Dilarang Berbohong! Begini Cara Suku Dayak Benuaq Ohokng Sangokng Menghukum Para Penyebar Hoaks

Dilarang Berbohong! Begini Cara Suku Dayak Benuaq Ohokng Sangokng Menghukum Para Penyebar Hoaks

HO/DOK AMAN KALTIM
Prosesi menugal di ladang masyarakat Adat Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur. 

Dari 54 pasal ada 7 ketentuan yang direvisi, diantaranya penegasan soal delik pencemaran nama baik adalah delik aduan, dimana pada ketentuan sebelumnya merupakan delik umum.

Khusus untuk informasi bohong atau hoaks, baru-baru ini kerap diperbincangkan di media massa maupun medsos. Dengan informasi yang tidak bisa dipastikan kebenarannya, hoaks dianggap meresahkan publik.

Lantas apa itu hoaks dan dari mana asalnya?

Menurut Lynda Walsh dalam buku berjudul Sins Against Science, istilah hoaks atau kabar bohong merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuk sejak era industri. Diperkirakan muncul pertama kali pada 1808.

Asal kata’hoax’ diyakni ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni ‘hocus’ dari mantra ‘hocus pocus’.

Petunjuk Para Seniang

Jauh sebelum ada medsos, berita bohong pun gampang menyebar walau tak semasif saat ini. Tentu saja sama meresahkan dan memberikan dampak kerugian yang besar.

Sebelum ada hukum positif yang mengatur norma-norma kehidupan bermasyarakat, Komunitas Adat Suku Dayak Benuaq Ohokng Sangokng di Desa Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, telah  memiliki hukum adat yang mengatur kehidupan warga selama berabad-abad.

Tokoh Pejuang Komunitas Adat Muara Tae Petrus Asuy mengungkapkan,  pengelolaan alam semesta melingkupi hubungan antar makhluk hidup dan kematiannya, serta hubungan dengan kosmos harus sesuai dengan adat istiadat dan tata karma yang telah diwariskan oleh nenek moyang Suku Dayak Benuaq Ohokng Sangokng.

Petrus Asuy, Ketua Pejuang Komunitas Adat Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Petrus Asuy, Ketua Pejuang Komunitas Adat Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur. (HO/DOK AMAN KALTIM)

Adat istiadat dan tata karma diwariskan sama tuanya dengan keberadaan Suku Dayak Benuaq Ohokng Sangokng di Bumi.

Mereka percaya bahwa Sistem Adat yang ada bukanlah hasil budaya, tetapi mereka mendapatkan dari petunjuk langsung melalui para Seniang (perantara manusia dengan Tuhan/semacam Nabi).

“Hukum adat berlaku sejak masyarakat adat lahir di wilayah adat. Dulu manusia tak punya aturan adat, kehidupan menjadi kacau. Maka Kilit Tamentauw naik ke (langit) menghadap Seniang Besara untuk belajar adat,” papar Petrus Asuy.

Kemudian turunlah segala peraturan yang tertulis dalam buku adat. Isinya berupa norma-norma kehidupan yang mengatur manusia. Jika ada pelanggaran HAM adat, yang baik dan salah harus diketahui.

Terbukti bersalah, maka warga akan mendapat sanksi adat atau utakng. Ada denda besar dan rendah, tergantung dari peristiwa yang terjadi.

Misalnya kasus pembunuhan. Dulu sebelum ada penjara, tak ada sistem dikurung, tetapi dihitung berapa banyak harta yang harus pelaku serahkan kepada ahli waris korban.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved