Ramadhan
Fatwa MUI Shalat Idul Fitri 1441 H, Boleh Berjamaah,Berikut Penjelasan dan Tata Caranya
Berikut fatwa MUI Shalat Idul Fitri 1441 H boleh berjamaah, namun ada syarat yang harus dipenuhi
TRIBUNKALTIM.CO - Di tengah situasi pandemi, fatwa MUI tentang Shalat Idul Fitri 1441 H akhirnya resmi diterbitkan.
Terungkap pula bahwa fatwa MUI Shalat Idul Fitri 1441 H boleh berjamaah, namun ada syarat yang harus dipenuhi.
Berbeda dari sebelum-sebelumnya, Shalat Idul Fitri tahun ini harus menyesuaikan dengan kondisi dan situasi Indonesia yang tengah berjuang melawan pandemi covid-19.
Atas dasar itu, MUI mengeluarkan fatwa tentang Shalat Idul Fitri 1441 H.
• Tata Cara Sholat Idul Fitri Berjamaah di Rumah 1 Syawal 1441 H Sesuai fatwa MUI
• Tata Cara Sholat Idul Fitri di Rumah Kala Pandemi Corona, Berikut Penjelasan dan Hukum Kutbah
• Berikut ini Niat Sholat Idul Fitri di Rumah, Lengkap dengan Tata Cara serta Aturan Khutbah
Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) mengeluarkan fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 terkait panduan kaifiat (tata cara) takbir dan Shalat Idul Fitri di tengah pandemi virus corona.
Dalam fatwa MUI tersebut, disebutkan bahwa Shalat Idul Fitri 1441 H boleh dilakukan di Rumah secara berjamaah atau sendiri.
Hal itu diutamakan bagi umat Islam di daerah penyebaran Covid-19 yang belum terkendali.
" Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di Rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid)," demikian bunyi salah satu bagian fatwa MUI, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com dari Sekjen MUI Anwar Abbas, Kamis (14/5/2020).
Jika Shalat Idul Fitri 1441 H dilakukan secara berjamaah, maka jumlah jemaah minimal 4 orang yang terdiri dari satu orang imam dan tiga orang makmum.
Jika jemaah kurang dari empat orang atau jika dalam pelaksanaan Shalat di Rumah tidak ada yang berkemampuan untuk khutbah, maka Shalat Idul Fitri boleh dilakukan berjamaah tanpa khutbah.
Menurut MUI, Shalat Idul Fitri juga boleh dilaksanakan secara berjamaah di tanah lapang, Masjid, mushalla, atau tempat lain dengan beberapa catatan.
Pertama, berada di kawasan yang sudah terekandali pada saat 1 Syawal 1441 H.
Hal tersebut ditandai dengan angka penularan yang menunjukkan penurunan tren dan kebijakan pelonggaran aktivitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah.
Kedua, berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas Covid-19 dan diyakini tidak terdapat penularan, seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tak ada yang terinfeksi, dan tidak ada keluar masuk orang.
Meski demikian, MUI menegaskan bahwa pelaksanaan Shalat Idul Fitri baik di Masjid maupun di Rumah harus tetap mematuhi protokol kesehatan.
Selain itu, Shalat Idul Fitri juga mencegah terjadinya potensi penularan virus corona, di antaranya adalah dengan memperpendek bacaan Shalat dan pelaksanaan khutbah.
• Menteri Agama Minta Umat Islam Shalat Idul Fitri di Rumah, Ini Tata Caranya dan Tuntunan Khutbah
Takbir Idul Fitri
Dalam situasi pandemi yang belum terkendali, MUI menyebutkan, takbiran bisa dilakukan di Rumah, di Masjid oleh pengurus takmir, di jalan oleh petugas atau jemaah secara terbatas.
Takbiran juga bisa dilaksanakan melalui media televisi, radio, media sosial, dan media digital lainnya.
"Setiap umat Islam dalam kondisi apa pun disunnahkan untuk menghidupkan malam Idul Fitri dengan takbir, tahmid, dan tahlil di Rumah, di Masjid, di dalam kendaraan, di Rumah sakit, dan di tempat-tempat umum sebagai syiar keagamaan," demikian MUI.
Pelaksanaan takbir bisa dilaksanakan sendiri atau bersama-sama, baik dengan suara keras maupun pelan.
Umat Islam, pemerintah, dan masyarakat perlu menggemakan takbir, tahmid, dan tahlil saat malam Idul Fitri sebagai tanda syukur sekaligus doa agar wabah covid-19 segera berlalu.
• Muhammadiyah Telah Tetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H, Kapan Jadwal Pemerintah Gelar Sidang Isbat?
Wacana Relaksasi PSBB di tempat ibadah
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Anwar Abbas mengingatkan kebijakan relaksasi pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ) di Rumah ibadah harus didasari dengan melihat potensi perlindungan manusia dari wabah virus corona ( covid-19 ).
Hal ini ia katakan terkait wacana Menteri Agama Fachrul Razi melakukan relaksasi PSBB di Rumah ibadah.
"Bagi MUI yang penting apakah dengan tindakan relaksasi itu diri dan jiwa manusia bisa terlindungi atau tidak," kata Anwar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5/2020).
"Kalau bisa (terlindungi) silakan dilakukan dan kalau tidak bisa ya jangan dilakukan karena itu jelas berbahaya dan sangat bertentangan dengan tujuan syara' atau agama," lanjut dia.
Menurut Anwar, menjaga keselamatan jiwa adalah hal yang wajib dalam agama Islam.
Oleh karena itu dia berharap kebijakan relaksasi bisa didasari dengan keselamatan manusia.
Sementara itu, ia juga merasa pihaknya tidak perlu lagi mengeluarkan fatwa terkait relaksasi PSBB.
Sebab, kata Anwar, MUI sudah mengeluarkan fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.
"fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 sudah bisa memberikan pedoman kepada umat dan masyarakat tentang bagaimana kita harus bersikap," ujar Anwar.
Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi membuka opsi untuk melakukan relaksasi PSBB terkait Covid-19 untuk Rumah ibadah.
• Tips Menjaga Rumah Hindari Kriminalitas ala Warga Pesona Bukit Batuah Balikpapan Jelang Idul Fitri
Hal ini ia katakan untuk menanggapi pertanyaan dari beberapa anggota Komisi VIII terkait pelaksanaan pembatasan aktivitas agama di Rumah ibadah dalam rapat kerja secara virtual dengan Komisi VIII DPR, Senin (11/5/2020).
"Memang tadi juga sudah berniat mengusulkan, kalau ada relaksasi nanti terutama misalnya di sarana perhubungan, relaksasi di mal.
Coba kami tawarkan juga ada relaksasi di Rumah ibadah, tapi belum kami ajukan," ujar Fachrul.
Menag Fachrul Razi juga mengaku sempat mendiskusikan opsi tersebut dengan beberapa direktur jenderal (dirjen) di kementeriannya.
Dari hasil diskusi tersebut, lanjut dia, perlu ada beberapa persiapan yang harus dilakukan, termasuk siapa penanggung jawab pelaksanaan relaksasi tersebut.
Fachrul mengaku belum bisa mengangkat usul tersebut ke publik.
Sebab, kata dia, usul tersebut perlu dibahas lebih lanjut dengan presiden dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
(*)