Lengkap, Hasil Terbaru Pilpres AS, Donald Trump Kejar Suara Joe Biden, Link Live Quick Count
Lengkap, hasil terbaru Pilpres AS, Donald Trump kejar suara Joe Biden, link live quick count
TRIBUNKALTIM.CO - Lengkap, hasil terbaru Pilpres AS, Donald Trump kejar suara Joe Biden, link live quick count.
Joe Biden untuk sementara mengungguli perolehan electoral vote atau suara elektoral milik Donald Trump.
Meski demikian, belum ada satupun Calon Presiden AS ini yang mencapai 270 suara elektoral.
Diketahui, hari ini merupakan hari terakhir Pilpres AS yang akan memilih penguasa Gedung Putih 4 tahun mendatang.
Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020 telah digelar pada Selasa (3/11/2020).
Calon presiden petahana yakni Donald Trump bertarung melawan mantan wakil presiden, Joe Biden.
Baca juga: Sosok Perwira Polisi yang Berani Pacari Putri Kapolri Idham Azis Ternyata Bukan Orang Sembarangan
Baca juga: LIGA ITALIA Kalah dari Juventus, Pemain Pinjaman AC Milan Sebut Cristiano Ronaldo Buat Timnya Kacau
Baca juga: TERUNGKAP Selama di Lechia Gdansk Egy Maulana Vikri Dibohongi Agen, Bagaimana Nasibnya di Polandia?
Baca juga: Bill Gates Buat Heboh Lagi! Masih Ada yang Mengejutkan Selain Covid-19, Ini 4 Prediksinya Tahun 2021
Sebagian besar negara bagian sudah menutup pemungutan suara dan mulai melakukan penghitungan.
Berdasarkan data dari MSN, Kamis (4/11/2020) pukul 14.30 WIB, Joe Biden memimpin dengan perolehan 225 suara.
Sementara itu, Donald Trump mengumpulkan sebanyak 213 suara.
Negara bagian yang belum menutup penghitungan suara yakni Nevada, Arizona, Wisconsin, Michigan, Pennsylvania, Georgia, dan North Carolina.
Nevada dan Arizona menjadi negara bagian yang suaranya didominasi oleh Joe Biden.
Lalu Donald Trump mendominasi di negara bagian Wisconsin, Michigan, Pennsylvania, Georgia, dan North Carolina.
Berikut link real time penghitungan hasil Pilpres Amerika Serikat 2020:
Seperti yang dilansir Mirror, inilah yang akan terjadi jika Donald Trump kalah pilpres tapi menolak meninggalkan Gedung Putih.
Bisakah Donald Trump mempertahankan kekuasaannya?
Donald Trump tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan jabatan atau membatalkan pemilihan.
Bahkan jika ia tetap berada di Gedung Putih, masa jabatannya akan berakhir pada 20 Januari.
Amandemen ke-20 Konstitusi AS menyatakan masa jabatan presiden dan wakil presiden "akan berakhir pada siang hari tanggal 20 Januari dan ketentuan penggantinya akan dimulai".
Jika Donald Trump menolak untuk pergi, tindakan apa yang akan diambil?
Seorang Presiden segera dan secara otomatis kehilangan otoritas konstitusionalnya setelah masa jabatannya berakhir atau setelah dicopot melalui pemakzulan.
Trump tidak memiliki kekuatan untuk mengarahkan Dinas Rahasia AS atau agen federal lainnya untuk melindunginya.
Meskipun mantan presiden sekalipun menikmati perlindungan Dinas Rahasia, agen tidak mungkin mengikuti perintah ilegal untuk melindungi seseorang dari pemecatan.
Di sisi lain, Joe Biden dapat mengarahkan agen federal untuk mengeluarkan Trump dari Gedung Putih secara paksa.
Bisakah Donald Trump memerintahkan tentara untuk melindunginya?
Trump juga akan kehilangan kekuasaannya sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Bisakah dia didakwa jika dia menolak untuk pergi?
Bila Donald Trump menjadi warga negara biasa dan tidak kebal terhadap tuntutan, dia bisa ditangkap dan didakwa atas pelanggaran di Gedung Putih.
Skenario apa yang paling mungkin?
Sebagian besar percaya dia pada akhirnya akan mengosongkan Gedung Putih atas kemauannya sendiri meskipun dengan setengah hati.
Baca juga: Ibu Negara AS Melania Lebih Berkuasa Dibandingkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump
Baca juga: Perbandingan Donald Trump dan Joe Biden Soal Pengungsi, Andai jadi Presiden Amerika Serikat
Apa dampaknya bagi Indonesia?
Pengamat hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Makmur Keliat, mengatakan meski tidak ada dampak langsung dari pemilu AS terhadap Indonesia, dia memandang Indonesia akan diuntungkan jika tak ada lagi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, seperti yang terjadi selama empat tahun terakhir di bawah pemerintahan Trump.
"Kita harus mencatat dengan jelas bahwa kita tidak terlalu penting bagi Amerika secara perdagangan, tetapi kita menganggap Amerika Serikat penting bagi kita secara perdagangan dan investasi," ujar Makmur kepada BBC News Indonesia, Senin (26/10).
"Bagi Indonesia hubungan akan menjadi lebih baik jika Amerika dan China dalam hubungan yang lebih bersifat kerjasama daripada konflik," lanjutnya kemudian.
Berdasarkan sejumlah jajak pendapat, posisi Biden di atas angin untuk memenangi pemilu di AS. Jika Biden terpilih, diproyeksikan akan menormalisasi hubungannya dengan China.
Namun hasil akhir pemilu bisa jadi lain, seperti yang terjadi pada pilpres 2016.
Baca juga: Anti-Mainstream, Daftar 5 Gubernur Berani yang Naikkan UMP 2021 Lawan SE Menaker, Ada Ganjar & Anies
Siapa yang lebih diinginkan untuk menang?
Ekonom dari Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Malik Zaini, mengatakan jika Trump kembali terpilih, dia kemungkinan akan kembali memangkas pajak seperti yang sudah dia lakukan pada periode sebelumnya.
Pada saat yang sama, stimulus fiskal yang direncanakan Trump dalam periode 2021-2024 hanya akan terbatas sekitar US$334 miliar, sebagai konsekuensi berlanjutnya pemotongan yang pajak membuat penerimaan negara lebih rendah.
Sedangkan pesaingnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, dalam manifesto kebijakan ekonominya menegaskan akan melakukan kebijakan yang berbeda 180 derajat dengan Donald Trump.
Seperti menaikkan berbagai macam pajak - termasuk pajak korporasi yang diperkirakan akan naik 15% seperti sebelum era Trump dan pajak pendapatan.
Dari sisi belanja negara, Biden yang pernah menjabat sebagai wakil presiden para era Presiden Barack Obama berjanji memberikan stimulus fiskal yang jauh lebih besar dibanding Trump, yakni sekitar US$2,5 triliun selama periode 2021-2024.
Mantan wakil presiden AS, Joe Biden, berjanji memberikan stimulus fiskal yang jauh lebih besar dibanding Trump, yakni sekitar US$2,5 triliun selama periode 2021-2024
"Karena ekonomi Amerika merupakan 30% dari ekonomi dunia. Maka ketika AS melakukan stimulus besar pasti dampaknya akan cukup besar bagi negara emerging market, maupun di seluruh dunia," jelas Ahmad Malik.
Konsekuensi jika Donald Trump menjadi presiden lagi, ujar Ahmad, kemungkinan pemulihan ekonomi akan jauh lebih lamban.
Namun jika Biden yang terpilih, pemulihan ekonomi dunia akan semakin cepat.
Baca juga: Terjawab, Jumlah Upeti Djoko Tjandra ke Petinggi Polri Terlalu Sedikit, Disunat Brigjen Prasetijo
Laporan terbaru lembaga riset Moody's Analytics memproyeksikan ekonomi AS akan tumbuh lebih tinggi jika Biden sebagai presiden AS, yakni naik 4,2% pada periode 2020-2014.
Jika Donald Trump kembali terpilih, ekonomi AS diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 3% pada periode 2021-2024, menurut laporan Moody's Analytic
Sementara jika Trump kembali terpilih, ekonomi AS diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 3% pada periode yang sama.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi global sejak tahun 2019 telah mengalami penurunan akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Baca juga: Tak Main-Main, Said Iqbal Keluarkan Ancaman Serius Demi UMP 2021 & Omnibus Law, Lumpuhkan Produksi
Perlambatan ekonomi pada tahun 2020 pun diperburuk oleh menyebarnya virus corona yang saat ini telah menjangkiti 213 negara. Bahkan, Indonesia sebagai negara berkembang harus merasakan kontraksi minus 5,23% pada kuartal III-2020.
Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3%.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hasil Pilpres Amerika 2020: Joe Biden Unggul Tipis dengan 225 Electoral Votes, Donald Trump 213, https://www.tribunnews.com/internasional/2020/11/04/hasil-pilpres-amerika-2020-joe-biden-unggul-tipis-dengan-225-electoral-votes-donald-trump-213?page=all.