Idul Adha
Kisah Haru Nenek Sumiati Penyapu Jalan Berkurban Sapi dan Kambing Usai Menabung 15 Tahun
Keriput di wajah Nenek Sumiati adalah gambaran perjuangan hidupnya. Kisah perempuan yang tegar dalam menjalani pilihannya dan takdir Rabb nya.
Penulis: Aris Joni | Editor: Mathias Masan Ola
Nek Nok pun merantau ke Surabaya, bekerja di Kawasan Ampel Maghfur, bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada keluarga Arab. Namun 6 bulan kemudian dia dijemput keluarganya dan dibawa pulang kembali ke Jember.
Tahun 1978, seorang diri Nek Nok merantau ke Tenggarong. Tiga bulan di kota itu, di pasar Tangga Arung dia bertemu dengan seorang lelaki Banjar yang kemudian menikahinya.
Mereka punya 5 orang anak, namun anak ketiga, satu-satunya anak perempuannya meninggal. Anak lelaki yang pertama bernama Haryono, 41 tahun. Dari anak sulungnya nama Nenek Nonok disematkan.
Haryono bekerja sebagai tukang bangunan. Anak keduanya Heru Madianto, usianya 38 tahun dan bekerja sebagai tukang parkir. Pada anak keduanya Nek Nok sering minta pendapat dan minta dipijat jika kelelahan atau minta diantar berobat.
Anak ketiganya Rahmat, 25 tahun, bekerja sebagai sopir pada juragan ikan di Samarinda dan belum menikah. Anak bungsunya Juhri, berusia 22 tahun, tinggal dan bekerja di Kota Samarinda sebagai pedagang pisang di Pasar Segiri.
Awal kehidupannya di Tenggarong tidaklah mudah. Saat anak-anaknya masih kecil Nek Nok bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dalam himpitan ekonomi saat itu, diapun pernah menjadi pemulung barang-barang bekas dan kardus.
Dia tidak malu melakukannya, dipikirannya adalah menjaga rezekinya senantiasa halal juga berkah. Sehari-hari Nek Nok berjualan kelontong dengan rombong kecilnya, hingga saat ini. Dia berdagang gula, kopi, teh, permen, minuman energi.
Dulu dia berjualan di sisi tepi Sungai Mahakam, dekat Toko Terang. Seiring penggusuran kawasan Tanjung dan tepi Sungai Mahakam di jantung kota, Nek Nok berjualan di dalam kawasan Pasar Seni, karena tempatnya berdagang menjadi jalan raya yang sibuk.
Keriput wajahnya adalah cermin kerasnya usaha dan tekadnya untuk bertahan hidup. Sejak tahun 2000 Nek Nok bekerja sebagai pasukan kuning yang bertugas sebagai penyapu jalanan. Wilayah kerjanya di depan Pasar Seni, kawasan yang ramai lalu lintas.
Pernah disaat shubuh dia diserempet motor pada tulang iganya. Pengendara itupun melarikan diri tanpa menolongnya. Namun Nek Nok tidak marah dan menduga orang itu sedang terburu-buru untuk melakukan sesuatu yang penting, tak ada prasangka buruknya.
Baca juga; Tahukah Anda Mengapa Sebaiknya Daging Tidak Dicuci dengan Air? Berikut ini Penjelasan Lengkapnya
Baca juga; Setelah Menyantap Kuliner Daging di Momen Idul Adha, Ini 7 Makanan yang Ampuh Turunkan Kolesterol
Pernah juga Nek Nok diserempet mobil, sikapnya tetap sama, tidak marah, berprasangka baik dan langsung memaafkan. Tahun 2020 awal, wilayah kerja Nek Nok pun berubah, dekat Gedung Juang, berseberangan dengan wilayah ex Tanjung, tak jauh dari Pasar Seni. Awal bekerja sebagai pasukan kuning gajinya sebesar 150 ribu perbulan dan sekerang menjadi sekitar 2,2 juta perbulan.
Saat kawasan Tanjung digusur, Nek Nok mendapat ganti rugi sebesar 59 juta rupiah. Dibelinya sebidang tanah di kawasan jalan Mangkuraja sebesar 20 juta, juga bahan bangunan. Anaknya yang mengerjakan rumahnya. Kini rumah itu dihuni anaknya. Nek Nok tetap tinggal di dalam kawasan Pasar Seni, dalam bangunan non permanen yang menjadi satu dengan lapak dagangannya.
Saat proyek penggusuran dilaksanakan, juga pada saat pasca jembatan runtuh, dagangan Nek Nok laris oleh pekerja proyek dan orang-orang yang hendak menyeberang. Meski demikian, tetap saja ada orang yang berhutang dan menipunya. Dan selalu dimakaafkan.
Kepolosan dan sifatnya untuk selalu berprasangka baik membuat Nek Nok sering ditipu. Di tahun 2018 kemarin seseorang menawarinya tanah seluas 2 hektar di kawasan Loa Kulu seharga 7 juta rupiah. Ternyata tanah yang ditawarkan ke Nek Nok adalah tanah milik perusahaan dengan surat tanah palsu. Padahal untuk membeli tanah tersebut Nek Nok menjual perhiasan emasnya seberat 20 gram, yang saat menjualnya pun ditemani orang yang menipunya dan Nek Nok pun tetap bersabar,.