Virus Corona
China Jaga Goa Wanling, Tempat Kelelawar Pembawa Virus Corona, Yang Coba Dokumentasi Bernasib Begini
China jaga Goa Wanling, tempat kelelawar pembawa Virus Corona, yang coba dokumentasi bernasib begini
TRIBUNKALTIM.CO - Goa Wanling di China menjadi perbincangan lantaran diduga menjadi habitat kelelawar pembawa Virus Corona.
Diketahui, virus yang menyebabkan penyakit covid-19 tersebut dikabarkan berasal dari kelelawar.
Pemerintah China juga disebut menjaga ketat Goa Wanling.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia WHO menerjunkan tim ke China untuk menyelidiki awal mula Virus Corona.
Di dalam lembah pegunungan di China selatan, ada pintu masuk ke Goa Wanling yang pernah dihuni kelelawar dan dipercaya sebagai spesies perantara covid-19 ke manusia.
Area ini menjadi perhatian ilmiah, karena mungkin menyimpan petunjuk asal-usul Virus Corona yang telah menewaskan lebih dari 1,7 juta orang di seluruh dunia.
Baca juga: Kabar Terkini Jack Ma, Hilang Ditelan Bumi, Berani Kritik Pemerintah China, Alibaba Group Ditarget
Baca juga: Terjawab, Peran Deden Saksi Ekspor Benih Lobster yang Meninggal, KPK Urai Nasib Kasus Edhy Prabowo
Baca juga: Nobu Hadir Pemeriksaan Video Syur, Gisel Pilih Mangkir dari Panggilan Polisi, Alasan Soal Gempi
Baca juga: Bedah Maklumat Kapolri Soal Konten FPI, Refly Harun Beber Publik Tak Perlu Khawatir, Tak Ada Sanksi
Namun aksesnya sangat sulit dijangkau, dijaga ketat dan ditutup-tutupi bahkan untuk ilmuwan dan jurnalis.
Dilansir dari Daily Mail pada Rabu (30/12/2020), baru-baru ini ada sekelompok peneliti kelelawar yang berhasil mengambil sampel di sana tetapi disita otoritas setempat, kata dua orang yang mengetahuinya.
Spesialis Virus Corona juga tidak diizinkan berbicara ke media, lalu dua tim jurnalis Associated Press dibuntuti oleh polisi berpakaian preman, yang memblokir jalan dan akses masuk ke situs tersebut.
Di salah satu Goa di Yunnan yang dikunjungi AP, akar-akar tebal tergantung di pintu masuk. Kelelawar beterbangan saat senja dan terbang di atas atap desa-desa kecil di dekatnya.
Ada pita doa Buddha dari benang merah dan kuning tergantung di stalaktit. Warga desa Manhaguo di dekat lokasi itu mengatakan, Goa Wanling dipakai sebagai tempat bertapa oleh seorang biksu Buddha dari Thailand.
Kontak seperti ini antara kelelawar dan orang-orang yang bertapa, berburu, atau menambang di Goa, menjadi perhatian para ilmuwan.
Kode genetik Virus Corona manusia sangat mirip dengan Virus Corona kelelawar, dan banyak peneliti menduga covid-19 melompat ke manusia langsung dari kelelawar atau hewan perantara.
"Ada kelelawar di suatu tempat dengan 99,9 persen virus yang mirip dengan Virus Corona," kata Linfa Wang dari Duke-NUS Medical School di Singapura.
Saat ini Goa-Goa yang pernah disurvei para ilmuwan diawasi ketat oleh pihak berwenang.
Baca juga: Terjawab, 3 Hal Pada Diri Gisel Ini Buat Wijin Luluh, Rela Bertahan Meski Ada Kasus Video Syur Nobu
Aparat membuntuti tim AP di tiga lokasi di seluruh Yunnan, dan melarang jurnalis mengunjungi Goa tempat para peneliti pada 2017 mengidentifikasi spesies kelelawar yang memicu SARS.
Lalu yang paling sensitif adalah Goa tambang tempat kerabat terdekat covid-19, RaTG13, ditemukan.
RaTG13 ditemukan setelah wabah tahun 2012 saat enam pria yang membersihkan batang penuh kelelawar jatuh sakit dengan gejala pneumonia serius. Tiga orang di antaranya meninggal.
Institut Virologi Wuhan dan CDC China sama-sama mempelajari Virus Corona kelelawar dari Goa ini.
Meski sebagian besar ilmuwan percaya covid-19 berasal dari alam, beberapa orang meyakini penyakit itu atau kerabat dekatnya mungkin dibawa ke Wuhan dan bocor secara tidak sengaja.
Pakar kelelawar Institut Virologi Wuhan, Shi Zhengli, berulang kali membantah teori itu tetapi pihak berwenang China belum mengizinkan ilmuwan asing untuk menyelidiki, termasuk di Goa Wanling.
Belajar Hidup Berdampingan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan meskipun pandemi covid-19 lebih parah, tapi belum tentu besar sehingga dunia harus belajar hidup berdampingan.
Profesor David Heymann, ketua penasihat strategis dan teknis WHO untuk penyakit menular, mengatakan takdir virus adalah menjadi endemik bahkan saat vaksin sudah beredar di AS dan Inggris.
"Dunia mengharapkan kekebalan kawanan, yang entah bagaimana penularannya akan menurun jika cukup banyak orang yang kebal," katanya pada konferensi pers terakhir WHO untuk tahun 2020, dilansir The Guardian.
Tetapi Heymann, yang juga seorang ahli epidemiologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan konsep kekebalan kawanan telah disalahpahami.
"Tampaknya takdir SARS-CoV-2 (covid-19) menjadi endemik, seperti halnya empat virus corona manusia lainnya, dan akan terus bermutasi saat berkembang biak dalam sel manusia, terutama di area yang lebih intens masuk."
"Untungnya, kami memiliki alat untuk menyelamatkan nyawa dan ini dikombinasikan dengan kesehatan masyarakat yang baik akan memungkinkan kami untuk belajar hidup dengan covid-19."
Hal senada diungkapkan Dr Mike Ryan, kepala program kedaruratan WHO.
Baca juga: Info Liga Italia, Ruang Ganti Inter Milan Memanas, Conte Semprot Vidal, Sikap Lawan Crotone Disorot
"Skenario yang mungkin terjadi adalah virus akan menjadi virus endemik lain yang akan tetap menjadi ancaman, tetapi ancaman tingkat rendah dalam konteks program vaksinasi global yang efektif," jelasnya.
"Masih harus dilihat seberapa baik vaksin tersebut digunakan, seberapa dekat kita mencapai tingkat cakupan yang memungkinkan kita memiliki kesempatan untuk melakukan eliminasi," katanya.
Kendati demikian, vaksin masih perlu diteliti sejauh mana manfaat dan efektivitasnya.
Menurut Mike, adanya vaksin bukan menjadi jaminan pandemi akan berakhir.
"Keberadaan vaksin, bahkan dengan efikasi tinggi, bukanlah jaminan untuk memberantas atau memberantas penyakit menular. Itu adalah standar yang sangat tinggi untuk kami lewati."
Itulah mengapa, kata Ryan, pengadaan vaksin oleh WHO pertama kali ditujukan untuk menyelamatkan nyawa pihak yang rentan.
Ryan memperingatkan pandemi berikutnya mungkin lebih parah.
"Pandemi ini sangat parah, telah mempengaruhi setiap sudut planet ini. Tapi ini belum tentu yang besar," ujarnya.
Ryan menegaskan ini adalah saatnya untuk bangkit dan belajar lebih keras untuk memahami pandemi dari berbagai segi.
"Kita hidup dalam masyarakat global yang semakin kompleks. Ancaman ini akan terus berlanjut. Jika ada satu hal yang perlu kita ambil dari pandemi ini, dengan semua tragedi dan kerugian, adalah kita perlu bertindak bersama," katanya.
Kepala ilmuwan WHO, Dr Soumya Swaminathan, mengatakan vaksinasi tidak berarti jarak sosial akan berhenti di masa depan.
Peran pertama dari vaksin adalah untuk mencegah penyakit simptomatik, penyakit parah, dan kematian, jelas Swaminathan.
Tetapi, apakah vaksin juga akan mengurangi jumlah infeksi atau mencegah orang menularkan virus masih harus dilihat.
"Saya tidak percaya kami memiliki bukti tentang vaksin mana pun untuk yakin bahwa itu akan mencegah orang benar-benar terkena infeksi dan karena itu dapat menularkannya," kata Swaminathan.
"Jadi saya pikir kita perlu berasumsi bahwa orang yang telah divaksinasi juga perlu melakukan tindakan pencegahan yang sama."
Baca juga: Profil Ikbal Fauzi Asisten Aldebaran di Ikatan Cinta RCTI, Tak Kalah Tampan dari Arya Saloka
Direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan akhir tahun adalah waktu untuk merefleksikan jumlah korban pandemi dan juga kemajuan yang telah dicapai.
Menurutnya, di 2021 akan ada kemunduran dan tantangan baru seperti munculnya varian baru covid-19.
"Dalam beberapa minggu terakhir, peluncuran vaksin yang aman dan efektif telah dimulai di sejumlah negara, yang merupakan pencapaian ilmiah yang luar biasa."
"Ini luar biasa, tetapi WHO tidak akan berhenti sampai mereka yang membutuhkan di mana saja memiliki akses ke vaksin baru dan dilindungi," jelas Tedros.
(*)
Artikel ini telah tayang dengan judul Diduga Jadi Asal-Usul Covid-19, Goa Wanling Ini Dijaga Ketat dan Ditutup-tutupi, https://papua.tribunnews.com/2021/01/04/diduga-jadi-asal-usul-covid-19-Goa-wanling-ini-dijaga-ketat-dan-ditutup-tutupi?page=all.