Gaya Hidup

Hobi Membaca, Buku Jadi Teman Sejati Saat Roelyta Aminuddin Berjuang Melawan Kanker

Hobi Membaca, Buku Jadi Teman Sejati Saat Roelyta Aminuddin Berjuang Melawan Kanker. Pada 23 April ditetapkan sebagai Hari Buku Sedunia.

TRIBUN KALTIM/DWI ARDIANTO
Hobi Membaca, Buku Jadi Teman Sejati Saat Roelyta Aminuddin Berjuang Melawan Kanker 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Hobi Membaca, Buku Jadi Teman Sejati Saat Roelyta Aminuddin Berjuang Melawan Kanker.

Hari ke-23 di bulan April telah menjadi momen yang ditetapkan oleh UNESCO untuk memperingati Hari Buku Sedunia dan Hari Hak Cipta Sedunia.

Begitu pentingnya kegiatan membaca buku bagi keberlangsungan hidup manusia, UNESCO melalui Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, menyebutkan bahwa buku bukan hanya merupakan sarana penghibur dan pengajar saja, namun juga merupakan sarana untuk menjelajahi alam di luar pengalaman pribadi dan sarana untuk mengakses relung terdalam dalam diri manusia.

Roelyta Aminuddin selaku pendiri Taman Baca Masyarakat (TBM) An-Nisaa mengatakan bahwa buku telah menjadi teman hidupnya.

Wanita yang merupakan ibu dari dua orang anak sekaligus pejuang kanker tersebut mengamini bahwa belajar merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia, di mana membaca buku adalah salah satu bagian dari proses belajar itu sendiri.

"Jika ditanya mengapa saya memilih buku dari sekian banyak hal yang dapat dilakukan manusia untuk dapat bermanfaat bagi sesama, alasan saya adalah karena dengan buku kita bisa mengetahui kebesaran Tuhan, dengan mengetahui kebesaran Tuhan, kita pun menjadi semakin besar," ujarnya.

Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa membaca buku bukan hanya membuat manusia jadi lebih terampil dalam skill tertentu, namun juga mengajarkan kita untuk dapat melihat dan menilai sesuatu melalui persepsi berbeda, yaitu melalui perspektif si penulis.

"Contoh paling sederhana adalah membaca buku resep masakan. Mungkin bagi sebagian orang kegiatan membaca kumpulan resep hanya bertujuan untuk mengasah keterampilan masak saja. Tapi bagi saya, dengan membaca kita jadi belajar untuk melihat sesuatu, dalam hal ini bahan makanan tertentu ternyata bisa diolah menjadi makanan lain dari persepsi si penulis. Ini menjadi latihan yang bagus agar kita terbiasa melihat segala hal dari berbagai sudut pandang, sehingga kita lebih tenang saat menghadapi masalah," terangnya.

Sambil menceritakan pengalamannya sebagai seorang pejuang kanker, ia mengatakan bahwa pernah suatu saat ia membayangkan kanker yang ia alami menggerogoti tubuhnya hingga membuat ia buta dan tidak bisa membaca lagi.

"Ketika membayangkan hal itu, saya merasa bahwa terpisah dari buku akan menjadi pukulan terberat bagi saya bahkan lebih berat dari rasa sakit yang disebabkan oleh kanker itu sendiri," tuturnya.

Bagi Roelyta Aminuddin, buku telah menjadi teman setianya melewati getirnya pengalaman berjuang melawan kanker.

Ia mengaku bahwa dengan membaca buku, ia dapat sedikit melupakan rasa sakit akibat efek samping dari kemoterapi.

"Saat menjalani pengobatan, ada banyak hal yang ingin saya ceritakan namun terbatas oleh waktu dan tenaga. Namun dengan membaca buku, saya seolah memiliki teman setia yang bahkan belum pernah saya temui," ungkapnya.

Oleh karena alasan tersebut, Roelyta Aminuddin akhirnya memutuskan untuk menuangkan perjalanan hidupnya dan cikal bakal TBM An Nisaa ke dalam sebuah buku berjudul Kisahku & Buku.

Rencananya buku yang dicetak sebanyak 200 eksemplar tersebut akan dijual secara langsung atau online dengan harga Rp 80.000.

Ia berharap dengan adanya buku tersebut, orang lain yang mungkin juga mengalami permasalahan seperti dirinya dapat memiliki teman sepenanggungan dan teman bercerita meskipun tidak saling kenal atau bahkan pernah bertemu.

"Saya adalah pejuang kanker, kanker telah merenggut kebebasan mobilitas saya. Tapi dengan buku, saya bisa melangkah sejauh apapun yang saya kehendaki dan bertemu siapapun tak terbatas tempat, waktu dan dimensi," tutupnya. 

UNESCO Dorong Anak Muda Senang Membaca

Setiap tahun, masyarakat dunia memperingati Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia yang jatuh pada 23 April. Tahun ini, peringatan tersebut jatuh pada Jumat (23/4/2021).

Di media sosial Twitter, warganet meramai-ramai mengunggah ucapan selamat, gagasan, serta harapan mereka tentang Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia.

Dari pantauan Kompas.com, hingga Jumat (23/4) sore, kata kunci "Selamat Hari Buku Sedunia" telah ditwitkan lebih dari 2.400 kali oleh warganet.

Lantas, bagaimana sejarah Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia? Pada 23 April 1995, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menggelar Konferensi Umum di Paris, Perancis.

Pada konferensi itu, UNESCO mencetuskan perlu adanya sebuah hari untuk merayakan buku, penulis, serta mendorong anak-anak muda menemukan kesenangan dari membaca.

Konferensi kemudian sepakat memilih 23 April sebagai Hari Buku Sedunia, karena merupakan tanggal kematian sejumlah penulis terkenal dunia, seperti William Shakespeare, Miguel de Cervantes, dan Inca Garcilaso de la Vega.

Dengan memperingati buku dan hak cipta, UNESCO menyatakan dukungannya terhadap kreativitas, keragaman, dan akses yang setara terhadap ilmu pengetahuan. Pada peringatan tersebut, UNESCO bersama organisasi internasional yang mewadahi penerbit, perpustakaan, dan penjual buku, juga menganugerahkan gelar tahunan Ibu Kota Buku Dunia, kepada kota yang dinilai layak.

Untuk Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia 2021, gelar Ibu Kota Buku Sedunia dianugerahkan kepada kota Tbilisi, yang merupakan ibu kota negara Georgia.

Direktur Jenderal UNESCO Audrey Zoulay, dalam pesannya untuk Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia 2021, mengatakan: "Kekuatan buku harus dimanfaatkan sepenuhnya. Kita harus memastikan aksesnya, sehingga setiap orang dapat menikmati membaca, dan dengan demikian, dapat bermimpi, belajar, serta berefleksi.”

Menurut UNESCO, membaca menjadi semakin penting di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda, dan kebijakan di rumah saja yang masih efektif di banyak negara.

Ketika orang-orang harus membatasi waktu mereka beraktivitas di luar rumah, buku telah terbukti menjadi alat yang ampuh untuk mengatasi kebosanan selama isolasi, memperkuat ikatan antar manusia, memperluas wawasan, sekaligus merangsang pikiran dan kreativitas.

UNESCO menyebutkan, di beberapa negara, jumlah buku yang dibaca meningkat dua kali lipat selama pandemi Covid-19.

"Pandemi telah mengingatkan kita semua akan pentingnya buku dan membaca, untuk mendapatkan kenyamanan dan kebebasan, yang kita butuhkannya setahun terakhir ini." (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved