IDI Bontang Soroti Ada Perlakuan Beda di Masyarakat, Pusat Belanja Terbuka, Rumah Ibadah Dibatasi
Ketua Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) Bontang, dr Suhardi mencoba memahami kondisi di mana ada perlakuan yang tak sama di masyarakat, terkait perilaku
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG- Demi mencegah penularan Virus Corona meluas, pemerintah melarang warga untuk shalat berjamaah di masjid, termasuk imbauan tidak shalat Jumat, tarawih dan idulfitri.
Pemerintah pun menjadi sorotan ketika sejumlah mall dan pusat perbelanjaan tetap dibuka di tengah kondisi covid-19.
Warganet pun menyoroti hal tersebut, kenapa mall tetap buka sedangkan masjid dan tempat ibadah lainnya ditutup.
Peran pemimpin dan tokoh masyarakat dibutuhkan untuk mereduksi polemik di masyarakat.
Misalnya, soal pelaksanaan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah di Bontang, Kalimantan Timur, apakah bisa digelar di masjid atau tidak di tengah pandemi Virus Corona atau covid-19 yang terjadi.
Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) Bontang, dr Suhardi kepada Tribunkaltim.co saat dihubungi via telepon.
• Bocah SD di Balikpapan Lelang 18 Lukisan Buat Nyumbang Tim Medis Covid-19, Walikota Beli Rp 1 Juta
Ia mencoba memahami kondisi di mana ada perlakuan yang tak sama di masyarakat, terkait perilaku hidup di tengah pandemi.
Pintu cafe dan pusat perbelanjaan terbuka, namun kenapa aktivitas di rumah ibadah dibatasi.
"Semacam di mal dan cafe, lho itu, kok, gak dibatasi? Sementara di sisi lain tempat ibadah ditutup. Itu yang kadang bikin, kenapa? Kalau semua ditutup, tutup semua. Jadi sama-sama," ucapnya.
Hal itulah yang dianggap jadi pemicu polemik yang terjadi, sehingga muncul keinginan melaksanakan shalat Ied di masjid pada puncak hari kemenangan umat muslim setelah sebulan berpuasa.
"Kalau seperti ini, peran pemimpin dan tokoh masyarakat dibutuhkan. Ketegasan, juga mengimbau yang sama ke arah kebaikan. Jangan, di sisi lain orang dibiarkan, di sisi lain nggak boleh," ujarnya.
Dalam pandangan medis sampai saat ini Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) tetap berpegangan kepada protokol kesehatan yang dikeluarkan Kemenkes RI.
Di mana physical distancing, work from home, stay at home jadi pedoman utama menghadapi pandemi ini.
"Semua aktivitas sebisa mungkin di rumah saja," tuturnya.
• 135 Calon Penumpang Gagal Terbang di Bandara Balikpapan Karena Hasil Rapid Test Reaktif Covid-19
Pihaknya lebih condong pelaksanaan shalat Id dilakukan di rumah masing-masing. Sebab potensi terjadi outbreak penyebaran covid-19 sangat tinggi. Apalagi kalau bukan berkumpulnya massa dalam jumlah besar di suatu tempat.
"Shalat tetap di rumah saja. Kalau ditimbang dengan dibukanya itu (shalat Id di masjid), lalu terjadi outbreak, itu yang menakutkan.
Dipastikan nantinya menyerap tenaga kesehatan banyak, alat kesehatan banyak, efek paralelnya banyak. Dampaknya ujung-ujungnya (tambah beban) tenaga kesehatan," ungkapnya.
Jangan sampai lantaran banyak pasien positif covid-19 sembuh di Bontang, justru membuat masyarakat percaya diri berlebihan bahwa virus ini tak lagi berbahaya.
"Sudah mulai turun (tren). Yang positif membaik. Orang merasa aman. Khawatir tak bisa memberikan pelajaran kepada masyarakat. Kalau masyarakat seakan-akan merasa aman, memang susah," ujarnya.
Suhardi mengaku tak hanya sepakat dengan pembatasan aktivitas di tempat ibadah, namun juga sama sepakatnya dengan pembatasan pasar dan pusat perbelanjaan.
Diperlukan ketegasan pemimpin juga andil tokoh masyarakat di Bontang, bahwa virus ini masih mengancam di sekitar kita.
"Para ulama sepakat substansi dasarnya tak apa. Artinya tak menyalahi juga. Pikirkan lagi pertimbangan risikonya. Terjadi outbreak," ucapnya.
• Pasien Positif Corona di Bontang Tertular Pamannya, Sempat Masuk Kerja dan Kontak Sejumlah Orang
Sekjen MUI Soroti Ketegasan Pemerintah Soal Mall Buka, Tapi Masjid Tidak, Ini Tanggapan Mahfud MD
Sekjen MUI Anwar Abbas mempertanyakan kenapa pemerintah tidak mengambil tindakan tegas untuk menghadapi masyarakat yang berkumpul di mall dan pusat perbelanjaan.
Seperti diketahui, Pemerintah memutuskan melarang solat Ied masif berjamaah. Lalu muncul pertanyaan, mengapa masjid ditutup, sementara mall justru buka?
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan bahwa keputusan tersebut merujuk pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Tapi bedanya apa? kalau majelis ulama itu sifatnya fatwa, kalau kita menekankan bahwa menurut undang-undang dan Permenkes yang sekarang berlaku beribadah secara berkelompok dalam jamaah besar itu termasuk yang dilarang dalam rangka menjaga keselamatan dari penularan covid-19 (Virus Corona," kata Mahfud MD, Selasa (19/5/2020).
Sejauh ini, menurut Mahfud MD, kekecewaan MUI terhadap keputusan pemerintah dalam penerapan PSBB hanya bersifat pribadi dari anggota, bukan secara kelembagaan.
"Mungkin saya tidak melihat juga sih kalau ada misalnya Majelis Ulama kecewa dengan apa yang terjadi. Pertama itu kan pernyataan orang Majelis Ulama, bukan Majelis Ulamanya yang mengatakan," katanya.
Misalnya mengenai adanya anggapan tempat ibadah ditutup sementara mall dibuka.
Mahfud MD mengatakan mall yang diperbolehkan buka adalah yang termasuk 11 sektor yang diperbolehkan beroperasi.
"Misalnya kenapa masjid ditutup, mal-mal itu kok dibuka? Saya kira yang dibuka itu bukan melanggar hukum, juga karena memang ada sektor atau 11 sektor tertentu yang oleh undang-undang boleh dibuka dengan protokol tetapi yang melanggar seperti IKEA itu kan juga ditutup pada akhirnya, yang melanggar ya," katanya.
Sementara itu terkait beroperasinya bandara, menurut Mahfud MD, untuk mengangkut orang-orang karena tugas-tugas dan pekerjaan yang menyangkut penanganan penyebaran covid-19.
"Yang melanggar ketentuan itu juga ditindak yang tidak sesuai dengan aturan itu," katanya.
Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai ada anomali kebijakan pemerintah dalam penanganan Virus Corona.
Di satu sisi, pemerintah dengan tegas mencegah orang untuk berkumpul di masjid melaksanakan shalat Jumat dan shalat berjamaah.
Tetapi, di sisi lain, pemerintah tidak mengambil tindakan tegas untuk menghadapi masyarakat yang berkumpul di pasar, pusat perbelanjaan, hingga bandara.
"Yang menjadi pertanyaan mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid, tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, mal, bandara, kantor dan pabrik?" kata Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas. (*)