Hakim di Pengadilan Agama Tanjung Selor Kalimantan Utara Hanya Tiga Orang, Ternyata Ini Penyebabnya
Pengadilan Agama Tanjung Selor menerima 642 perkara pada 2019 lalu. Selain 642 perkara tersebut, terdapat pula 60 perkara tahun 2018 yang baru diputus
Penulis: Amiruddin | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Pengadilan Agama Tanjung Selor menerima 642 perkara pada 2019 lalu.
Selain 642 perkara tersebut, terdapat pula 60 perkara tahun 2018, yang baru diputus tahun lalu.
Sehingga, total perkara yang ditangani tahun lalu, sebanyak 702 perkara.
702 perkara tersebut, meliputi tiga daerah di Kaltara.
Yakni, Kabupaten Bulungan, Tanah Tidung, dan Malinau.
Hakim Pengadilan Agama Tanjung Selor, Muhammad Iqbal, mengatakan meskipun perkara yang ditangani hingga 702 perkara, namun hakim yang dimiliki hanya tiga orang.
Baca Juga;
Ingat Kata-kata Lina Sebelum Wafat Teddy Batal Tuntut Rizky Febian, Anak Kedua Sule Diperiksa 5 Jam
Ibu Kota Negara Indonesia di Kaltim, 2 Kota Ini Sering Diincar Pengembang, Rumah Subsidi Banyak Laku
BREAKING NEWS Pergoki Istri Siri Berduaan dengan Lelaki Lain di Kamar, Pria di Tarakan Tikam Korban
Tim Aligator Polres Kukar Ringkus Pelaku Pencurian, Sempat Viral di Medsos dan Beraksi Malam Hari
Namun kata dia, terbatasnya jumlahnya hakim, bukan alasan untuk tidak bekerja maksimal dalam memutus perkara.
Saat ditanya penyebab kurangnya jumlah hakim di Pengadilan Agama Tanjung Selor, Muhammad Iqbal mengatakan hal itu merupakan domain Mahkamah Agung ( MA ).
"Kita ini hanya melaksanakan tugas. MA yang mengetahui tentang kebutuhan organisasi," kata Muhammad Iqbal, kepada Tribunkaltim.co.
Kalau berbicara ideal, doktor jebolan Universitas Islam Negeri ( UIN ) Alauddin Makassar itu, menyebut pengadilan agama Kelas II, idealnya memiliki minimal enam orang hakim.
Pengadilan Agama Tanjung Selor diketahui masih berstatus Kelas II.
Sedikit banyaknya kata dia, moratorium penerimaan hakim turut mempengaruhi jumlah hakim di pengadilan agama.
"Sepengetahuan saya moratorium hakim hampir tujuh tahun. Beginilah kondisinya moratorium penerimaan hakim tujuh tahun itu, turut berpengaruh pastinya," tuturnya.
Cerai Didominasi Warga Bulungan
Sebelumnya, Muhammad Iqbal mengatakan jumlah pasangan yang bercerai pada 2019, didominasi warga Kabupaten Bulungan.
Jumlah pasangan yang diputus cerai tahun lalu, yakni 302 pasangan.
Terdiri dari 65 mengajukan cerai gugat, dan 237 yang memilih cerai talak.
Cerai gugat merupakan proses cerai yang diajukan oleh pihak istri.
Sedangkan cerai talak, diajukan oleh pihak suami.
"Yang mendominasi tentunya dari sini ( Bulungan ). Faktornya tentu karena jumlah penduduk, dan juga jarak dari pengadilan yang lebih dekat, sehingga mereka mengajukan gugatan cerai," kata Muhammad Iqbal.
Ditambahkan Iqbal, jumlah perkara cerai yang diterima didominasi cerai gugat.
Jumlahnya bahkan hampir tiga kali lipat, dibanding cerai talak.
Baca Juga;
Usai Dinas Pertanian Paser Dihapus, Karoding Lebih Fokus ke Tanaman Pangan dan Holtikultura
Enggan Terburu-Buru Cari Pemain, Alfredo Vera: Saya Ingin Betul-betul Pemain yang Dibutuhkan Tim
Punya Istri Empat, Jadi Alasan Iwan Seret Nekad Lakukan Pencurian Pakai Senjata Tajam di Kukar
Gara-gara Bayar Utang, Gaji ASN di Kutai Timur tak jadi Dianggarkan 14 Bulan, TK2D Hanya 9 Bulan
"Penyebabnya itu tak bisa dinafikan juga karena perkembangan zaman. Perubahan mind set, bahwa perempuan juga punya hak dalam mengambil keputusan, itu turut berpengaruh sehingga sedikit saja bisa berujung cerai," ujarnya.
Mantan Hakim Pengadilan Agama Parepare, Sulawesi Selatan itu menambahkan, penyebab pasutri bercerai karena beberapa faktor.
Seperti gegara ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pasutri yang tak bisa menjalankan kewajibannya.
"Tetapi faktor yang dominan itu gegara ekonomi, hingga pasutri berujung cerai," tuturnya (Tribunkaltim.co/Amiruddin)