Dampak Kader PDIP Terlibat OTT KPK Melebar ke Gerindra, Mulan Jameela Disinggung, Pola Disebut Mirip
Diduga, ada kemungkinan praktik yang sama terjadi saat penggantian anggota DPR terpilih dari kader Gerindra Ervin Luthfi ke Mulan Jameela.
Mulan akhirnya terpilih melalui mekanisme PAW menggantikan dua rekannya sesama partai,
• Tindaklanjuti Imbauan KPK, Asisten III Ingatkan Pejabat Kaltara Segera Setor LHKPN
• Soal Penggeledahan DPP PDIP, Abraham Samad Sebut KPK buat Sejarah Baru, Izin Dewas Dinilai Janggal
Ervin Luthfi yang memperoleh suara ketiga terbanyak dan Fahrul Rozi yang memperoleh suara terbanyak keempat. Fahrul digantikan karena ia diberhentikan sebagai anggota parpol.
"Saya ingat beberapa waktu lalu ada PN Jaksel itu yang mengabulkan permohonan beberapa caleg termasuk Mulan Jameela. Itu sebetulnya putusan pengadilan yang keliru karena dia tidak bergerak berdasarkan UU atau sistem yang berlaku saat ini," kata Hadar.
"Mereka kemudian berhentikan caleg di atas Mulan Jameela dan KPU kesulitan dengan tekanan itu karena dianggap tidak memenuhi syarat. Akhirnya KPU mengikuti setelah caleg diberhentikan," imbuh dia.
Pola Harun Sedangkan dalam kasus Harun Masiku, pola bermula ketika caleg PDI Perjuangan asal Dapil Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas meninggal dunia dua pekan sebelum pencoblosan.
Saat pencoblosan, Nazarudin justru menjadi caleg PDI Perjuangan dengan perolehan suara tertinggi.
Sesuai mekanisme, posisi Nazarudin digantikan oleh pemilik suara tertinggi kedua, yaitu Riezky Aprilia.
Namun, DPP PDI Perjuangan justru mengajukan gugatan atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara kepada Mahkamah Agung.
Meski MA mengeluarkan fatwa bahwa parpol lah yang berhak menentukan PAW, KPU tetap berpegangan pada aturan.
Sehingga di dalam rapat pleno, KPU tetap menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Akan tetapi, PDI Perjuangan tetap berupaya masuk melalui cara yang tidak dibenarkan yaitu lewat 'orang dalam' KPU, yang tak lain adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Bahkan, Wahyu meminta uang operasional Rp 900 juta guna memuluskan langkahnya.
Beruntung dalam persoalan politikus PDI Perjuangan ini, KPU tetap bersikukuh mempertahankan keputusannya hingga akhirnya kasus ini terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).