Berita Nasional Terkini
Mahkamah Agung Bantah Mahfud MD, Indeks Persepsi Korupsi Turun, Dinilai Beri Diskon Hukuman Koruptor
Mahkamah Agung bantah Mahfud MD, tak tinggal diam disebut penyebab anjloknya Indeks Persepsi Korupsi
"Menurut data yang ada, hanya 8 persen yang memang dikabulkan, jadi masih ada 92 persen yang ditolak," katanya.
Andi memastikan, dalam memutuskan suatu perkara majelis hakim tidak dapat diintervensi oleh siapapun, bahkan oleh ketua MA.
Oleh karenanya, maraknya pemotongan masa hukuman terpidana korupsi melalui putusan PK tak dapat disimpulkan sebagai pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Baca juga: Amien Rais Minta Listyo Sigit Batalkan 1 Janjinya, Sorot PAM Swakarsa Era Wiranto, Sipil Bunuh Sipil
Andi lantas mengatakan bahwa lembaganya mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi.
Bahkan, sebagai lembaga peradilan, tugas MA tidak sekadar menegakkan hukum dengan memberikan efek jera tetapi juga menegakkan keadilan, termasuk keadilan bagi terpidana kasus korupsi.
"Kami mempertimbangkan semua, kami sinergikan semua kemudian melahirkan sebuah putusan berdasarkan ya kami akan pertimbangkan juga.
Kami tidak gegabah begitu, kami juga pertimbangan pada hati nurani, apakah ini sudah adil, apakah ini sudah tepat," kata dia.
Andi pun mengungkapkan tiga alasan mendasar dikabulkannya PK.
Pertama adalah alasan disparitas pemidanaan.
"Disparitas pemidanaan ini, ini yang kami amati, ini fakta menunjukkan bahwa ada sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang.
Namun di dalam persidangannya itu mulai dari awal karena itu adalah kewenangan penuntut umum untuk di dalam berkas perkara itu diajukan ke Pengadilan.
Apakah diajukan secara berbarengan atau dipisah-pisah, di split. Artinya beberapa berkas," katanya.
MA, lanjut Andi, beberapa kali menemukan adanya disparitas.
Ia pun mencontohkan salah satunya terkait hukuman seorang terpidana yang dipukul rata dengan terpidana lainnya.