Berita Nasional Terkini
11 Instruksi Kapolri Listyo Sigit Soal Media, Larang Pers Siarkan Konten Kekerasan Personel Polri
11 instruksi Kapolri Listyo Sigit soal media, larang Pers siarkan konten kekerasan personel Polri.
TRIBUNKALTIM.CO - Sedikitnya ada 11 instruksi Kapolri Listyo Sigit soal media baru-baru ini.
Salah satunya melarang pers siarkan konten upaya penindakan Polri yang menampilkan kekerasan dan arogansi personel Polri.
Perintah itu tertuang dalam surat telegram ( ST) dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tentang pedoman pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan atau kejahatan.
Ya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melarang divisi humas Polri baik di pusat maupun wilayah untuk menayangkan foto ataupun video yang menunjukkan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota Polri.
ST tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada tanggal 5 April 2021.
ST tersebut ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas di seluiruh daerah Indonesia.
Baca juga: Isi Map Kuning yang Dibawa ZA Saat Serang Mabes Polri Diungkap Kapolri Listyo Sigit: Ada Amplop
Ketika dikonfirmasi, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono membenarkan adanya surat telegram tersebut. Surat telegram itu diterbitkan untuk menjaga kinerja Polri.
"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi saat dikonfirmasi, Selasa (6/3/2021).
Dalam surat telegram itu, setidaknya ada 11 poin instruksi Kapolri kepada jajarannya yang bertugas di kehumasan.
Yang paling pertama adalah media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.
"Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," sebagaimana dikutip ST tersebut.
Baca juga: TERKUAK Wasiat Teroris Sebelum Serang Mabes Polri di IG & WA, Kapolri Listyo Sigit: Ada Bendera ISIS
Kedua, jajarannya yang bekerja di bidang humas tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.
Ketiga, tidak boleh menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Keempat tidak boleh memberitakan terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan," jelas TR tersebut.
Kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.