Tahun Baru Imlek
Cap Go Meh 2021 - Festival Cap Go Meh dan Asal Usul Singkawang yang Dikenal Orang Eropa Sejak 1834
Cap Go Meh 2021, Festival Cap Go Meh, Warisan Budaya tak Benda Nasional hingga asal usul kota Singkawang yang telah dikenal orang Eropa sejak 1834
TRIBUNKALTIM.CO - Cap Go Meh 2021 berikut sejarah Festival Cap Go Meh, Warisan Budaya tak Benda Nasional hingga asal usul kota Singkawang yang telah dikenal orang Eropa sejak 1834
Selamat merayakan Cap Go Meh 2021.
Tahun 2021 ini, Cap Go Meh dirayakan hari ini, Jumat 26 Februari 2021.
Perayaan Cap Go Meh menjadi penutup perayaan Tahun Baru Imlek.
Berasal dari Bahasa Hokkian, Cap Go Meh, artinya 'Cap' berarti sepuluh, 'Go' berarti lima, sedangkan 'Meh' berarti malam.
Penyebutan Cap Go Meh ini merujuk pada waktu penyelenggaraan acara yang memang diselenggarakan pada penanggalan 15 kalender China.
Namun, nama perayaan Cap Go Meh ini berbeda-beda di setiap negara.
Di China nama perayaan ini adalah Yuan Xiao atau Shang Yuan.
Sementara, di Barat, festival ini disebut Lantern Festival (Festival Lampion atau Chinese Valentine's Day ( Hari Kasih Sayang versi China).
Perayaan Cap Go Meh di Indonesia terbilang istimewa karena telah berakulturasi dengan budaya setempat.
Misalnya di Singkawang adanya ritual pawai tatung, pembakaran replika naga untuk menolak bala satu kota.
Di Pulau Jawa, Tionghoa merayakan dengan lontong cap go meh, yang merupakan kuliner serapan dari ketupat lebaran.
Hanya bentuknya bulat, menyerupai bulan purnama yang biasa bersinar di penanggalan 15 China.
Bahkan Festival Cap Go Meh di Singkawang ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda Nasional.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan Festival Cap Go Meh (CGM) dan Tatung Singkawang sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia 2020.
Baca juga: Cap Go Meh 2021 Tanggal Berapa? Inilah Jadwal Lengkap Cap Go Meh 2021, Ada Tradisi Tahun Baru Imlek
Baca juga: Cap Go Meh 2021 - Sejarah Lontong Cap Go Meh, telah Ada Sejak 250 Tahun Lalu, Bedanya di Tiap Daerah
Penetapan itu disampaikan Staf Direktorat Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud Shakti Adhima Putra.
"Iya, Festival CGM dan Tatung Singkawang dari Kalimantan Barat (Kalbar) ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2020.
Jadi, masih dalam tataran penetapan nasional," kata dia saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (18/10/2020).
Asal Usul Kota Singkawang
Sepintas nama Kota Singkawang, Kalimantan Barat seperti nama kota di Negeri Tirai Bambu.
Tidak salah karena pendirian Kota Singkawang tak bisa dilepaskan dari keberadaan orang-orang Tionghoa di daerah itu di masa lalu.
Di Buku Asal Usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dijelaskan sekitar tahun 1923 pasukan Tiongkok meninggalkan Pulau Jawa.
Dalam keadaan kekelahan, kapal mereka diserang badai sehingga terpaksa menepi di pantai barat Pulau Kalimantan unutuk memperbaiki kapal.
Saat akan kembali berlayar, ada tujuh opsir yang tidak terbawa kapal.
Tujuh orang tersebut kemudian menikah dengan gadis-gadis setempat hingga memiliki keturunan.
Menurut keyakinan orang-orang Tionghoa dari suku Hakka yang tinggal di daeerah tersebut, nama Singkawang berasal dari kata "San Kew Jong" yang artinya kota yang terletak di antara laut, muara, gunung, dan sungai.
Nama tersebut cukup beralasan karena sebelah barat Kota Singkawang berbatasan dengan Laut Natuna.
Sedangkan sebelah timur, berbatasan dengan Gunung Roban, Pasi, Raya, dan Gunung Poteng.
Di tengah Kota Singkawang sendiri mengalir sungai yang bermuara di Laut Natuna.
Bagian dari Kerajasan Sambas
Pada masa lampau, Singkawang adalah bagian dari Kerajaan Sambas.
Walaupun demikian pusat kekuasaan Kerajaan Sambas masih belum menyentuh wilayah Singkawang.
Disebutkan, Singkawang mulai dikenal oleh orang Eropa sejak tahun 1834.
Nama Singkawang ditulis di buku George Windsor Earl berjudul The Eastern Seas.
George menulis Singkawang dengan kata "Sinkawan".
Kala itu Singkawang lebih dikenal sebagai daerah koloni Tiongkok di masa kongsi-kongsi penambang emas berkuasa di Monterado yang menjadi pusat kekuasan para penambang.
Pada tahun 1891, kolonial Belanda mulai melirik daerah-daerah di luar Jawa dan mulai membuka jalur pelayaran pantai terutama yang berdekatan dengan Singapura.
Kala itu, Singapura adalah gerbang keluar masuk kapal setelah dibukanya terusan Suez.
Di saat bersamaan, di Singkawang dibangun pelabuhan lengkap dengan cabang KPM (Konijnlijk Peketvaart Maatschappj).
Tak hanya itu, pendukung modal asing (Belanda) juga diberi kesempatan beroperasi yakni perusaahaan listrik ANIEM (Algemene Nederlands Indiesche Elecktriesche Maatschaappij).
Pada tahun 1912, Belanda pun mulai membangun jalan darat yang menghubungkan jalur Pemangkat, Singkawangm dan Bengkayang yang dikenal dengan Mendareng.
Pada tahun 1938, Pemerintah Hindia Belanda mengeluakan peraturan nomor 352 yang termuat di Staasblad.
Di peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Borneo (Kalimantan) ditetapkan sebagai wilayah administratif dengan Banjarmasin sebagai ibu kota.
Secara administratif, Borneo dibagi dalam dua karesidenan yakni Borneo bagian Selatan dan Timur.
Saat itu Singkawang masuk sebagai kawedanan yang berada di samping kawedanan Pemangkat dan Bengkayang.
Transit pengangkutan hasil tambang emas
Sementara itu dikutip dari singkawangkota.go.id, disebutkan Singkawang adalah sebuah desa di wilayah Kesultanan Sambas.
Singkawang kerap dijadikan tempat singgah para pedagang dan penambang emas dari Monterado.
Para penambang dan pedagang yang singgah kebanyakan berasal dari negeri Cina. Selain tempat singgah dan melepas lelah, Singkawang juga menjadi tempat transit pengangkutan hasil tambang emas.
Melihat perkembangan Singkawang yang dinlai cukup strategis, sebagian penambang beralih profesi.
Para penambang tersebit menjadi petani dan pedagang sehingga memilih menetap di daerah Singkawang.
Pada tahun 1959, Singkawang adalah kecamatan bagian dari Kabupaten Sambas.
Pada tahun 1981, kota ini menjadi Kota Administratif Singkawang. Selain pusat pemerintahan Kota Administratif Singkawang ibukota Sambas juga berkedudukan di Kota Singkawang.
Setelah melewati jalan panjang, akhirnya Singkawang ditetapkan sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Singkawang.
Kota Singkawag diresmikan pada tanggal 17 Oktober 2001 di Jakarta oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atas nama Presiden Republik Indonesia.