Sidang Kasus Suap Bupati Kutim
Kepala BPKAD Beri Kesaksian Pernah Diminta Bupati Kutim Carikan Uang untuk Modal Maju Pilkada
Sidang lanjutan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur tahun anggaran 2019-2020 kembali digelar, Sen
Penulis: Mohammad Fairoussaniy |
"Dia rekan saya, teman lama di bagian perlengkapan Setkab," ucapnya.
Kemudian anggaran di Dinas Sosial yang dengan anggaran sebesar Rp 2 milliar. Di sana dia turut mengelola anggaran, namun tak mengetahui pihak mana pekerja proyeknya.
"Di BPKAD itu ada sebesar Rp 4 milliar saya juga bisa mengelola, tapi tak tahu siapa yang akan mengerjakan," tuturnya.
Untuk anggaran di Dinas PUPR Kutim, ada terdapat aspirasi bupati sebesar Rp 15 milliar sampai Rp 20 milliar, di mana proyek aspirasi itu dikerjakan oleh terdakwa Aditya Maharani.
"Semua titipan ini saya sampaikan kepada Edward Azran selaku Kepala Bappeda Kutim. Dia sudah mengetahui kalau saya akan meminta anggaran. Karena dia tahu, kalau saya dekat dengan Bupati," ucapnya
"Sejumlah titipan proyek selanjutnya saya laporkan ke Pak Ismu. Bilangnya 'atur saja'. Menurut saya itu adalah izin dari bupati," sambungnya.
Dari setiap proyek titipan tersebut, Musyaffa menerima uang dengan jumlah besar dari hasil pungutan para rekanan swasta. Aliran uang tersebut nantinya akan mengalir ke rekening miliknya apabila sudah pencarian termin.
"Tidak pernah mematok berapa besarannya, biasanya di kisaran 10 persen per proyek. Sebagai bentuk terima kasih karena telah mendapat pekerjaan, nah hasil uang itu saya kumpulkan sendiri dan saya simpan di rekening pribadi saya," tutur Musyaffa.
Sidang yang berlangsung hingga lima jam ini terpaksa kembali ditunda Majelis Hakim.
Keterbatasan waktu pemeriksaan keterangan saksi, akhirya membuat sidang akan kembali dilanjutkan pada Selasa (5/9/2020) esok.
Dengan memintai keterangan dari Ismunandar dan Suriansyah.
"Terima kasih atas keterangan pak Musyaffa. Baik, karena keterbatasan waktu, sidang kita tunda sampai besok dengan agenda yang sama," kata Hakim Agung Sulistiyono.
Diberitakan sebelumnya, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar.
Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim.
Nama Bupati Kutim Nonaktif Ismunandar, serta istrinya, Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim, ikut terseret.
Baca juga: Pedagang Kaki Lima Kalangan Anak di Samarinda, Bisa Meraup Rp 700.000 Sehari, Jual Belas Kasihan
Baca juga: Samarinda jadi Daerah Terbanyak Penyumbang Terkonfirmasi Covid-19 di Kaltim
Kemudian ada pula nama Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Suriansyah alias Anto sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim.
Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya, didakwa JPU KPK lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Deki didakwa menyogok Ismunandar dan Encek UR Firgasih, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar. (Tribunkaltim.co/Mohammad Fairoussaniy)