Singgung Sepak Terjang di Bareskrim dan Diamnya Kapolri, Ini Kata Novel Baswedan Soal Nasib Kasusnya

Presiden Jokowi melantik Jenderal Idham Azis sebagai Kapolri. Novel Baswedan mengaku pesimistis kasusnya bakal terungkap meski Kapolri sudah berganti.

Editor: Doan Pardede
Kolase Kompas.com
Presiden Jokowi melantik Jenderal Idham Azis sebagai Kapolri. Novel Baswedan mengaku pesimistis kasusnya bakal terungkap meski Kapolri sudah berganti. 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Joko Widodo memberi tenggat waktu sampai awal Desember 2019 bagi Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.

Hal itu disampaikan Jokowi usai melantik Idham sebagai Kapolri di Istana Negara, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

"Saya sudah sampaikan ke Kapolri baru, saya beri waktu sampai awal Desember," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat sore.

 Prabowo Diprediksi Jadi Menteri Pertama yang Kena Reshuffle, Begini Analisa Sederhana Rocky Gerung

 Final, Presiden Joko Widodo Tak akan Terbitkan Perppu KPK, Meski Banyak Korban Jiwa, Ini Alasannya

 Ahok dan Antasari Azhar Berpeluang Duduki Dewan Pengawas KPK, Presiden Jokowi yang Tunjuk Langsung

 Duel Persebaya vs PSM Makassar Ditunda, Kedua Tim Dapat Sanksi Komdis PSSI Termasuk Persib & Persija

Namun Jokowi tak menjawab pertanyaan wartawan apakah ia akan membentuk tim gabungan pencari fakta independen jika target itu tak terpenuhi.

Jokowi juga sebelumnya sempat memberi target ke Kapolri terdahulu, Tito Karnavian, untuk mengungkap kasus Novel dalam 3 bulan.

Target itu diberikan Jokowi pada 19 Juli, setelah tim gabungan pencari fakta yang dibentuk Tito gagal mengungkap kasus tersebut.

Namun hingga tenggat waktu yang diberikan berakhir, kasus Novel belum juga terungkap.

Jokowi justru mengangkat Tito Karnavian menjadi menteri dalam negeri.

Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 lalu.

Saat itu, Novel baru saja menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Akibat penyiraman air keras ini, kedua mata Novel terluka parah.

Sementara Idham, seusai dilantik menjadi Kapolri, enggan menanggapi pertanyaan soal pengungkapan kasus Novel.

Idham memilih langsung pergi meninggalkan wartawan.

Pesimistis

Sementara Novel Baswedan mengaku pesimistis kasusnya bakal terungkap meski Kapolri sudah berganti.

Itu karena Kapolri baru, Komjen Idham Azis, adalah mantan Kabareskrim yang gagal mengungkap kasusnya.

"Kalau bicara harapan, haruslah punya harapan, cuman kan sekarang kan Pak Idham kan sudah berapa lama jadi Kabareskrim. Beliau diam saja, beliau bukannya enggak tahu harusnya," ungkap Novel di kampus Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/10/2019).

Meski pesimistis, Novel mengaku akan tetap mendorong Idham mengungkap dan menuntaskan kasusnya.

Tak hanya soal kasusnya, Novel juga mendesak Idham menyelesaikan segala serangan terhadap pegawai KPK.

"Ini bukan saja seorang diri saya, bayangkan semua serangan kepada orang KPK enggak ada yang terungkap. Sampai yang ada CCTV-nya yang buktinya jelas nggak terungkap, terus mau yang mana lagi," kata dia.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen M Iqbal meminta masyarakat turut berdoa agar Polri bisa mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.

Iqbal menegaskan bahwa tim teknis saat ini terus bekerja dan sudah mendapat temuan yang signifikan untuk mengusut kasus yang telah terjadi sejak April 2017 lalu ini.

"Ada hal-hal yang sangat signifikan, tolong digarisbawahi. Sangat signifikan yang sudah kami dapat. Doakan saja, Insyaallah kalau Tuhan ridho, kami akan mengungkap kasus ini," kata Iqbal usai menghadiri pelantikan Idham Azis sebagai Kapolri di Istana Negara, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Usai Dilantik Jokowi, Idham Azis Bungkam Saat Ditanya Kasus Novel

Kapolri baru Jenderal (Pol) Idham Azis enggan berkomentar saat ditanya wartawan soal kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Novel Baswedan.

Diwawancarai wartawan seusai pelantikannya sebagai Kapolri, Idham awalnya mengungkap rasa syukur karena telah diberi kepercayaan oleh Presiden Jokowi untuk menjabat Tribrata 1.

"Saya mensyukuri nikmat yang Allah telah berikan kepada saya, untuk dipercaya oleh Bapak Presiden mengemban amanah ini selaku Kapolri. Saya juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden Jokowi," kata Idham di Istana Negara, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Idham mengajak media untuk menjadi mitra strategis Polri untuk bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban.

Terkait programnya sebagai Kapolri, Idham menyatakan sudah memaparkan semuanya saat uji kepatutan dan kelayakan di DPR.

"Sehingga, secara cepat akan saya tindak lanjuti setelah saya serah terima jabatan," kata dia.

Setelah menyampaikan rasa syukur serta target kerjanya, Idham berniat menyudahi sesi wawancara.

Namun, wartawan masih bertanya soal apakah ada pesan khusus yang disampaikan Presiden Jokowi seusai pelantikan tadi.

"Bapak Presiden menyampaikan kepada saya kerja, kerja, dan kerja," kata Idham.

Namun, saat ditanya lagi terkait targetnya dalam menyelesaikan kasus Novel, Idham enggan menjawab.

Ia langsung berjalan cepat meninggalkan awak media.

Perjalanan kasus Novel Baswedan

Perjalanan kasus Novel Baswedan belum menemui titik temu hingga saat ini.

Bahkan, perbincangan tentang kasusnya masih ramai diperbincangkan terutama akhir-akhir ini.

Penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, membuat publik begitu geram.

Tidak hanya itu, fotonya yang tengah mengantre di sebuah bandar udara beredar luas di media sosial Twitter.

Fotonya tersebut diunggah salah satu akun di Twitter dengan diikuti narasi bahwa Novel disebut mau jalan-jalan.

Dilansir dari Tribun Batam, namun hal tersebut dibantah pihak KPK, dan dijelaskan Novel berangkat ke Singapura untuk melakukan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatannya.

Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo menilai terpaan isu miring di media sosial, terutama terkiat Novel mencerminkan jalan pemberantasan korupsi tidak mudah.

Yudi memandang terpaan isu miring itu tak lepas dari peran Novel dalam menangani kasus-kasus besar.

Novel diketahui menangani sejumlah kasus besar, mulai dari kasus e-KTP, suap hakim MK Akil Mochtar, suap wisma atlet SEA Games, kasus Simulator SIM hingga kasus cek pelawat yang melibatkan Nunun Nurbaeti.

Puncaknya adalah saat Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 silam.

Namun hingga kini pengusutan kasusnya masih gelap.

Belum ada satu pun pelaku lapangan yang terungkap.

Berikut catatan panjang kasus Novel Baswedan dilansir dari Tribun Batam:

Kasus sarang burung walet

Melansir pemberitaan Kompas.com (23/01/2015), pada 5 Oktober 2012, petugas Kepolisian Daerah Bengkulu dan jajaran perwira Polda Metro Jaya menggeruduk Kantor KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.

Kepolisian menangkap Novel dengan status tersangka atas penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet ketika bertugas di Polrestra Bengkulu pada 2004.

Saat masih menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu, anak buah Novel dituduh menganiaya pencuri sarang burung walet. Saat itu, Novel tidak ada di tempat kejadian perkara. Akan tetapi, ia disalahkan karena dianggap bertanggungjawab atas tindakan anak buahnya.

Novel pernah menjalani pemeriksaan kode etik oleh Mapolres Bengkulu dan Polda Bengkulu atas kasus ini. Ia pun telah memperoleh sanksi berupa teguran.

Novel kemudian bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyidik pada 2006.

Namun kasus sarang burung walet ini kembali mencuat pada tahun 2012.

Penetapan tersangka atas Novel di tahun 2012 tidak lama jaraknya dengan penetapan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka oleh KPK.

Djoko dijadikan tersangka dalam kasus korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM).

Sejumlah dugaan muncul terkait tindakan polisi yang mengusut kembali kasus Novel telah tuntas pada 2004.

Penetapan Novel dan Djoko sebagai tersangka menimbulkan ketegangan antara Kepolisian dan KPK.

Ketegangan tersebut mereda dengan turun tangannya SBY kala itu selaku Presiden.

Dalam pidatonya, SBY menyatakan bahwa penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat dalam hal waktu dan cara.

Namun demikian, kasus tersebut masih berlanjut hingga Novel ditangkap di kediamannya di Jakarta pada Jumat, 1 Mei 2015.

Penangkapan Novel dilakukan berdasarkan surat perintah penangkapan dengan nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum.

Dalam penangkapan ini, Presiden Joko Widodo pun memerintahkan Kapolri untuk melepaskan Novel.

Jokowi meminta agar KPK dan Polri bersinergi.

Kasus Novel ini akhirnya berakhir setelah Kejaksaan Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).

Langkah ini diambil karena dinilai tidak cukup bukti serta durasi penanganan waktu yang telah kadaluarsa.

Disiram air keras

Pada 11 April 2017, wajah Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal seusai shalat subuh di masjid dekat kediamannya.

Kasus ini mencuri perhatian publik.

Pasalnya, Novel tengah menjadi Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar yang sedang ditangani KPK.

Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Selain itu, melansir pemberitaan Kompas.com (27/07/2017), Novel juga terlibat persoalan internal KPK.

Ia mewakili Wadah Pegawai KPK menolak secara tegas rencana agar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) diangkat langsung dari Polri yang belum pernah bertugas di KPK sebelumnya.

Polri pun membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus penyiraman air keras tersebut dan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM menjelang dua tahun kasus Novel.

Tim gabungan tersebut memiliki masa kerja mulai 8 Januari 2019 sampai dengan 7 Juli 2019.

Di akhir masa jabatan, TGPF mengungkapkan enam kasus yang diduga berkaitan dengan penyerangan Novel.

Enam kasus tersebut terdiri atas kasus korupsi e-KTP, kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar, kasus mantan Sekjen MA Nurhadi, kasus mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, kasus korupsi wisma atlet, dan kasus sarang burung walet.

Ada pula kasus yang diduga terlupa, yaitu korupsi suap impor daging dengan tersangka Basuki Hariman.

Akan tetapi, kasus ini menjadi "buku merah" karena ada catatan yang ditemukan berisi daftar penerima suap.

Namun, hingga masa tugas berakhir, tim tersebut belum menemukan titik terang pelaku penyerang Novel.

Polri kemudian mendapat rekomendasi dari TGPF untuk menindaklanjuti sejumlah temuan dan membentuk tim teknis.

Melansir pemberitaan Kompas.com (1/08/2019), tim teknis berjumlah 120 anggota.

Tim tersebut terbagi atas penyelidik, penyidik, interogator, surveillance, siber, inafis, laboratorium forensik, serta analisis dan evaluasi.

Untuk tahap pertama, tim bekerja selama tiga bulan, yaitu 1 Agustus hingga 31 Oktober 2019. Masa kerja tersebut dapat diperpanjang selama tiga bulan berikutnya dan dievaluasi.

Menerima berbagai tudingan miring

Dengan kasus penyiraman air keras atas dirinya yang belum terungkap, Novel juga menerima berbagai tudingan miring di media sosial hingga saat ini.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com (4/10/2019), menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, ada tiga informasi yang patut diklarifikasi:

Foto Novel dan Anies Baswedan

Beredarnya foto hitam putih Novel dan Anies Baswedan yang duduk bersama usai shalat di sebuah masjid dikaitkan dengan implikasi terhadap sebuah lembaran yang tertulis "Tanda Bukti Penerimaan Laporan/Informasi Dugaan TPK".

Setelah pengecekan, peristiwa di dalam foto tersebut terjadi di awal Juni 2017. Novel masih dalam proses perawatan mata setelah operasi di Singapura kala itu.

Adanya foto hitam putih dan foto laporan pengaduan masyarakat, muncul kesan hubungan saudara antara Novel dan Anies yang mempengaruhi penanganan perkara di KPK.

Febri pun memastikan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi di KPK lantaran ada aturan tegas soal konflik kepentingan.

Foto Novel di Bandara

Kemudian, foto Novel yang berada di bandara.

Dalam narasi yang beredar, Novel disebut mau jalan-jalan.

Faktanya, Novel sedang mengantre di bandara untuk berobat ke Singapura.

Novel disebut tukar guling perkara

Narasi lain yang baru-baru ini muncul adalah saat Pansus Angket KPK berjalan yang kembali muncul di media sosial.

Kata Febri dalam pemberitaan Kompas.com (4/10/2019), ada keterangan tersangka di KPK yang terkait kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi bahwa seolah-olah ada orang yang menyerahkan indekos 50 kamar di Bandung sebagai tukar guling perkara.

KPK pun sudah menepis narasi tersebut.

##

Sebelumnya, TPF Polri gagal mengungkap pelaku maupun dalang di balik penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017 silam.

Sepanjang pemaparan hasil laporan di Mabes Polri, kemarin, tim sama sekali tidak menyebut nama pelaku atau dalang penyerangan.

Anggota TPF Polri Nur Kholis, dalam paparannya hanya merekomendasikan pada Polri untuk menyelidiki lebih lanjut tiga orang tak dikenal yang diduga kuat terlibat kasus itu.

Tiga orang tersebut adalah satu orang yang mendatangi kediaman Novel Baswedan pada April 2017, dan dua orang yang ada di Masjid Al Ikhsan dekat kediaman Novel Baswedan pada 10 April 2017.

"TPF rekomendasikan kepada Polri untuk mendalami fakta keberadaan satu orang tidak dikenal yang mendatangi kediaman korban pada tanggal 5 April 2017."

"Dan dua orang tidak dikenal yang duduk di dekat masjid," ujar Nur Kholis di Mabes Polri, Rabu (17/7/2019).

Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, tim gabungan ini dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian lewat Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019.

Tim yang beranggotakan 65 orang itu memiliki masa tugas selama enam bulan dan sudah habis pada 7 Juli 2019.

Tim pakar gabungan investigasi kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, bakal mengumumkan hasil rekomendasi pada Rabu (17/7/2019) hari ini.

"Akan menyampaikan hasilnya secara komprehensif. Nanti akan didampingi dari Divisi Humas dan Bareskrim," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).

Hasil rekomendasi tersebut akan dipakai tim teknis yang khusus dibentuk oleh Bareskrim Polri.

Meski begitu, hasil rekomendasi itu belum akan mengumumkan sosok tersangka.

Namun, kata Dedi Prasetyo, hasil investigasi selama enam bulan itu akan berguna bagi langkah lanjut penyidikan di Polri.

"Tentunya masih belum (ada tersangka), masih dalam proses penyidikan yang lebih mendalam lagi," tutur Dedi Prasetyo.

Menurut Dedi Prasetyo, hasil tim gabungan pakar hanya bersifat rekomendasi yang sifatnya terbuka.

Sebelumnya, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang dibentuk Kapolri, telah selesai melakukan tugasnya.

Hasil investigasi TGPF selama enam bulan, diserahkan ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Selasa (9/7/2019) malam.

Anggota TGPF Hermawan Kiki Sulistyo menyebut, ada tiga jenderal aktif yang turut diperiksa selama masa investigasi pihaknya.

Namun, ia tak membeberkan siapa jenderal tersebut serta asal institusinya, apakah Polri atau TNI.

Menurutnya, semua hasil investigasi akan dibeberkan pihaknya pekan depan, setelah hasil dibaca dan diterima Kapolri, Selasa malam.

"Pada kasus ini, ada tiga jenderal aktif yang diperiksa. Juga ada jenderal bintang tiga," kata Hermawan di Mabes Polri, Selasa (9/7/2019).

Hermawan mengatakan, tiga jenderal tersebut diperiksa merujuk pada penyelidikan yang telah dilakukan.

Ia memastikan TGPF bekerja secara independen.

“Semua kami periksa lagi sesuai dari hasil penyelidikan yang lama. Kami bekerja independen. Berdasar penyelidikan yang dilakukan tim dahulu."

"Kami ada dari Polri, Polda Metro, Ombudsman, Komnas HAM, kan ada laporannya,” ujarnya.

Sementara, anggota TGPF Nurcholis mengatakan, hasil investigasi pihaknya akan disampaikan ke publik pekan depan.

Ia memastikan laporan investigasi yang disusun telah lengkap.

"Saya pastikan laporan sudah lengkap. Tim teknis akan menyiapkan," ucap Nurkholis di Mabes Polri, Selasa (9/7/2019).

Nurkholis menyebut, laporan tersebut telah disampaikan pada Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

"Karena setelah diskusi hari ini tentu kami sangat menghargai masukan dari Pak Kapolri."

"Dan juga walaupun secara substansi menurut kami tidak banyak berubah, tetapi layaknya sebagai sebuah laporan, tentu harus ada perbaikan di sana-sini," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Hendardi yang juga anggota TGPF menyebut hasil investigasi tersebut merujuk pada sebagian penyelidikan Polri sebelumnya.

Tim kemudian melakukan pengembangan seperti memeriksa saksi, dan reka ulang tempat kejadian perkara.

"Itu yang kami coba uji kembali, termasuk adalah kegiatan reka ulang TKP, penjelajahan saksi-saksi terhadap alibi-alibi, termasuk mengembangkan saksi-saksi."

"Kenapa kami ke Ambon, ke Malang, dan lainnya, itu dalam rangka pengembangan saksi-saksi, bukan pelesiran," ungkap Hendardi.

Tito Karnavian Ungkap Deretan Pekerjaan Kapolri Baru Idham Aziz, Ini Nasib Kasus Novel Baswedan

Idham Azis Sebut Jumat Ada Kabareskrim Baru, Kapolri Ditanya Kasus Novel Baswedan, Begini Jawabnya

Bakal Gantikan Tito Karnavian Sebagai Kapolri, Ini PR Besar Idham Azis hingga kasus Novel Baswedan

Idham Azis Sebut Jumat Ada Kabareskrim Baru, Kapolri Ditanya Kasus Novel Baswedan, Begini Jawabnya

(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved