Alasan Najwa Shihab Ngotot Berulang kali Undang Menkes Terawan 'Kami Tentu Punya Posisi Berbeda'

Najwa Shihab diketahui sudah berulang kali ingin mengundang Menteri Kesehatan Terawan untuk membahas penanganan covid-19.

Tangkap layar YouTube Najwa Shihab
Najwa Shihab di acara Mata Najwa. 

TRIBUNKALTIM.CO - Najwa Shihab akhirnya membuka alasan sebenarnya ngotot mengundang Menkes Terawan  hadir di acaranya.

Najwa Shihab diketahui sudah berulang kali ingin mengundang Menteri Kesehatan Terawan untuk membahas penanganan covid-19.

Najwa Shihab sebelumnya menuturkan sudah lima kali mengirimkan undangan, tetapi ditolak.

Aksi Najwa Shibab mewawancarai kursi kosong yang seharusnya diisi oleh Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, sontak jadi sorotan publik.

Najwa Shihab mengungkap sejumlah alasan mengundang Menkes Terawan dalam acara "Mata Najwa" yang dipandunya.

Menurut Najwa Shihab, kehadiran pejabat negara perlu hadir untuk menjelaskan kebijakan yang berimbas kepada publik.

G30S/PKI - Kesaksian Putri DI Panjaitan, Kejamnya PKI Membunuh sang Ayah, Ditembak hingga Diseret

PENGUMUMAN Prakerja Gelombang 10, Lolos atau Tidak, Cek Dashboard prakerja.go.id, Begini Jika Gagal

CEMBURU Rizky Billar Dorong Kursi hingga Lesty Jatuh Gegara Dede Kenang Hal Spesial dengan Hari LIDA

LULUS CPNS Tidak Otomatis Jadi PNS, Masih Ada Tahapan Seleksi Lagi, Kalau Lolos Berapa Gajinya?

Pertama, jika “politik” diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangan untuk Menkes Terawan memang politis.

Namun tak selalu yang politik terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan. Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik.

"Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik," ungkap Najwa, melalui pesan teks WhatApps kepada Tribunnews.com, Selasa (29/9/2020).

Kedua, setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan.

Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya.

"Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya," ujarnya.

Ketiga, tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi.

"Selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang. Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka," terang Najwa

Keempat, warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved