Anggaran Pembebasan Lahan Flyover Rapak Balikpapan Tunggu Revisi DED dan Dinilai akan Lebih Murah

Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, belum bisa memastikan berapa anggaran yang diperlukan untuk membebaskan lahan warga

Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur ( DPRD Kaltim ) meninjau lokasi bakal pembangunan flyover Muara Rapak. TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, belum bisa memastikan berapa anggaran yang diperlukan untuk membebaskan lahan warga.

Utamanya berkaitan dengan rencana proyek pembangunan flyover atau jembatan layang di Simpang Muata Rapak, Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balikpapan, Andi Yusri Ramli, menyebut masih akan ada komunikasi antara Pemprov Kaltim dan Pemkot Balikpapan untuk mengurus lahan.

Pemerintah Provinsi, lanjutnya, juga akan memastikan penetapan lokasi (penlok) sebelum pembangunan dimulai.

"Lagi pula nilainya dibawah 5 hektare. Jadi bisa saja nanti pemkot akan bantu. Karena kita yang punya tempat," ujar Andi Yusri.

"Tapi siapa nanti yang akan membayar, itu nanti hasil komunikasi antara pemkot dan provinsi," sambungnya.

Mengenai luas lahan yang akan digunakan, Yusri mengacu pada Detail Enginering Design (DED) tahun 2014.

Yakni sekitar 1,5 hektare, dengan estimasi anggaran pembebasan lahan sekira Rp 200 miliar.

Namun dengan adanya rencana revisi DED, revisi amdal lingkungan dan amdal lalin, seperti yang sudah dipaparkan PU Kaltim, ia yakin akan ada penyusutan luas lahan yang akan digunakan.

"Kurang lebih 60 persen lahan pemkot dan pertamina, sisanya milik warga yang akan dibebaskan," katanya.

Sementara persentase lahan pemkot dan pertamina, katanya, sekitar 50:50, atau 30 persen milik pemkot. Dan 30 persen lagi masuk dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik Pertamina.

"Sisanya yang 40 persen itu punya warga di Muara Rapak," katanya.

Secara keseluruhan posisi lahan pemkot dan Pertamina berada sisi Ahmad Yani, sementara lahan dan bangunan milik warga ada di Soekarno Hatta.

"Itu nanti konsentrasi kita untuk didata, dicek kepemilikannya, surat-suratnya apa saja," terangnya.

Yusri menyebut, jika revisi dan dokumen penlok sudah ada, akan ada tim yang bekerja untuk menghitung aset gedung dan bangunan warga yang terimbas.

Tim tersebut akan menghitung penyusutan nilai gedung atau bangunan. Ada juga tim appraisal untuk menghitung lahan warga.

"Mudah-mudahan ini tidak seperti kasus-kasus pembebasan lahan yang lain," ungkapnya.

Pasalnya, kata Yusri, sejak awal terkait perencanaan pengadaan lahan flyover Muara Rapak, sudah ada komunikasi dengan pihak warga.

Bedanya, dulu kondisi pembebasan lahan berjalan alot karena proses penghitungan nilainya menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Namun, jika sekarang menggunakan sistem appraisal. Tolak ukurnya ialah menggunakan harga pasar.

"Nah itu nanti ada tim independen yang akan menghitung. Kalau berjalan simultan dimulai dari sekarang. Saya kira pembebasan lahan satu tahun selesai," urainya.

Sementara, pembebasan lahan di Muara Rapak dilakukan. Pengerjaan flyover sudah bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Khususnya dengan mendahukukan pengerjaan dari arah Ahmad Yani. Sebab lahannya milik pemkot dan Pertamina.

"Apalagi kan Pemprov Kaltim melihat Balikpapan ini perlu dibantu. Infrastruktur yang mau dibangun ini untuk semua pihak. Bahkan antar provinsi yang masuk ke Balikpapan bisa memanfaatkan itu," imbuhnya.

Pembebasan Lahan Flyover Muara Rapak Balikpapan Lebih Murah

Berita sebelumnya. Pembangunan jembatan layang atau flyover Muara Rapak menjadi gagasan lama pemerintah kota Balikpapan.

Latar belakang yang mendasari proyek pembangunan ini lantaran kawasan jalan utama tersebut kerap menelan korban kecelakaan.

Lokasi bakal pembangunan yang tepat berada di Jalan soekarno-hatta, juga berstatus jalan nasional.

Jalan itu menjadi penghubung memasuki kawasan strategis Balikpapan sebagai penyangga Ibu Kota Negara, seperti Kawasan Industri Kariangau, Kilang Minyak Pertamina, Pelabuhan Semayang, maupun pasar induk Pandansari.

Hal itu disampaikan langsung, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Balikpapan, Andi Yusri Ramli.

Ia menjelaskan beberapa faktor teknis kemiringan atau turunan jalan juga menjadi salah satu faktor pertimbangan.

Kemiringan daripada jalan di lokasi pembangunan memiliki persentase 10 persen.

Ini melebihi standart ketentuan, yakni maksimal 8 persen.

"Juga di pertemuan simpang itu ada lampu lalu lintas. Kondisi ini menyebabkan sering terjadinya kecelakaan," kata Andi Yusri, Jumat (13/11/2020).

Keresahan itu pun selalu di dengungkan masyarakat, baik di musrenbang tingkat kelurahan maupun kota.

Pemerintah diminta untuk mencarikan solusi.

Maka muncul gagasan pembangunan flyover Muara Rapak yang telah direncanakan sejak 2010 silam.

Adapun upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Balikpapan yakni dengan menyusun dokumen perencanaan.

Kajian penataan Simpang Muara Rapak telah dilakulan oleh Bappeda tahun 2010 dengan rekomendasi Pembangunan Flyover.

Penyusunan Detail Engineering Design (DED) juga telah dilakukan oleh Dinas Tata Kota dan Perumahan tahun 2013.

Dengan estimasi anggaran sebesar Rp 214,7 miliar untuk desain 2 jalur 4 lajur sepanjang 550 meter.

Selanjutnya, perencanaan pembebasan lahan oleh Dinas Pekerjaan Umum tahun 2018.

Dengan estimasi pengadaan tanah seluas sekitar 1,5 ha dan anggaran sebesar Rp 300 miliar dengan asumsi semua tanah dan bangunan dibebaskan.

"Hal yang harus dilakukan sebelum pembangunan, ada review desain yang sudah dilakukan di perubahan oleh PU Provinsi, penyusunan andalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas) dan pengadaan tanah," ujarnya.

Sementara itu, untuk rencana pendelegasian review desain selesai di bulan Desember, untuk dilanjutkan pembebasan lahan tahun depan.

Sebagaimana diketahui, pembangunan flyover itu membutuhkan pembebasan lahan sekira 1,5 hektare.

Kondisi lahan eksisting merupakan lahan milik masyarakat, Pertamina, dan pemerintah kota.

"Tapi alhamdulillahnya, 60 persen dari total lahan yang dibutuhkan adalah milik pemkot dan Pertamina," tuturnya.

Jika nantinya sudah berjalan, tidak menutup kemungkinan tanah milik pemerintah kota dan Pertamina bisa di proses 0 rupiah.

Baca juga: Pemkab Penajam Paser Utara Bakal Setarakan Gaji THL dengan UMK Sebesar Rp 3,4 Juta

Baca juga: UPDATE Virus Corona, Uji Klinis Vaksin Covid-19 Sinovac, 1.620 Relawan Tidak Ada yang Sakit Berat

Baca juga: Rencana Vaksinasi Covid-19 Bersubsidi dan Mandiri, Pemerintah Ingin Harga Terjangkau Masyarakat Luas

Maka angka Rp 300 miliar yang menjadi asumsi untuk pembebasan lahan bisa saja akan menjadi berkurang.

"Ini bisa saja terjadi, karena tanah kebanyakan milik pemkot. Maka dana pembebasan lahan bisa saja berkurang," jelasnya.

Sebagai informasi, ada 28 bidang tanah dan 19 bangunan yang akan kena imbas, baik milik warga maupun pemerintah, di antaranya, Plaza Muara Rapak, Hotel, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Pertamina, ruko maupun eks terminal.

Luasan dan besar jumlah bangunan masih akan kembali dihitung setelah review desain selesai.

(TribunKaltim.co/ Miftah Aulia)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved