HEBOH Wabah Virus Corona, Ustadz Abdul Somad Pamer Gambar Keluang atau Kelelawar, Apa Maksudnya?
Heboh wabah Virus Corona, Ustadz Abdul Somad pamer gambar keluang atau kelelawar, apa maksudnya?
TRIBUNKALTIM.CO - Heboh wabah Virus Corona, Ustadz Abdul Somad pamer gambar keluang atau kelelawar, apa maksudnya?
Di tengah kehebohan wabah Virus Corona, Ustadz Abdul Somad atau UAS mengunggah gambar keluang atau kelelawar di Instagram.
Unggahan Ustadz Abdul Somad ( UAS) di Instagram yang memamerkan gambar keluang atau kelelawar sontak mencuri perhatian netizen.
Pada gambar itu tampak tiga keluang atau kelelawar bergelantungan di dahan pohon.
• KABAR GEMBIRA Ustadz Abdul Somad (UAS) dari Sudan, Setelah Mundur PNS Kini Resmi Bergelar Doktor
• Kelelawar Diduga Sumber Virus Corona, Sup Paniki Malah Diburu Turis di Manado, Jokowi Pernah Pesan
• Curahan Hati Mantan Istri Ustaz Abdul Somad, Mellya Juniarti: Genderang Itu Telah Tuan Tabuh
• Sembuh dari Virus Corona, Pemuda Wuhan China Ini Sempat Kritis, Bongkar Resep dan Perlakuan Dokter
Ustadz Abdul Somad ( UAS) mengunggah gambar kelelawar tersebut di akun Instagram @ustadzabdulsomad_official pada 25 Januari 2020.
Gambar kelelawar tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
"Kalau indak dek Syaikh Burhanuddin, awak kini masih makan Kluang ",
.
.
Tausiyah Syaikh Alaiddin Athori ibn Syaikh Aidarus ibn Syaikh Abdul Ghani al-Khalidi an-Naqsyabandi pada ziarah ke makam Syaikh Burhanuddin. (lahir 1111M) di Kuntu, Riau."
Warganet langsung bereaksi menanggapi postingan UAS tersebut.
yetti82: Bukan kah kelelawar itu di larang makan iya ustadz...
muhibin.usman: kaluang itu lebih gede dsripada kalilawar
princess_imasyahab29: Kluang itu kelelawar y ustadz?
mrsndi_02: Upin ipin pun bilang keluang
Meski tidak menyebut secara eksplisit soal hukum makan keluang atau kelelawar, namun UAS sepertinya mengisyaratkan kepada umat Islam agar tidak mengonsumsi daging hewan tersebut.
Adapun caption yang ditulis Ustadz Abdul Somad ternyata ucapan dari ulama terdahulu yaitu Syekh Alaidin saat berziarah ke makam Syekh Burhanuddin.
Mengapa Ada Tradisi Menyantap Kelelawar?
Virus Corona yang berasal dari Wuhan, China telah terkonfirmasi menyebar ke beberapa negara seperti Jepang, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Nepal, dan Perancis.
Virus tersebut diduga berasal dari kelelawar dan ular berjenis krait dan kobra.
Virus Corona dapat berpindah dari hewan ke manusia yang berada dalam satu area yang sama.
Virus Corona diduga bermula dari Pasar Wuhan yang terkenal menjual banyak sekali jenis hewan, salah satunya kelelawar.
Baru-baru ini, viral video yang menampilkan perempuan asal China menyantap sup kelelawar.
"Seorang perempuan pemakan kelelawar asal China..." tutur pemilik akun Twitter @Byron_Wan yang unggahan videonya pada Kamis (23/1/2020) lalu viral di media sosial.
Melalui video sepanjang 11 detik tersebut, tampak perempuan itu menggigit sayap kelelawar sembari mengapit tubuh hewan dengan sumpit.
Melansir New York Post, seorang pria dari balik video terdengar mengucapkan kata-kata;
"Makan dagingnya! Jangan makan kulitnya. Kamu harusnya memakan daging di bagian belakang kelelawarnya".

Sebelum viral di Twitter, video tersebut sebelumnya diunggah pertama kali Rabu (22/1/2020) lalu oleh sebuah media Hong Kong bernama Apple Daily.
Dilansir dari The Sun, sup kelelawar merupakan salah satu hidangan khas China yang populer di beberapa daerah di China termasuk Wuhan.
Cara memasak sup kelelawar ini, biasanya dengan langsung merebus.
Kelelawar dimasak dalam kuah berkaldu dalam kondisi utuh.
Jadi, tidak melewati proses kelelawar dipotong-potong terlebih dahulu. Bulu kelelawar pun tidak dibersihkan.
Simbol kebahagiaan
Mengutip buku “Strange Food” (1999) yang terbitan Tuttle Publishing, penulisnya Jerry Hopkins mengungkapkan bahwa terdapat sebuah kepercayaan bahwa dengan memakan kelelawar, kesuburan seseorang akan semakin bertambah.
Tidak hanya itu, kelelawar juga dianggap dapat meningkatkan kesempatan untuk hidup lebih lama dengan bahagia.
Di kebudayaan China sendiri, ada kepercayaan terkait simbol lima kelelawar.
Simbol tersebut menandakan keberkahan atas kekayaan, kesehatan, kebajikan, usia tua, dan kematian secara alami.
Bahkan, memakan kelelawar juga dipercaya dapat meningkatkan kejelian mata.
Sebagai obat
Tidak hanya di China, India juga memiliki kepercayaan sendiri dalam menyantap kelelawar.
Namun, mereka lebih merujuk pada minyak kelelawar yang dibuat dari lemak kelelawar yang dicampur dengan darah hewan tersebut, minyak kelapa, dan kapur barus.
Minyak kelelawar dikatakan dapat menyembuhkan reumatik dan radang sendi.
Sementara di Kamboja, minyak kelelawar digunakan sebagai obat batuk anak.
Di balik beberapa kepercayaan kuno ini, kini kelelawar dianggap hanya sebagai santapan biasa bagi beberapa orang di kawasan Asia dan Pasifik.
Bahkan, salah satu jenis kelelawar di Teritori Guam mengalami kepunahan akibat diburu.
Salah satu jenis kelelawar yang paling dicari untuk disantap adalah kelelawar pemakan buah atau codot.

Kelelawar codot merupakan jenis kelelawar yang sangat mudah ditemukan di Filipina, Indonesia, dan beberapa negara lain dalam gugus kepulauan Mikronesia.
Terkait penggunaan kelelawar sebagai obat, melansir National Geographic, terdapat beberapa kepercayaan bahwa darah kelelawar dapat digunakan untuk menyembuhkan penderita epilepsi.
Salah satu negara yang kental akan kepercayaan tersebut adalah Bolivia.
Menurut seorang ahli antropolog University of Mississippi Kate McGurn Centellas, kepercayaan akan darah kelelawar tersebut kemungkinan datang dari anggapan masyarakat bahwa kelelawar merupakan hewan kuat yang memiliki beberapa karakter unik.
"Ada kemungkinan bahwa dengan meminum darah kelelawar, mungkin kamu dapat membenarkan dan menyeimbangkan apa yang dilihat sebagai gangguan atau ketidakseimbangan dalam tubuh manusia. Seperti kejang, atau dalam istilah medis adalah epilepsi," tutur Centellas.
Mengutip sebuah studi "Trafico y Comercio de Murcielagos en Bolivia" (2010) yang ditulis oleh Dennis Lizzarro dan Luis F. Aguirre, setidaknya terdapat kurang lebih 3.000 kelelawar yang dijual setiap bulannya di empat kota di Bolivia.
Beberapa spesies kelelawar yang dijual antara lain adalah kelelawar buntut pendek Seba (Carollia perspicillata), kelelawar kuping tikus (Myotis), dan kelelawar kecil yang memiliki hidung berbentuk daun (Desmodus rotundus).
Tradisi menyantap hewan liar
Tradisi menyantap hewan liar, termasuk kelelawar, bisa dirunut hingga 50.000-70.000 tahun sebelum Masehi.
Pada masa itu, nenek moyang manusia modern menyebar ke berbagai penjuru, seperti Asia Australia, Eropa, dan Amerika.
Seperti dikutip dari National Geographic Indonesia, Maret 2006, para nenek moyang manusia tersebut hidup bergerak menjelajahi gunung dan padang.
• Merasa Hancur, Pasien yang Diduga Terinfeksi Virus Corona Mengamuk, Perawat Sampai Kaget & Menangis
• Video Detik-detik Dokter Ambruk dan Tewas saat Tangani Pasien Virus Corona, Dibiarkan Tergeletak
• Ternyata Ini Alasan Kelelawar Bertengger dengan Cara Terbalik
• UAS Cerai, Ini Kisah Awal Pernikahan Ustadz Abdul Somad dengan Mellya Juniarti, Syarat Wanita Kedua
Pergerakan selama ribuan tahun ini seiring dengan pergerakan hewan yang kerap diburu untuk dimakan.
Tradisi yang dibawa nenek moyang itu bertahan di sebagian masyarakat Afrika, Asia, dan Amerika Selatan yang tinggal dekat savana, semak-semak, atau hutan.
Orang Afrika Barat dan Afrika Tengah mengonsumsi gajah, antelop, rusa, zarafah, dan monyet-monyet besar. (*)