Soal Ahok Dewan Pengawas KPK, Politikus Ini Sebut Ada Kaitan dengan UU KPK, Tujuannya Tak Main-main
Heboh Ahok BTP Jadi Dewan Pengawas KPK, Partai Megawati Angkat Bicara, Curiga Sentimen Antirevisi UU KPK
TRIBUNKALTIM.CO - Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) angkat bicara soal viralnya mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok BTP, diisukan jadi Dewan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewan Pengawas KPK).
Entah dari mana datangnya, viral ucapan selamat kepada Ahok BTP menjadi Dewan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewan Pengawas KPK).
Ahok BTP, kini suami Puput Nastiti Devi, disandingkan dengan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dalam sebuah foto kolase.
• Ucapannya Soal KPK, BPK hingga Ahok Tahun 2016 Lalu Kembali Diunggah, Begini Tanggapan Fahri Hamzah
• ICW Berani Sebut Kabar Ahok dan Antasari Azhar Jadi Dewan Pengawas KPK Hoaks, Ini Analisanya
• Isu Ahok dan Antasari Azhar Jadi Dewan Pengawas KPK Beredar, ICW Langsung Beri Respon
• 33 Nama Mengemuka jadi Calon Menteri Jokowi, Ahok Diusulkan Pimpin Kementerian Ini
Lalu, di dalam pesan viral di media sosial dan pesan aplikasi WhatsApp itu, disertai dengan ucapan selamat kepada keduanya.
Foto itu disertai tulisan, "Selamat dan Sukses Kami Ucapkan atas Terpilihnya Basuki Tjahaja Purnama dan Antasari Azhar Sebagai Dewan Pengawas KPK. Musnahkan Kelompok Taliban di tubuh KPK Agar tidak dijadikan untuk kepentingan politik".
PDIP yang dinahkodasi Ketua Umum Megawati Soekarnoputri pun ikut berkomentar.

Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai konten semacam itu merupakan informasi palsu atau hoaks.
Anggota DPR RI ini menegaskan, hoaks itu sengaja disebarkan pihak tertentu guna membangun sentimen anti-revisi Undang-undang KPK.
"Itu informasi hoaks yang sengaja dibunyikan oleh pihak tertentu untuk membangun sentimen anti revisi UU KPK," ujar anggota Komisi III DPR RI pada periode 2014-2019 lalu ini kepada Tribunnews.com, Senin (7/10/2019).
Aktivis '98 itu menegaskan, terlalu jauh mendesain komposisi orang-orang yang akan mengisi Dewan Pengawas KPK.
Karena revisi UU KPK saja belum disahkan menjadi Undang-undang.
"Belum ada dasar hukumnya dalam bentuk Perundang-undangan dan peraturan pemerintah," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Kurnia Ramadhana.
Ketentuan Dewan Pengawas KPK memang baru dicantumkan setelah DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Banyak sekali hoaks yang beredar ya, di media sosial. Padahal UU KPK yang baru (hasil revisi) kan belum disahkan, dan belum bisa diterapkan," kata Kurnia saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (6/10/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.
Pengesahan baru dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019.
Saat ini, UU KPK hasil revisi baru saja dikembalikan Istana Kepresidenan ke DPR karena ada salah ketik.
Dengan demikian, informasi bahwa Ahok dan Antasari telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK jelas hoaks.
"Maka dari itu harusnya tidak ada berita-berita yang mengatakan tentang adanya anggota dewan pengawas yang baru atau yang sudah dipilih," ujar Kurnia.
ICW pastikan hoax
ICW atau Indonesia Corruption Watch menepis kabar soal Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersama Antasari Azhar, telah dipilih menjadi Dewan Pengawas KPK.
Bahkan, peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menegaskan, isu Ahok dan Antasari Azhar sebagai Dewan Pengawas KPK, merupakan kabar bohong alias hoaks.
Diketahui, beredar informasi bahwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bersama Antasari Azhar menjadi Dewan Pengawas KPK.
Diketahui, revisi UU KPK membuat lembaga antirasuah itu bakal memiliki Dewan Pengawas KPK.
Dilansir dari Kompas.com, di media sosial dan pesan aplikasi WhatsApp beredar sebuah unggahan konten yang memuat foto mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar.
Keduanya disebut telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK.
Foto itu disertai tulisan, "Selamat dan Sukses Kami Ucapkan atas Terpilihnya Basuki Tjahaja Purnama dan Antasari Azhar Sebagai Dewan Pengawas KPK.
Musnahkan Kelompok Taliban di tubuh KPK Agar tidak dijadikan untuk kepentingan politik".
Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana menilai konten semacam itu merupakan informasi palsu atau hoaks.
Kurnia pun mengungkap sejumlah alasan kenapa informasi semacam itu patut disebut sebagai hoaks.
"Banyak sekali hoaks yang beredar ya, di media sosial.
Padahal UU KPK yang baru (hasil revisi) kan belum disahkan, dan belum bisa diterapkan," kata Kurnia saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Ketentuan Dewan Pengawas KPK memang baru dicantumkan setelah DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pengesahan baru dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019.
Saat ini, UU KPK hasil revisi baru saja dikembalikan Istana Kepresidenan ke DPR karena ada salah ketik.
Dengan demikian, informasi bahwa Ahok dan Antasari Azhar telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK jelas hoaks.
"Maka dari itu harusnya tidak ada berita-berita yang mengatakan tentang adanya anggota dewan pengawas yang baru atau yang sudah dipilih," ujar Kurnia.
Kurnia juga mempertanyakan muatan konten tersebut bahwa ada kelompok Taliban di KPK.
Selama ini, Taliban dikenal sebagai kelompok berkuasa di Afghanistan yang memperlakukan ajaran radikal.
"Pihak yang menuding isu Taliban dan lain-lain itu harusnya yang bersangkutan bisa menjelaskan Taliban seperti apa?
Buktinya apa?
Tudingan itu apakah ada pembuktian yang dilakukan?" kata Kurnia.
Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak saat berlangsungnya aksi dukungan untuk komisi anti rasuah itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Ia menilai, isu-isu semacam itu dihembuskan pihak tertentu yang tidak suka dengan perkembangan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Kurnia juga memandang, isu itu tidak sehat karena menggeser perdebatan dari persoalan penyelamatan KPK yang lebih penting ke persoalan yang tidak substansial.
"Ini kan tidak baik ya untuk pencerdasan masyarakat.
Kami berharap masyarakat selalu cek beberapa pemberitaan terkait tudingan kepada KPK.
Banyak sekali media kredibel yang dijadikan rujukan untuk menilai apakah informasi narasi itu benar atau salah," kata dia.
"Jangan sampai terjebak pada narasi pihak tertentu yang memang tidak senang dengan KPK yang mengeluarkan pendapat yang tidak ada obyektivitasnya.
Hanya pendapat yang subyektif sehingga masyarakat justru dikaburkan pandangannya," ujar Kurnia.
Ia meminta masyarakat tak terlibat dalam perdebatan isu yang tidak substansial dan validasinya diragukan.
• Ini Penyebab Presiden Joko Widodo Belum Kunjung Terbitkan Perppu KPK, Masih Terganjal Parpol
• 5 Fakta Bupati Lampung Utara yang Ditangkap KPK, Sempat Larang Pegawainya Korupsi meski Rp 20.000
• PDIP Nilai Kabar Ahok dan Antasari Azhar Jadi Dewan Pengawas KPK Picu Sentimen Anti Revisi UU KPK
• Ahok Disebut-sebut Bakal jadi Dewan Pengawas KPK, Politisi PDIP: Itu Informasi Hoaks
(*)