Terkait ABK asal Indonesia yang Bekerja di Kapal China yang Dilarung ke Laut, Ini Penjelasan Kemenlu
Terkait keberadaan ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal China yang dilarung ke laut, begini penjelasan Kementerian Luar Negeri ( Kemenlu ).
Kementerian Luar Negeri telah kembali memintakan penegasan ke pihak Tiongkok atas penjelasan ini serta meminta bantuan untuk memastikan semua hak ABK dipenuhi.
Untuk selanjutnya, pelindungan terhadap ABK yang bekerja pada kapal Ikan harus diselesaikan mulai dari hulunya.
Kemenlu menegaskan Ini tentu harus berkoordinasi dengan instansi terkait di tanah air.
Kemenlu juga menambahkan pelindungan bagi ABK akan menjadi salah satu fokus diplomasi ke depan, untuk mendorong konsultasi internasional terkait pelindungan yang lebih baik bagi awak kapal terutama di sektor kapal perikanan.
viralnya dua ABK kapal China yang membuang mayat ABK Indonesia bernama Sepri (24) dan Ari (24) membuka kebohongan pihak perusahaan yang merekrut keduanya.
Kedua korban diketahui bekerja melalui perusahaan yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Pemalang.
Pihak keluarga korban memang telah mengetahui meninggalnya keduanya di kapal bernama Long Xing 629, telah diperoleh keluarga sejak awal tahun tadi.
Namun setahu mereka, kedua ABK Indonesia yang merupakan warga Desa Serdang Menang, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir ( OKI ), Sumatera Selatan, korban dimakamkan di China bukan dibuang ke laut.
Rika Andri, Kakak kandung Sepri kepada tribunsumsel,com, Jumat (8/5/2020) menceritakan, adiknya meninggalkan desa sudah sekitar setahun yang lalu.
"Sekitar Februari 2019 adik saya pergi ke Jawa untuk bekerja, dan sejak itulah tidak ada lagi komunikasi dengannya atau hilang kontak," ucapnya.
Setelah sekian lama menunggu, pihak keluargapun akhirnya mendapatkan informasi dari perusahaan.
"Barulah pada tanggal 6 Januari 2020 lalu kami mendapatkan informasi melalui telepon dari pihak perusahaan," jelasnya.
Lebih lanjut, Rika menceritakan saat itu pihak perusahaan menyuruh keluarga untuk datang ke sana dengan menanggung seluruh biaya transportasi sendiri.
"Awalnya perusahaan tidak menceritakan mengenai kematian korban, hanya saja kami disuruh datang terlebih dahulu kesana,"
"Kami sempat menolak karena tidak memiliki ongkos, tetapi perusahaan menyatakan akan membayar biaya perjalanan pulang pergi. Jadi kami memutuskan berangkat ke sana," ujarnya.