Mahfud MD Bongkar Praktik Cukong Pilkada, Cuma 8 Persen Calon Pakai Duit Sendiri, Warga Minta Amplop
Mahfud MD bongkar praktik cukong Pilkada, cuma 8 persen calon pakai duit sendiri, warga minta amplop
TRIBUNKALTIM.CO - Mahfud MD bongkar praktik cukong Pilkada, cuma 8 persen calon pakai duit sendiri, warga minta amplop.
Keterangan mengejutkan disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD jelang Pilkada Serentak, Desember nanti.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini membeberkan ada praktik cukong di Pilkada.
Mahfud MD juga membeber presentasi berapa persen calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada murni dengan biaya sendiri tanpa cukong.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD mengungkapkan fakta tentang praktek kotor dalam pemilihan umum (pemilu).
Ia menyebutkan praktek kecurangan semacam ini nantinya akan menimbulkan korupsi kebijakan, terutama di pemilihan kepala daerah ( Pilkada).
• Refly Harun Beber Ekonomi Sudah Nyungsep Sebelum Covid-19, PSBB Anies Baswedan Hanya Pengalihan
• Ahli Virologi China Ungkap Fakta Baru Bahwa Virus Corona Buatan Tangan Manusia, Beber Bukti Ilmiah
• Akhirnya Jokowi Angkat Bicara Soal Polemik PSBB Jakarta, Fadjroel Rachman Beber Beda dengan Anies
• INSENTIF Kartu Prakerja Gagal Cair, Apa Sebabnya? Peserta Keluhkan Rp 600.000 Tak Kunjung Ditransfer
Hal itu ia sampaikan kepada Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, yang ditayangkan TvOne, Sabtu (12/9/2020).
"Berangkat dari keprihatinan bahwa Pilkada langsung itu telah menimbulkan masalah besar, maraknya korupsi yang semakin besar," papar Mahfud MD.
Ia menyinggung kesaksian politisi Ryaas Rasyid terkait penyelenggaraan Pilkada di daerahnya.
Menurut Ryaas Rasyid, banyak warga yang menunggu adanya 'amplop' berisi sogokan uang untuk memilik calon tertentu.
"Pak Ryaas Rasyid kalau bercerita sebagai penggagas ekonomi daerah di era informasi, di daerah dia di Sumatera Selatan, kalau menjelang Pilkada rakyat itu enggak tidur sampai pagi, lampunya hidup," ungkit Mahfud MD.
"Kenapa? Nunggu serangan fajar, nunggu amplop," jelasnya.
"Sehingga itu dianggap merusak rakyat," tambah Menko Polhukam.
Tidak hanya itu, ia mengungkapkan fakta adanya sosok pemilik modal alias cukong yang membiayai peserta Pilkada tertentu.
Mahfud MD mengungkapkan praktek ini cukup lazim, bahkan hanya 8 persen calon kepala daerah yang menggunakan biaya sendiri.
"Belum lagi permainan percukongan, di mana calon-calon itu 92 persen dibiayai oleh cukong," ungkap Mahfud MD.
Praktek kotor ini menimbulkan dampak ketika calon tersebut terpilih menjadi kepala daerah.
Kepala daerah terpilih yang dibiayai pemodal akan merasa berkewajiban mengembalikan biaya Pilkada.
"Sesudah terpilih itu melahirkan korupsi kebijakan," jelas Mahfud MD.
"Korupsi kebijakan itu lebih bahaya dari korupsi uang. Kalau uang bisa dihitung," tegas mantan Menteri Pertahanan ini.
Dalam tayangan yang sama, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyampaikan fakta yang sama.
"Faktanya dalam kajian KPK sebelumnya, ada sekitar 82 persen calon-calon kada (kepala daerah) didanai oleh sponsor, tidak didanai oleh pribadinya," ungkap Nurul Ghuffron.
"Sehingga itu menunjukkan akan ada aliran-aliran dana dari sponsor kepada calon kepala daerah," terangnya.
• Pemerintah Pusat Sampaikan Sikap Resmi soal PSBB DKI Jakarta, Minggu 13 September Pukul 13.00 WIB
• SERIUS! Analis Ungkap Dampak Bila PSBB Jakarta Dibatalkan, Ada yang Lucu, Nasib Surat Edaran Libur?
Bocoran Bupati Jember
Bupati Jember Faida menyampaikan pernyataan kontroversial terkait praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) saat pemilu.
Dilansir ia lalu mengklarifikasi pernyataan itu dalam tayangan Kompas Bisnis, Selasa (8/9/2020).
Diketahui sebelumnya Faida menyebut harus ada mahar politik senilai puluhan miliar rupiah jika ingin menarik rekomendasi dari partai politik.
Faida lalu mengklarifikasi pernyataan yang menjadi viral tersebut.
Ia memaparkan pernyataan itu muncul saat ada pertanyaan terkait biaya Pilkada.
"Video yang viral itu sebenarnya saya sedang menjadi narasumber webinar tentang kepemimpinan perempuan, bukan tentang mahar politik," jelas Faida.
"Pada saat dialog muncul pertanyaan bagaimana pembiayaan Pilkada," ungkit dia.
Faida menjelaskan dirinya tidak pernah melancarkan praktek mahar politik tersebut untuk mendapat dukungan partai.
Ia memberi contoh, sikap itu ditunjukkannya saat Pilbup Jember 2015.
Menurut Faida, sikapnya tersebut sempat dicemooh orang lain.
Namun ia berhasil maju dalam pemilihan dengan dukungan partai tanpa embel-embel mahar.
"Sebenarnya jawaban saya berawal dari keyakinan saya waktu 2015 dulu saya bilang, 'Saya akan maju Pilkada kalau ada partai politik yang mau memberikan rekomendasi tanpa mahar'," tuturnya.
"Orang bilang itu enggak mungkin. Saya bilang, 'Kalau enggak mungkin, ya enggak jadi maju'," kata Faida.
Namun ia semakin bersikap serius ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.
"Pada akhirnya saya mendapatkan partai politik yang memberikan rekomendasi tanpa mahar, yaitu Nasdem dan PDIP," ungkap Faida.
Sebelumnya Faida menyampaikan fakta tentang praktek mahar politik tersebut dalam sebuah webinar.
Ia menegaskan gajinya sebagai bupati tidak memungkinkan untuk membayar biaya politik senilai miliaran rupiah.
Selain itu, Faida menyebutkan dirinya menolak mengikuti praktek kotor semacam itu.
• JERITAN Nikita Mirzani Akibat Anies Baswedan Berlakukan PSBB Total di Jakarta, Singgung Cari Uang
• Akhirnya Jokowi Angkat Bicara Soal Polemik PSBB Jakarta, Fadjroel Rachman Beber Beda dengan Anies
"Kalau dalam Pilkada mencari rekomendasi saja perlu uang bermiliar-milyar sementara gajinya bupati semua orang tahu rata-rata Rp6 juta.
Kalau toh ada insentif dan lain-lain, dengan biaya puluhan miliar itu saya pasti sulit menjadi pemimpin yang tegak lurus," tegas Faida.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Beberkan Fakta Peran Sosok 'Cukong' dalam Pilkada, Mahfud MD: Calon-calon Itu 92 Persen Dibiayai, https://wow.tribunnews.com/2020/09/13/beberkan-fakta-peran-sosok-cukong-dalam-Pilkada-mahfud-md-calon-calon-itu-92-persen-dibiayai?page=all.