Virus Corona

Pemerintah Sebut New Normal Bukan Pelonggaran PSBB, Kegamangan Tenaga Medis, Pesimis Akhir Pandemi

Pemerintah menyebut new normal bukan pelonggaran PSBB, begini kegamangan tenaga medis, pesimis akhir pandemi covid-19.

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Ilustrasi. Petugas membawa keluar jenazah pasien dalam pengawasan ( PDP ) Covid-19 yang meninggal dari ruang isolasi RSUD Kota Bogor, Senin (11/5/2020). Pemerintah menyebut new normal bukan pelonggaran PSBB, begini kegamangan tenaga medis, pesimis akhir pandemi covid-19. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pemerintah menyebut new normal bukan pelonggaran PSBB, begini kegamangan tenaga medis, pesimis akhir pandemi covid-19. 

Rencana penerapan new normal mengundang kekhawatiran sejumlah pihak, namun Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, istilah new normal lebih menitikberatkan perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Namun, skenario new normal ini berpotensi menciptakan peningkatan kasus covid-19 lagi dan berimbas pada tenaga medis, khususnya para perawat, begini kegamangan perawat yang pesimis dengan akhir pandemi.

Pemerintah Indonesia belakangan menggaungkan istilah the new normal atau pola hidup normal versi baru yang menuntut warga hidup berdamai dan berdampingan dengan pandemi covid-19 yang belum kelihatan ujungnya.

Dalam new normal, ada indikasi bahwa beberapa sektor kegiatan yang tadinya ditutup akan dibuka kembali.

Namun, skenario new normal ini berpotensi menciptakan peningkatan kasus covid-19 lagi dan berimbas pada tenaga medis, khususnya para perawat.

Berang, Respons Mengejutkan China Saat 62 Negara Termasuk Indonesia Dorong Investigasi Asal Covid-19

Bagaimana New Normal Setelah Pandemi Covid-19, Perubahan ketika Virus Corona Disebut tak Akan Hilang

Dampak Corona, Negara-negara Eropa Gagas Bersepeda, Jadi Kehidupan Normal yang Baru?

Terapkan Protokol Kesehatan, Warga Diminta Bersiap Hadapi Era Normal Baru

"Ini yang menjadi perhatian kami. Kami sudah punya prediksi, khawatir ada banyak eskalasi kasus. Jika kasus meningkat, maka kami-kami juga yang menjadi ujung tombak," ujar Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ), Harif Fadhillah ketika dihubungi Kompas.com pada Senin (18/5/2020).

Data Pemerintah "Menjadi kegamangan tersendiri (bagi perawat) karena itu tadi, berarti masih lama kami akan bertugas seperti hari ini," lanjut dia.

Sulit dibantah, para perawat bersama dokter dan tenaga medis lain merupakan kalangan yang paling rentan dengan risiko terpapar covid-19.

Mereka bekerja sekitar 8 jam sehari dan selama itu pula tubuh mereka dibungkus alat pelindung diri lengkap.

Mereka berhubungan langsung dengan pasien suspect maupun positif covid-19 di tempat paling terpapar.

Hingga saat ini, data PPNI menyebutkan, 20 perawat pasien covid-19 telah meninggal dunia, 59 saat ini positif covid-19, dan 68 perawat kini tengah dirawat sebagai pasien suspect maupun positif covid-19.

"Tingkat kematian tenaga medis Indonesia ternyata sekitar 6,5 persen (dari total kematian akibat covid-19), data dari The Conversation," ujar Harif.

"Itu tinggi sekali, sementara negara lain (rata-rata global kematian tenaga medis) 0,3 persen.

Artinya, memang kita merasa tidak dilindungi kalau demikian caranya," lanjutnya.

Jumlah itu diperkirakan bakal meningkat seiring dengan potensi lonjakan kasus covid-19 akibat penerapan new normal jika tak dibarengi protokol kesehatan.

Tak ada garansi new normal diimbangi dengan protokol ketat

Harif menyebutkan, hingga hari ini, praktis para perawat sudah hampir 3 bulan para perawat tak bisa pulang ke rumah karena menjalani tugas ini.

Ia tak meragukan dedikasi dan idealisme para perawat, namun ia menganggap wajar apabila para perawat merasa gamang.

"Sementara orang lain bisa pulang kampung, mudik, ketemu keluarga, sementara mereka semakin jauh harapannya untuk bisa kembali seperti semula," kata Harif.

Kegamangan itu makin terasa dengan potensi terjadinya lonjakan kasus covid-19 akibat new normal yang digaungkan pemerintah.

Pasalnya, menurut Harif, tak ada jaminan bahwa pelaksanaan new normal kelak akan berlangsung optimal, dengan protokol kesehatan diterapkan secara ketat di mana-mana.

Terlebih, bukan hanya new normal, pemerintah juga akan melakukan pengurangan PSBB, sesuatu yang diklaim oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy kemarin, berbeda dengan pelonggaran PSBB.

"Masalahnya, yang mau diimplementasikan oleh pemerintah adalah relaksasi PSBB. Kalau new normal-nya orang harus jaga jarak, ya bagus-bagus saja.

Jangan seperti di bandara kemarin, itu bukan new normal namanya!" tegas Harif, merujuk insiden membludaknya Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (14/5/2020) lalu tak lama setelah pemerintah mengizinkan beroperasinya transportasi umum.

"Mau mal buka, kantor buka, tapi protokol kesehatan harus tetap diterapkan, jarak antarorang 1 meter, banyak fasilitas cuci tangan, pakai masker.

Tapi kalau kita lihat konteks hari ini, orang-orang kita disiplinnya sangat kurang, PSBB belum dilonggarkan saja sudah banyak pelanggaran, apalagi jika nanti dilonggarkan?" tambah dia.

Para perawat pun semakin pesimistis melihat akhir cerita pandemi ini di Indonesia.

Harapan bahwa mereka dapat segera bernapas lega, semakin hari semakin surut, apabila new normal betul-betul diterapkan tanpa protokol kesehatan yang ketat.

"Kira-kira begitu lah, ya (semakin jauh dari optimisme), walaupun teman-teman itu jarang mengeluarkan keluhan semacam itu karena memang sudah menjadi tugas harian," ujar Harif.

Sementara, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, istilah new normal lebih menitikberatkan perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Hal ini disampaikan menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk tenaga kesehatan, atas rencana penerapan new normal.

" New normal adalah perubahan budaya. (Misalnya) Selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan, dan seterusnya," ujar Yuri saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (18/5/2020).

Selain perubahan perilaku masyarakat, lanjut Yuri, new normal nantinya juga mengubah paradigma pelayanan kesehatan.

"Yang mana, kata Yuri, layanan kesehatan akan mengedepankan cara online. Nanti dari konsultasi akan ditentukan kapan ketemu dokter jika diperlukan.

Mengedepankan itu bukan mengharuskan, tetapi tergantung kondisi dan situasi," ungkap dia.

Lebih lanjut, Yuri mengungkapkan, meski menggaungkan new normal, Presiden Joko Widodo hingga saat ini tidak menginstruksikan untuk melonggarkan pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ).

Dia menilai, kekecewaan tenaga kesehatan saat ini disebabkan perilaku masyarakat yang kurang disiplin mematuhi protokol pencegahan penularan virus corona ( covid-19 ).

"Yang pasti sampai sekarang Presiden tidak melonggarkan PSBB. Rakyat diminta patuh, tenaga kesehatan kecewa sama perilaku masyarakat yang tidak patuh," tutur Yuri.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia belakangan menggaungkan istilah the new normal atau pola hidup normal versi baru yang menuntut warga hidup berdamai dan berdampingan dengan pandemi covid-19.

Ikuti >>> Update virus Corona

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah: New Normal adalah Perubahan Budaya, Bukan Pelonggaran PSBB" dan "Kegamangan Tenaga Medis di Tengah Skenario The New Normal Indonesia..."

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved