KPU Kukar Umumkan Hasil Kajian Atas Surat Bawaslu RI Terkait Pembatalan Calon Bupati Kukar Hari Ini
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Kartanegara (Kukar) bakal mengumumkan putusan hasil kajian atas Surat Bawaslu RI dengan Nomor 0705/K.Bawaslu/PM.06.0
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Kartanegara (Kukar) bakal mengumumkan putusan hasil kajian atas Surat Bawaslu RI dengan Nomor 0705/K.Bawaslu/PM.06.00/XI/2020 tertanggal 11 November 2020 kepada KPU RI tentang rekomendasi pembatalan pencalonan Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah pada Selasa (24/11/2020).
"Hari ini, tepatnya siang hari," kata Ketua KPU Kukar Erlyando Saputra, Selasa (24/11/2020).
Sebagai informasi, sejak 17 November lalu, KPU Kutai Kartanegara telah menerima surat tersebut.
Bahkan, para komisioner langsung menjemputnya ke Jakarta.
"Rekomendasi Bawaslu RI sudah diterima. Kami yang inisiatif menjemput, kemarin tanggal 17 November malam," kata Erlyando Saputra, Kamis (19/11/2020) lalu.
Nando, sapaan akrab Erlyando Saputra, menjelaskan sesuai aturan, 7 hari paling lambat hasil tindak lanjut diketahui, yakni pada 24 November.
Sejak menerima surat tersebut, KPU Kukar melakukan kajian dan didampingi oleh KPU Kaltim sebelum putusan hasil tindak lanjut rekomendasi dilakukan.
Hal tersebut dibenarkan Komisioner KPU Kukar Muhammad Amin, di mana para komisioner menjemput langsung surat ke KPU RI.
"Iya, surat dijemput langsung ke Jakarta," kata Muhammad Amin.
Terkait Surat Bawaslu RI, Pengamat Politik Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Surya Irfani menilai pasal yang dikenakan tak relevan.
Dia menjelaskan soal pasal yang dikenakan Bawaslu kepada Paslon, pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015.
"Bawaslu tidak cukup hati-hati, karena pasal tersebut tidak berlaku karena sudah berubah di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016," kata Surya Irfani, Rabu (18/11/2020).
Dia menilai tak relevan jika yang diterapkan pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016.
Karena pasal tersebut menyebutkan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota, dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
"Makna salah satu pasangan calon, berarti paslon lebih dari satu, Kukar itu paslon tunggal. Pertanyaannya, siapa yang dirugikan siapa yang diuntungkan, nggak relevan dong kalau paslon tunggal," kata Surya Irfani, yang juga merupakan dosen Universitas Kutai Kartanegara.
Kalau digunakan pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 sudah tidak berlaku karena disebut di situ ketententuan pasal 71 diubah menjadi Nomor 10 tahun 2016.
"Bawaslu terkesan tidak hati-hati dan tergesa-gesa mengenakan pasal yang tidak berlaku," ucapnya.
Baca juga: Kabar Gembira! Terungkap 4 Negara Sebentar Lagi Mulai Vaksinasi Warga, Satu di Pekan Kedua Desember
Baca juga: 3 Toko di Samboja Kukar Ludes Terbakar, Dugaan Penyebab Ada Satu Rumah Korsleting Listrik
Baca juga: Dokter Terbang Layani Warga Perbatasan di Desa Long Ara dan Pujungan
Untuk fenomena kolom kosong sendiri, kata Surya Irfani, publik juga harus paham bahwa ada sesuatu yang timpang.
"Contoh di Balikpapan ketika kuasa hukum menuntut tidak memenuhi unsur, karena kolom kosong bukan peserta pemilu, dia bukan subjek Pilkada, tapi di sisi lain seakan menjadi peserta," ucapnya.
Dia melanjutkan, publik harus tahu kolom kosong bukan peserta.
Filosofi lahirnya putusan MK, pada prinsipnya kolom kosong itu ruang bagi siapapun yang tidak sepakat dengan calon tunggal.
"Bila tidak setuju, tinggal menentukan saat pemilihan di kotak suara," ucapnya.
(TribunKaltim.co/Sapri Maulana)