Benarkah Palestina Dihapus dari Google Maps dan yang Muncul Israel? Lihat Penampakan & Penjelasannya
Saat ini topik kenapa negara Palestina hilang di Google Maps sedang ramai dibicarakan masyarakat dunia.
TRIBUNKALTIM.CO - Pertanyaan apakah benar Palestina sudah dihapus dari Google Maps banyak ditanyakan.
Topik kenapa negara Palestina hilang di Google Maps sedang ramai dibicarakan masyarakat dunia.
Apakah benar Palestina dihapus dari Google Maps?
Faktanya, benar Nama Palestina tidak ada di Google Maps alias tidak tercantum di wilayah yang seharusnya merupakan negara Palestina dalam Google Maps.
• Isu Peta Palestina Dihapus dari Google Maps dan Apple Kembali Buat Heboh, Begini Fakta Sebenarnya
• Tradisi Unik Saat Ramadhan di Berbagai Negara, Indonesia, Palestina,hingga Mesir, Padusan dan Kunafa
• Mirip Perjuangan Palestina dan Papua, Benny Wenda: Butuh Waktu Panjang
• Hayya The Power of Love 2, Kisah Jurnalis Perang di Konflik Palestina, Tayang Perdana Hari Ini.
Dalam aplikasi Google Maps, bila diketik nama Palestina, memang benar tidak akan muncul nama Palestina melainkan Israel.
Siapapun yang mencari Palestina di Google Maps sekarang akan diarahkan ke wilayah geografis yang bernama Israel.
Wilayah Israel ditandai di peta, berpotongan dengan garis-garis yang menggambarkan wilayah Palestina.
Berikut ini tangkapan layar dari aplikasi Google Maps:

Tidak adanya nama Palestina di peta tersebut menimbulkan pertanyaan di masyarakat dunia.
Padahal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara di dunia mengakui negara Palestina.
Mengutip History, lebih dari 135 negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
• INFO Kode Redeem Free Fire Terbaru 18 Juli 2020, Bisa Dapat Bundle Alok Gratis, Segera Coba
• Ini Keunikan Akpol 1991 Versi IPW, Prasetijo Utomo, Krishna Murti, Listyo Sigit & M Iqbal Seangkatan
Artinya, sekitar 82 persen populasi dunia secara resmi mengakui Palestina sebagai negara.
Bagaimana penampakannya ? Klik Link Palestina hilang di Google Maps di SINI
Mengapa Palestina dihapus dari Maps?
Tidak ada kepastian apakah benar Google sengaja menghapus Palestina dari Google Maps atau apa alasan Palestina dihapus dari Google Maps.
Melansir Independent, Google tidak segera memberikan komentar terhadap tuduhan tersebut.
Tetapi bagian dari situs webnya didedikasikan untuk menyatakan batas-batas yang disengketakan, dengan ketentuan:
Batas yang disengketakan ditampilkan sebagai garis abu-abu putus-putus.
Tempat-tempat yang terlibat tidak menyetujui batas.
Dengan demikian, bisa disimpulkan alasan kenapa Palestina tidak ada di Google Maps karena Google menganggap Palestina sebagai wilayah yang masih terlibat sengketa.
• Hasil Lengkap Kualifikasi MotoGP 2020 di Sirkuit Jerez Spanyol, Marquez Posisi 3, Valentino Rossi?
• Siapa Cepat Dapat! Tukar 12 Kode Redeem FF Terbaru Sabtu 18 Juli 2020 & Cek Daftar FF Advance Server
Hal serupa pernah terjadi pada beberapa tahun lalu.
Masyarakat dunia terutama pendukung Palestina juga mempertanyakan kepada Google mengapa Palestina dihapus dari Maps.
Mengutip pemberitaan The New York Times pada 11 Agustus 2016, seorang juru bicara mengatakan tidak pernah ada label Palestina di Google Maps.
Pada saat itu pihaknya mengemukakan, ditemukan bug yang menghapus nama Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dan mengatakan segera mengatasinya.
Di mana letak Palestina?
Palestina terletak di bagian barat benua Asia.
Mengutip History, Palestina adalah wilayah daratan kecil sekitar 2.400 mil persegi.
Hingga 1948, Palestina mencakup wilayah geografis yang terletak di antara Laut Mediterania dan Sungai Jordan.
Secara teoritis, Palestina mencakup Tepi Barat atau West Bank (wilayah yang membagi Israel dan Yordania modern) dan Jalur Gaza (tanah yang berbatasan dengan Israel dan Mesir modern).
Beberapa waktu lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyanggah tuduhan Ramallah telah membuang kesempatan berdamai setelah menolak rencana perdamaian Trump.
Mahmoud Abbas menyerukan PBB agar berkomitmen terhadap perdamaian yang adil, komprehensif, serta sebagai opsi strategis.
Abbas menyatakan itu dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York.
Dimana dia menolak rencana perdamaian dengan Israel yang digagas Presiden AS Donald Trump.
Presiden Palestina berusia 64 tahun itu mengatakan, rencana yang dipaparkan pada 28 Januari itu merupakan upaya melikuidasi masalah Palestina, seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (12/2/2020).
Dalam pidatonya, dia jelas menyiratkan kekecewaan sembari menunjukkan pembagian negara untuk Palestina yang tertuang dan kerangka Presiden AS berusia 73 tahun itu.
"Ini adalah negara yang akan mereka beri kepada kami," ujarnya sembari memegang peta itu.
"Ini seperti bentuk Keju Swiss!" sembur Abbas.
Abbas menolak segala yang ditawarkan dalam rencana damai dengan Israel.
Mulai dari aturan, pendudukan yang dilakukan Tel Aviv dan permukiman ilegal Yahudi.
Dia juga menyampaikan rasa hormat kepada semua pihak di belahan bumi manapun yang turut menolak rencana tersebut.
Dia mengecam keputusan yang dibuat pemerintahan Trump atas negaranya.
Dimana tawaran itu malah menyalahi Konstitusi AS.
Abbas pun menuding Washington bertindak bias dengan mengampanyekan aturan yang dimotori oleh menantu sekaligus penasihat Trump, Jared Kushner.
Abbas menjelaskan, perdamaian dua negara masih sangat dimungkinka, dan menekankan negaranya bukanlah teroris.
"Kami memerangi kekerasan juga terorisme di seluruh penjuru dunia. Kami juga memiliki protokol kerja sama dengan AS," klaimnya.
Presiden Palestina sejak Januari 2005 itu mengungkapkan, Washington memang sering menawarkan bantuan ekonomi dan finansial.
Namun tak pernah memberi solusi politik.
Dalam pengumuman yang disampaikan bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Selasa (28/1/2020), Trump menyampaikan pokok rencana perdamaiannya.
Di antaranya adalah mengakui kedaulatan Israel berdasarkan wilayah yang diduduki.
Dimana Israel membangun permukiman.
Kemudian Yerusalem adalah "ibu kota Israel yang tak terbagi", seraya menawarkan Abu Dis, kawasan pinggiran Yerusalem Timur, sebagai ibu kota masa depan Palestina.
Kemudian presiden dari Partai Republik tersebut menekankan penduduk kedua negara tidak akan tercerabut dari wilayah mereka masing-masing.
Berarti, Trump tidak akan mengulik permukiman Yahudi di Tepi Barat, yang oleh sebagian komunitas internasional termasuk PBB menganggapnya ilegal.
Palestina hanya mendapatkan wilayah demiliterisasi di beberapa bagian Tepi Barat dan Gaza yang terputus-putus.
Wilayah itu hanya dihubungkan oleh serangkaian jalan, jembatan dan terowongan.
Kushner menjelaskan, Ramallah bakal mendapat masalah besar saat berhadapan dengan komunitas internasional jika sampai rencana itu batal.
"Ini adalah kesepakatan besar bagi mereka. Jika mereka bersedia datang dan berunding, maka saya pikir mereka akan mendapat sesuatu yang bagus," tukasnya.
Liga Arab dalam pertemuan darurat di Kairo pada awal Februari 2020 sudah menekankan mereka hanya mengakui solusi dua negara sebagai perdamaian Israel serta Palestina.
Solusi itu merujuk kepada kesepakatan sebelum Perang Enam Hari 1967, dimana Israel mencaplok Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.
Liga Arab juga menegaskan sikap mereka, Yerusalem Timur harus menjadi ibu kota negara Palestina di masa mendatang.
Sejarah singkat Palestina
Mengutip History, Palestina adalah wilayah daratan kecil sekitar 2.400 mil persegi.
Palestina berperan penting dalam sejarah kuno dan modern Timur Tengah.
Hingga 1948, Palestina mencakup wilayah geografis yang terletak di antara Laut Mediterania dan Sungai Jordan.
Secara teoritis, Palestina mencakup Tepi Barat (wilayah yang membagi Israel dan Yordania Modern) dan Jalur Gaza (tanah yang berbatasan dengan Israel dan Mesir modern).
Tetapi ada yang menganggap daratan ini sebagai Israel masa kini.
Palestina menjadi tempat terjadinya konflik politik terus menerus karena banyak upaya keras dari beberapa pihak untuk menguasai tanah Palestina karena dianggap sakral atau tanah suci.
Orang-orang Arab yang menyebut tanah ini sebagai tanah air disebut bangsa Palestina.
Para ahli meyakini, nama Palestina berasal dari kata Philistia, merujuk pada orang Filistin yang menduduki wilayah itu di abad 12 SM.
Sepanjang sejarah, Palestina dikuasai banyak kelompok, yaitu Assyria, Babylonia, Persia, Yunani, Romawi, Arab, Fatimiyah, Turki Seljuk, Tentara Salib, Mesir, Mameluk dan Islamis.
Selama 1517-1917, Kekaisaran Ottoman memerintah sebagain besar wilayah itu.
Ketika Perang Dunia I berakhir pada 1918, Inggris mengambil kendali atas Palestina.
Liga Bangsa-bangsa mengeluarkan mandat, berupa dokumen yang memberi Inggris tanggung jawab membangun tanah air bangsa Yahudi di Palestina yang mulai berlaku pada 1923.
Pada 1947, PBB mengajukan rencana membagi dua Palestina, yaitu wilayah independen Yahudi dan wilayah independen Arab dengan Yerusalem sebagai wilayah internasional.
Yahudi menerima rencana itu tetapi kebanyakan orang Palestina dan Arab menolak.
Mereka mulai membentuk pasukan sukarela di seluruh Palestina.
Pada Mei 1948, kurang dari setahun setelah Partition of Palestine (Pemisahan Palestina) dikemukakan, Inggris menarik diri dari Palestina dan Israel menjadi negara merdeka.
Sekitar 700.000-900.000 warga Palestina melarikan diri atau terpaksa meninggalkan rumah.
Pecah perang antara orang-orang Yahudi dan Arab di wilayah itu.
Perang Arab-Israel 1948 melibatkan Israel dan lima negara Arab, yaitu Yordania, Irak, Suriah, Mesir dan Lebanon.
Konflik ini menandai dimulainya tahun-tahun penuh kekerasan antara Arab dan Israel.
Pada 1964, Palestine Liberation Organization atau PLO (Organisasi Pembebasan Palestina atau PLO) dibentuk untuk mendukung rencana membangun negara Palestina di Israel.
Munculnya PLO sebagai respons terhadap Zionisme, sebuah gerakan terorganisir untuk membangun kembali tanah air Yahudi di Israel.
Pada 1969, pemimpin Palestina Yasser Arafat menjadi Ketua PLO dan memegang gelar itu hingga meninggal pada 2004.
Pada 5-10 Juni 1967 terjadi The Six-Day War, penyerangan Israel terhadap Mesir, Yordania dan Suriah.
Israel mengambil alih beberapa wilayah seperti Jalur Gaza, Tepi Barat (West Bank), Semenanjung Sinai dan dataran tinggi Golan.
Peperangan berlanjut bertahun-tahun kemudian.
Pada 1987, konflik Intifada Pertama pecah dipicu oleh pendudukan Israel atas Gaza dan Tepi Barat.
Proses perdamaian diupayakan yang dikenal dengan Kesepakatan Damai Oslo (Oslo Peace Accords) untuk mengakhiri kekerasan.
Oslo I itu ditandatangani pada 1993, disaksikan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Palestina Yasser Arafat.
Terbentuklah pemerintahan Palestina yang baru.
Pada 1995, Oslo II diadakan untuk meminta Israel menarik mundur pasukannya dari Tepi Barat dan area lainnya.
Sekaligus menjadwalkan Pemilihan Dewan Legislatif Palestina.
Konlik Intifada Kedua pecah pada September 2000 dipicu kunjungan Ariel Sharon (yang nantinya menjadi Perdana Menteri Israel) di Masjid Al-Aqsa Yerusalem.
Pada 2005, pasukan Israel mundur dari Gaza. Pada 2006, kelompok militan Islam Sunni, Hamas, memenangkan pemilihan legislatif di Palestina.
Di tahun ini, terjadi perseteruan antara Hamas dan Fatah, kelompok politik yang mengendalikan PLO.
Pada 2007, Hamas mengalahkan Fatah pada pertempuran Gaza. Hamas dan Israel terlibat perang, yaitu Operation Cast Lead (Desember 2008), Operation Pillar of Defense (November 2012), dan Operation Protective Edge (Juli 2014). Pada April 2014, Hamas dan kelompok Fatah bersepakat membentuk pemerintah Palestina yang bersatu.
Pada Mei 2017, para pemimpin Hamas (pemegang kekuasaan Palestina) mengusulkan pembentukan negara Palestina menggunakan perbatasan sesuai ketentuan 1967, dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.
Tetapi menolak mengakui Israel sebagai negara.
Pemerintah Israel langsung menolak rencana tersebut.
Hingga saat ini para pemimpin dunia terus bekerja mencari resolusi terbaik yang menghasilkan perdamaian di wilayah itu.
Bangsa Palestina masih memperjuangkan negara Palestina yang berdaulat dan diakui secara resmi semua negara di dunia. Karena meski orang-orang Palestina menduduki wilayah utama tetapi populasi besar orang Israel terus menetap di sana.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apakah Benar Palestina Sudah Dihapus dari Google Maps?" dan "Mengapa Palestina Tidak Diakui Sebagai Negara?"