IDI Berau: Jangankan Dokter Spesialis, Dokter Umum Saja Tidak Mau Ditempatkan di Daerah Terpencil
IDI Berau: Jangankan Dokter Spesialis, Dokter Umum Saja Tidak Mau Ditempatkan di Daerah Terpencil,
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB -IDI Berau: Jangankan Dokter Spesialis, Dokter Umum Saja Tidak Mau Ditempatkan di Daerah Terpencil.
Presiden Joko Widodo gagal memenangkan kebijakan untuk
menyebarkan dokter spesialis ke seluruh penjuru nusantara. Mahkamah Konstitusi menganulir Perpres
Nomor 4 tahun 2017 tentang wajib kerja dokter spesialis.
Dengan peraturan presiden itu, pemerintah mewajibkan para dokter spesialis untuk memberikan layanan
kesehatan di tempat-tempat terpencil.
Namun aturan ini dianggap sebagai kerja paksa. Kondisi ini tentunya akan berdampak pada layanan
kesehatan di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Pasalnya, selama ini di Kabupaten Berau sangat minim dokter spesialis, pun dengan program wajib
kerja dokter spesialis yang kini sudah dianulir, semakin kecil peluang warga di pedalaman Berau mendapat
layanan dokter spesialis.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) Kabupaten Berau, Abdul Jabbar Kareem, kepada Tribunkaltim.Co
bahkan menegaskan, program wajib kerja dokter spesialis merupakan sebuah pelecehan terhadap profesi
dokter.
"Jangankan dokter spesialis, dokter umum saja tidak ada yang mau ditugaskan di (Kecamatan) Bidukbiduk,"
kata pria yang biasa disapa dr Jaka ini.
Kecamatan Bidukbiduk adalah wilayah terjauh di ibu kota Kabupaten Berau. Perjalanan ke Bidukbiduk
harus ditempuh dengan perjalanan darat, kurang lebih 8 jam.
"Di Kecamatan Talisayan (sekitar 4 jam perjalanan) saja, ada dokter spesialis, itu karena statusnya wajib
kerja dokter spesialis," tegasnya.
Menurutnya, selama ini banyak dokter yang enggan bertugas di Berau, karena para dokter merasa kurang
dihargai. Pemerintah daerah, kata Jaka, kurang memberikan kesempatan kepada para dokter untuk
meningkatkan kompetensinya.
"Jujur saja, insentif yang diberikan kepada dokter yang bertugas di Berau ini, sangat kecil kalau dibamding
daerah lain. Ditambah lagi, pemerintah juga tidak memberikan kesempatan kepada mereka (dokter) untuk
meningkatkan kapasitas. Seperi mengikuti seminar atau ikut pendidikan yang lebih tinggi," ungkapnya.
Dengan kondisi seperti ini, kata Jaka, satu per satu dokter mengundurkan diri. "Dokter spesialis jantunh
dan syarafengundurkan diri, karena insentif kecil dan tidak ada kesempatan meningkatkan kapaistas,"
tegasnya.
Jika dibanding daerah lain, seperti di Kendari, Jaka menyontohkan, para dokter di sana berstatus bekerja di
tempat terpencil, namun akses menuju kota masih sangat dekat.
"Sementara di Berau ini, jauh dari mana-mana, dengan fasilitas yang minim. Tidak ada dokter yang betah,"
jelasnya.
Kebanyakan dokter yang bertugas di pedalaman dan tempat terpencil di Berau, menurutnya karen
porgram wajib kerja yang diberlakukan pemerintah.
Jaka berharap, Pemkab Berau memberikan perhatian kepada para dokter. Tidak hanya dokter spesialis,
namun juga dokter umum yang masih sangat diperlukan jasanya dalam memberikan layanan kesehatan.
Kepada Tribunkaltim.Co, Jaka mengungkapkan, saat ini hanya ada 13 spesialisasi dokter.
* Spesialis penyakit dalam sebanyak 3 orang.
* Spesialis bedah 2 orang dan spesialis obgyn 3 orang.
* Dokter spesialias anak 2 orang,
* Spesialis anastesi hanya 1 orang dan
* Spesialis penyakit jiwa 1 orang.
* Spesialis dokter kulit dan kelamin juga hanya ada 1 orang.
* Radiologi 2 orang.
* Spesialis mata, spesialis THT masing-masing 1 orang.
* Sementara spesialis gigi ada 3 orang.
"Dokter spesialis yang belum ada di Berau, yaitu spesialis jantung, saraf, gizi medik, rehab medik dan
patologi anatomi," paparnya.
Jika dilihat dari segi kebutuhan, Jaka mengantakan, spesialis jantung dan syaraf sangat dibutuhkan. "Jangan
sampai kena penyakit jantung. Karena Berau tidak punya dokter spesialis jantung," tandasnya. (*)
Tantangan Pengiriman Dokter Spesialis ke Pedalaman Kaltara
Diberitakan sebelumnya, saat menjabat presiden, Joko Widodo, sangat fokus memperhatikan
daerah perbatasan seperti di Kalimantan Utara atau Kaltara.
Daerah perbatasan masih butuh perhatian, pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat.
Program Dokter Terbang sudah dilaksanakan Pemprov Kalimantan Utara atau Kaltara sejak tahun 2014.
Program ini tergolong inovasi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat pedalaman
dan perbatasan di Kalimantan Utara yang membutuhkan layanan kesehatan.
Namun menjalankan program ini, banyak tantangan yang dihadapi. Kepala Dinas
Kesehatan Kalimantan Utara, Usman, mengungkapkan, tantangan tersebut ialah lokasi pelayanan yang
sulit dijangkau dan keterbatasan saran transportasi.
"Misalnya untuk mememberi layanan ke Long Pujungan Kabupaten Malinau. Itu harus lewat sungai,
ditempuh dalam waktu 2 hari, karena kita harus singgah beristirahat di perjalanan. Biasanya singgah dulu
di Kecamatan Peso (Bulungan). Dan alur sungainya pun tidak mudah," kata Usman, Senin (4/11/2019).
Ke daerah lain misalnya ke Krayan, Kabupaten Nunukan dan sejumlah daerah di Kabupaten Malinau,
hanya bisa ditembus dengan pesaway udara.
"Kapasitas pesawatnya kan terbatas. Jadi tenaga dan obat-obatan yang kita bawa juga sifatnya terbatas.
Namun pelayanan kita berikan seoptimal mungkin ketika sampai di lokasi," ujarnya.
Keterbatasan jumlah dokter spesialis di daerah juga menjadi kendala. Jika dokter spesialis diterbangkan
untuk 'Dokter Terbang' tidak ada yang menggantikan peran dokter tersebut di tempat kerja asalnya.
Setiap pelayanan 'Dokter Terbang' berlangsung selama 3-5 hari di lokasi.
Baca JUga;
• Warga Tau Lumbis di Perbatasan Kaltara Dilayani 3 Dokter Spesialis
• CPNS 2019 Kemenkes Buka 2.205 Formasi, Perawat Ahli Pertama dan Dokter Spesialis Terbanyak
• Lima Fakta Istri Polisi Selingkuh dengan Dokter Spesialis, Tertangkap Basah Berduan di Dalam Kamar
• Ini Dia, Sosok Dokter Spesialis Mata, Pemilik Pertama Suzuki Jimny di Kaltim