Air Terjun Bertingkat Doyam Seriam, Surga Tersembunyi di Desa Modang Kabupaten Paser
Desa Modang, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan satu dari puluhan desa yang masih menjaga kelestarian alamnya.
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Desa Modang, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan satu dari puluhan desa yang masih menjaga kelestarian alamnya.
Hal tersebut terlihat jelas usai rombongan awak media melakukan kunjungan jurnalistik bersama Biro Humas Pemprov Kaltim Jumat (13/11/2020) sampai Minggu (16/11/2020).
Kepala Desa Modang Syahrudin mengatakan di desanya terdapat dua Wisata air terjun yang menjadi potensi wisata di Kabupaten Paser. Salah satu wisata air di desa tersebut adalah Doyam Seriam.
Baca juga: Remaja yang Hilang Terseret Arus di Lokasi Air Terjun Tembinus PPU, Akhirnya Ditemukan Tewas
Baca juga: Liburan Keluarga Berubah Jadi Petaka, Remaja Hilang Terseret Arus di Lokasi Air Terjun Tembinus PPU
Syahrudin mengatakan akses masuk ke air terjun itu tidak mudah.
Harus menggunakan kendaraan off road ataupun bertenaga empat roda untuk bisa sampai ke kawasan tersebut.
"Kita ada mobil khusus ke sana," ucapnya.
Ia mengatakan nama Doyam berasal dari Bahasa suku Paser. Doyam memiliki arti air terjun. Seriam merupakan istilah lama orangtua mereka terdahulu untuk menandakan kawasan tersebut.
Rombongan pun diajak menuju kawasan tersebut. Menggunakan kendaraan Hardtop Land Cruiser yang telah dimodifikasi, belasan jurnalis pun naik ke atas mobil.
Mobil tersebut dibuat seperti pickup dengan berangka besi. Jika tidak ada wisatawan, kendaraan tersebut dipakai untuk mengangkut sawit. Lokasi masuk air terjun tersebut berada di depan Kantor Desa Modang.
Baca juga: SERU Ada Wakil Anies Baswedan & Dokter Tirta! TONTON ILC TV One Live, Live Streaming TVOne Malam Ini
Baca juga: NEWS VIDEO Hilang di Sungai Mahakam, Pencarian Korban Oleh Tim Gabungan SAR Dilanjutkan Besok
Dari Kantor Desa menuju Doyam Seriam memakan waktu hampir satu jam. Saat masuk, pemandangan berupa perkebunan sawit terhampar selama perjalanan.
Namun setelah masuk ke dalam khususnya saat masuk ke dalam Taman hutan Kahati, rombongan disambut oleh hutan lebat yang masih asri.
Bahkan burung Enggang pun terlihat berterbangan ketika melintas kawasan tersebut.
sampai ke air terjun butuh usaha ekstra keras.
Sebab kondisi jalanan yang berbatu dan berbukit menjadi pemandangan tersendiri saat jalan menuju kawasan tersebut.
Hampir satu jam terlewati, rombongan tiba. Kemudian para jurnalis turun dan jalan kaki menuju kawasan air terjun.
Suasana hutan yang begitu asri terasa saat menuruni bukit.
Rasa lelah langsung terbayarkan. Air terjun nampak indah ketika masuk ke kawasan tersebut.
Bahkan air terjun tersebut bisa diminum. "Ini bisa diminum airnya masih jernih," ucap Syahrudin sembari memamerkan dirinya meminum air terjun.
Kawasan air terjun ini memiliki tujuh tingkatan. Namun untuk menuju tingkatan air terjun itu membutuhkan energi dan kondisi tubuh yang fit.
Sebab harus memanjat bebatuan cadas yang besar dan licin untuk bisa melihat bagian-bagian air terjun.
Doyam Seriam menjadi bagian dari program desa untuk bergabung dengan program bank Dunia.
Program Forest Carbon Partnership Facility (FPCF) bertujuan untuk menekan emisi gas rumah kaca di Bumi.
Di Indonesia, Kalimantan Timur ditunjuk menjadi bagian tersebut. Jika berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca, maka bank dunia akan memberikan bantuan ke wilayah yang ikut dalam program tersebut.
Hal tersebut sebagai sumbangsih dalam menekan emisi gas rumah kaca.
Syahrudin mengatakan jika hal tersebut tercapai ia akan membenahi beberapa fasilitas air terjun tersebut. Sehingga para wisatawan dengan mudah masuk ke dalam kawasan wisata tersebut.
Sementara itu Irawan salah satu penjaga kawasan hutan Kahati mengatakan saat masuk pertama kali terhampar perkebunan sawit.
Sebelum menjadi perkebunan sawit, kawasan tersebut merupakan kawasan hutan rotan pada medio tahun 80an sampai 90an awal.

Pada tahun tersebut Irawan akui harga rotan sangat tinggi. Bahkan harga rotan menjulang tinggi dibandingkan dengan sawit.
Namun awal tahun 90an hingga saat ini harga sawit yang tinggi membuat warga beralih menanam pohon sawit.
Hutan rotan pun tergantikan dengan ribuan pohon sawit.
Meskipun begitu pihaknya bersama Kades membatasi jumlah perkebunan Sawit.
Bahkan ia bersama Kades melawan siapapun yang ingin membebaskan lahan untuk dijadikan sawit dan tambang.
"Selama 20 tahun saya sama Pak Kades menjaga kawasan ini," ucap Irawan.
Bahkan tahun 2005 ada perusahaan sawit dan tambang mencoba masuk untuk membuka lahan sawit maupun tambang.
Namun pihaknya terus melawan perusahaan tersebut agar tidak masuk lagi.
Apalagi kawasan air terjun tersebut memiliki kandungan nikel dan batubara menjadi incaran perusahaan tambang. Namun Syahrudin bersama Irawan terus melawan perusahaan tersebut.
(Tribunkaltim.co/Jino Prayudi Kartono)