9 Poin Pernyataan Sikap PBNU Terhadap UU Cipta Kerja, Sesalkan Proses Legislasi yang Terburu-buru
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan sembilan poin pernyataan sikap terkait UU Cipta Kerja
TRIBUNKALTIM.CO - Pengesahan Undang Undang cipta Kerja menimbulkan polemik di masyarakat.
Banyak yang menganggap UU Cipta Kerja merugikan para buruh dan pekerja.
Hal tersebut berujung penolakan di berbagai daerah.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan sembilan poin pernyataan sikap terkait UU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI.
Pernyataan tersebut ditandatangani langsung Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal H Helmy Faishal Zaini pada 8 Oktober 2020.
"Mencermati dinamika terkait proses legislasi dan pengesahan UU Cipta Kerja, Nahdlatul Ulama menyampaikan beberapa sikap," demikian isi surat yang dilansir Tribunnews.com, Jumat (9/10/2020).
Berikut sembilan poin pernyataan sikap PBNU terhadap pengesahan UU Cipta Kerja:
• LENGKAP Jadwal Liga Inggris Pekan ke-5: Derby Merseyside Everton vs Liverpool, M City vs Arsenal
• Gelar Siraman 7 Bulan Kehamilan, Zaskia Gotik Dituding Hamil Duluan, Pernyataan Sirajuddin Mahmud
• RESMI! Kata Pelaksana Soal Prakerja Gelombang 11 Kapan Dibuka Tanggal Berapa, JPS Tak Kalah Menarik!
• Ramalan Zodiak Jumat 9 Oktober 2020, Aries Dilanda Dilema, Libra Mencari Gaya Hidup Baru
1. Nahdlatul Ulama menghargai setiap upaya yang dilakukan negara untuk memenuhi hak dasar warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Lapangan pekerjaan tercipta dengan tersedianya kesempatan berusaha.
Kesempatan berusaha tumbuh bersama iklim usaha yang baik dan kondusif.
Iklim usaha yang baik membutuhkan kemudahan izin dan simplisitas birokrasi.
UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk menarik investasi dengan harapan dapat memperbanyak lapangan pekerjaan dan menyalurkan bonus demografi sehingga dapat mengungkit pertumbuhan serta keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap).
2. Namun, Nahdlatul Ulama menyesalkan proses legislasi UU Ciptaker yang terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik.
Untuk mengatur bidang yang sangat luas, yang mencakup 76 UU, dibutuhkan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian, dan partisipasi luas para pemangku kepentingan.