Mahfud MD Terima Laporan BEM UI, Serupa Laporan Veronica Koman Soal Papua, Apakah Ini Sampah?

Mahfud MD terima laporan BEM UI, serupa laporan Veronica Koman soal Papua, apakah ini sampah?

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Tribunnews.com
Menkopolhukam Mahfud MD komentar soal WNI eks ISIS 

TRIBUNKALTIM.CO - Mahfud MD terima laporan BEM UI, serupa laporan Veronica Koman soal Papua, apakah ini sampah?

Menkopolhukam Mahfud MD kembali menerima laporan korban sipil dan tahanan politik Nduga, Papua.

Kali ini, laporan diserahkan oleh BEM UI, atau Universitas Indonesia.

Laporan dari BEM UI ini serupa dengan laporan yang diserahkan Veronica Koman kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, beberapa waktu lalu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD menganggap dokumen yang diberikan BEM Universitas Indonesia (UI) perihal daftar nama 57 tahanan politik dan 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua, tak jelas.

Kabar Traveller, Presiden Jokowi Beri Diskon 30 Persen ke Wisatawan, Bisa Tiket Pesawat atau Hotel

 Kasus Istri Bakar Suami, Pupung Sadili Lempar Asbak Suruh Aulia Kesuma Mencuri, Tak Mau Dihukum Mati

 Ibunda Lina, eks Istri Sule Hanya Bisa Nangis di Apartemen Ingat Kelakuan Teddy, Dijadikan Pembantu

 Survei Indobarometer, Ahok Kalahkan Jokowi, Anies Baswedan Urutan Terbawah Soal Kinerja Urus Jakarta

"Itu endak ada apa-apanya, dokumennya hanya ini lho.

Coba di close up ini, hanya ini lho kalau, cuman kayak gini, nih," ujar Mahfud MD sembari menunjukan lembar dokumen usai menghadiri forum diskusi di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).

"Ini daftar nama orang yang tidak jelas, pasti polisi sudah punya kalau yang kayak gini.

Tetapi kita anggap ini sebagai informasi baru," tambah Mahfud MD.

Mahfud MD menilai dokumen tersebut tak ubahnya semacam sketsa daftar nama.

Sayangnya, kata dia, daftar nama tersebut tidak diperkuat dengan pelengkap identitas.

"Tidak ada apa-apanya, tidak lebih dari ini, apakah ini sampah, tidak juga, nanti akan dipelajari.

Cuma anda harus tahu, hanya ini yang ditipkan di UI," terang Mahfud MD.

Diberitakan sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM) UI menyerahkan laporan soal 57 tahanan politik dan 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua kepada Menko Polhukam Mahfud MD, Senin (17/2/2020).

Presiden Ketua BEM UI Fajar Adi Nugroho mengatakan laporan tersebut sama dengan yang diserahkan oleh Veronica Koman dan sejumlah aktivis lain kepada Presiden Joko Widodo baru-baru ini.
"Kami menyerahkan dokumen yang sama ditambah dengan kajian atas beberapa produk legislasi yang bermasalah dan harus disahkan segera," ujar Fajar saat dikonfirmasi.

Penyerahan itu dilakukan secara langsung pada saat Mahfud MD menghadiri diskusi di Kampus Universitas Indonesia.

Fajar menjelaskan penyerahan dilakukan BEM UI, BEM fakultas di UI dan perwakilan dari vokasi.

"Kami menyerahkan dokumen angka korban tewas di Nduga dan tahanan politik yang tempo hari hendak diberikan kepada Presiden di Canberra, tapi ternyata tidak sampai.

Justru, ditanggapi dengan tidak baik oleh Pak Mahfud sebagai Menko Polhukam dengan pernyataan “informasi sampah”," ungkap Fajar.

Tidak Penting

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai dokumen yang diserahkan pengacara hak asasi manusia (HAM) Veronica Koman kepada Presiden Joko Widodo tidak penting.

Dokumen dimaksud berisi data 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua, sejak Desember 2018.

Veronica mengklaim, timnya berhasil menyerahkan dokumen itu kepada Presiden Jokowi saat kunjungan Jokowi ke Canberra, Australia, Senin (10/2/2020) kemarin.

Namun, Mahfud menganggap dokumen itu hanya sampah.

"Itu anulah, kalau memang ada ya sampah sajalah," kata Mahfud di Istana Bogor, Selasa (11/2/2020) sore.

Mahfud yang turut mendampingi Jokowi di Negeri Kanguru juga tidak mengetahui apakah dokumen tersebut benar-benar sudah diserahkan langsung kepada Kepala Negara.

Sebab, Mahfud menyebutkan bahwa banyak warga yang berebut untuk bersalaman dan menyerahkan surat ke Jokowi.

"Saya tahu surat seperti itu banyak. Orang berebutan salaman, kagum kepada Presiden, ada yang kasih map, amplop, surat gitu, jadi tidak ada urusan Koman atau bukan. Kita enggak tahu itu Koman apa bukan," kata dia.

"Belum dibuka kali suratnya. Surat banyak," sambungnya.

Veronica sebelumnya menuturkan, dokumen itu diserahkan saat Jokowi berkunjung ke Canberra, Australia, Senin (10/2/2020).

"Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," ungkap Veronica melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/2/2020).

"Kami juga menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian,” sambung dia.

Vero mengungkapkan, Jokowi telah membebaskan lima tahanan politik Papua selama periode pertama pemerintahannya, pada tahun 2015.

Namun, pada periode keduanya, terdapat 57 tahanan politik yang sedang menunggu sidang.

Veronica menilai langkah ini hanya akan memperburuk konflik di Papua.

Veronica pun mempertanyakan langkah Jokowi terhadap permintaan penarikan pasukan dari Nduga.

Kata Veronica Koman

Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Veronica Koman dan sekelompok aktivis mengaku telah menyerahkan data berisi 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua, sejak Desember 2018 kepada Presiden Joko Widodo.

Veronica menuturkan, dokumen itu diserahkan saat Jokowi berkunjung ke Canberra, Australia, Senin (10/2/2020).

"Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," ungkap Veronica melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/2/2020).

"Kami juga menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian,” sambung dia.

Vero mengungkapkan, Jokowi telah membebaskan lima tahanan politik Papua selama periode pertama pemerintahannya, pada tahun 2015.

Namun, pada periode keduanya, terdapat 57 tahanan politik yang sedang menunggu sidang.

 Kabar Traveller, Presiden Jokowi Beri Diskon 30 Persen ke Wisatawan, Bisa Tiket Pesawat atau Hotel

 Kasus Istri Bakar Suami, Pupung Sadili Lempar Asbak Suruh Aulia Kesuma Mencuri, Tak Mau Dihukum Mati

 Ibunda Lina, eks Istri Sule Hanya Bisa Nangis di Apartemen Ingat Kelakuan Teddy, Dijadikan Pembantu

 Survei Indobarometer, Ahok Kalahkan Jokowi, Anies Baswedan Urutan Terbawah Soal Kinerja Urus Jakarta

"Di awal periode pertamanya pada 2015, Presiden Jokowi membebaskan lima tahanan politik Papua.

Masyarakat memandang ini sebagai langkah yang penuh dengan harapan baru bagi Papua," ujarnya.

"Namun, pada awal dari periode keduanya saat ini, terdapat 57 orang yang dikenakan makar yang sedang menunggu sidang. Langkah ini hanya akan memperburuk konflik di Papua," lanjut Veronica.

Veronica pun mempertanyakan langkah Jokowi terhadap permintaan penarikan pasukan dari Nduga.

"Sekarang Presiden Jokowi sendiri yang sudah langsung pegang datanya, termasuk nama-nama dari 110 anak-anak dari total 243 sipil yang meninggal, akankah Presiden tetap tidak mengindahkan permintaan tersebut?" tuturnya. (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved