Club (ILC), yang diunggah dalam saluran YouTube ILC, Selasa (1/10/2019).

Mulanya Mahfud MD menyakinkan bahwa dalam melakukan penerbitan Perppu dengan judicial review tak akan bisa terlaksana.

Judicial review merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.

Dalam praktiknya, judicial review (pengujian) undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun Mahfud MD melihat hal itu sia-sia lantaran MK tak memiliki hak untuk membatalkan UU yang tidak bertentangan dengan konstitusional.

"Kalau dibahas biasa (judicial review) yang dipertentangkan tetap kalah di DPR karena partainya sudah setuju. Padahal rakyat itu menghendaki bukan itu. Pasti enggak ada gunanya. Judicial review enggak mungkin lagi," ujar Mahfud MD.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved