Cover Story
2 Mei Hari Pendidikan Nasional, Tracy Anjani Sedih Lulus di Masa Pandemi Tanpa Pesta Perpisahan
2 Mei Hari Pendidikan Nasional, Tracy Anjani Sedih Lulus di Masa Pandemi Tanpa Pesta Perpisahan
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - 2 Mei Hari Pendidikan Nasional, Tracy Anjani Sedih Lulus di Masa Pandemi Tanpa Pesta Perpisahan
Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh tepat pada tanggal 2 Mei 2021, tidak akan lengkap rasanya jika tidak membahas topik terkait pendidikan dengan sistem daring yang kini dilakukan hampir seluruh sekolah di Indonesia.
Menjalani pendidikan di tengah pandemi Covid-19, tentu menjadi pengalaman berbeda bagi sebagian besar siswa Indonesia.
Jika sebelumnya mereka terbiasa bersekolah secara tatap muka dengan suasana kelas yang ramai dan penuh cerita, kini hal tersebut harus dijalani dengan memanfaatkan fasilitas internet di rumah masing-masing.
Bagi Tracy Anjani Robert Dill atau yang biasa disapa Tracy, hal ini merupakan hal yang cukup berat bagi dirinya.
Bagaimana tidak? Sebagai siswa yang banyak menghabiskan waktu di sekolah dan bermain bersama teman-temannya, kegiatan belajar mengajar melalui internet menurutnya memangkas hampir sebagian besar kesempatannya untuk bersosialisasi dengan teman-teman dan lingkungan sekolahnya.
"Apalagi saya adalah tipe orang yang suka bergaul. Saat awal pandemi dan diharuskan sekolah dari rumah, bisa dikatakan saya cukup stres karena harus berpisah dengan teman-teman kelas saya," kenang Tracy Anjani.
Alumni SMP Negeri 1 Kota Balikpapan tersebut bercerita bahwa setahun sebelum kelulusan, ia dan teman-teman sekelasnya sudah mulai merencanakan pesta kelulusan yang akhirnya harus dibatalkan karena pandemi Covid-19.
Hal ini juga yang dikatakan Tracy menjadi salah satu hal yang membuat dirinya sangat sedih, mengingat tiga tahun kebersamaannya bersama kawan sekelas harus berakhir tanpa seremoni berarti.
"Apalagi ini masa SMP, masa peralihan dari remaja ke remaja dewasa dan tidak mungkin terulang lagi. Jadi memang sangat disayangkan harus diakhiri tanpa perpisahan yang bisa jadi cerita ketika tua nanti," ujarnya.
Selain masa SMP yang harus dilalui tanpa pesta perpisahan, gadis keturunan Kanada ini juga mengakui bahwa dirinya cukup kesulitan mengikuti kegiatan belajar secara daring.
"Hal ini berkaitan dengan penyampaian materi oleh guru. Sering kali materi yang diberikan tersebut tidak tersampaikan dengan baik. Jangankan belajar secara daring, kadang-kadang belajar di ruangan kelas saja ada kemungkinan materi tertentu tidak dapat diterima siswa secara maksimal, apalagi dengan sistem seperti ini," kata remaja yang sempat menjabat sebagai Duta Lingkungan Wakil 2 tahun 2019 tersebut.
Kondisi ini pula yang menyebabkan Tracy Anjani sempat khawatir akan kualitasnya sebagai seorang pelajar.
Gadis yang kini duduk di bangku SMA Negeri 1 Balikpapan tersebut menceritakan bahwa ia sempat kesulitan mengikuti pelajaran ketika pertama kali masuk SMA.
"Walapun mungkin ini merupakan masalah umum yang dialami rata-rata siswa Indonesia saat ini, tapi tetap saja kadang muncul ketakutan akan kualitas diri sendiri. Apalagi sudah sejak kecil saya bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan di Paris, Perancis. Tentu dengan sistem sekolah seperti ini, akan banyak ketertinggalan yang sama alami," ujar Tracy Anjani.
Kendati begitu banyak rintangan yang harus dilalui oleh siswa yang saat ini menempuh pendidikan dalam kondisi pandemi, Tracy Anjani mengakui bahwa ia tidak ingin hal tersebut menghalanginya untuk melakukan kegiatan bermanfaat lainnya.
Remaja yang berencana untuk mengambil jurusan Fashion Design tersebut mengatakan bahwa dirinya berusaha untuk memanfaatkan waktu luangnya dengan mengasah kemampuannya di bidang modeling.
"Kalau menurut saya, keterbatasan yang disebabkan oleh pandemi tidak boleh menghalangi para pelajar Indonesia untuk berprestasi di bidang apapun yang mereka sukai. Meskipun pandemi dan belajar secara daring sempat membuat saya stres dan khawatir akan masa depan saya, namun karena sistem belajar ini juga waktu yang saya gunakan jadi lebih efektif," ungkapnya.
Ia menceritakan bahwa aktivitas belajarnya kini dibarengi dengan banyak kegiatan modeling. Jam sekolah yang mulai dari pukul 08.00 pagi hingga 12.00 siang membuat dirinya memiliki banyak waktu luang untuk mengerjakan hal lain.
Selain itu, Tracy Anjani mengatakan bahwa dengan sistem belajar ini, dirinya jadi lebih mandiri dan terbiasa untuk belajar sendiri di rumah.
"Karena ketakutan yang muncul akibat sistem belajar daring itu, saya justru jadi lebih terdorong untuk belajar sendiri di rumah. Harapannya ke depan, melalui keterbatasan yang kita alami saat ini setiap siswa Indonesia dapat memiliki kebiasaan baru yaitu lebih inisiatif dalam mengembangkan diri secara mandiri. Dalam proses belajar, rintangan itu pasti ada baik dari luar maupun dari diri sendiri. Tapi bagaimanapun, sebagai generasi muda penerus bangsa kita harus tetap semangat. Anak muda itu katanya lekat dengan kreatifitas dan semangat yang membara, jadi mari kita sama-sama gunakan kemampuan itu untuk masa depan yang lebih baik," pungkas Tracy Anjani.
Biofile Model
Nama: Tracy Anjani Robert Dill
TTL: Yogyakarta, 31 Oktober 2005
Hobi: Modelling
Pekerjaan: Model
Motto: just be yourself
Instagram: @tracy_3110
Prestasi: Duta Lingkungan Wakil 2 2019
Puteri Remaja Indonesia Kalimantan Timur 2020
Fotografer: Dwi Ardianto
Lokasi pemotretan: kawasan Pentacity
2 Mei Hari Pendidikan Nasional, Belajar di Masa Pandemi Covid-19, Bimbingan Skripsi Dilakukan Online
Bertepatan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), dunia pendidikan di Indonesia masih berada dalam fase tantangan besar di masa pandemi Covid-19.
Sejak Corona merebak di Indonesia, kegiatan pembelajaran tatap muka ditiadakan menjadi belajar dari rumah secara daring. Suka tidak suka, menyenangkan atau menyebalkan, menempuh pendidikan harus dijalani demi masa depan.
Kendati tidak sempat merasakan langsung berkuliah daring akibat pandemi, Amalia Afifah sempat merasakan sulitnya menyelesaikan skripsi dengan sistem bimbingan secara daring. Mahasiswi lulusan teknik elektro Institut Teknologi Kalimantan (ITK) tersebut mengakui bahwa dirinya sempat khawatir tidak dapat menyelesaikan pendidikan strata-1 (S1) tepat waktu.
Perempuan yang biasa disapa Amel tersebut bercerita bahwa ketika pertama kali pandemi terjadi, dirinya sedang berada di tingkat akhir dan sedang mengerjakan skripsinya.
Meski tidak sempat membuatnya belajar daring, Amel bercerita bahwa bimbingan tugas akhir yang dikerjakannya harus dilakukan secara online.
"Awalnya sempat merasa senang karena bimbingan daring ini membuat tugas akhir saya tidak banyak direvisi, namun di pertengahan tiba-tiba merasa khawatir dan berpikir bahwa saya diluluskan hanya karena bimbingan daring ini menyebabkan dosen kerepotan untuk merevisi," ceritanya.

Hal ini yang kemudian membuat perempuan kelahiran tahun 1998 tersebut takut jika dirinya tidak sanggup bertahan di dunia kerja.
Ia mengaku kekhawatiran ini sempat membuat dirinya merasa rendah diri dan tidak mampu bersaing dengan teman sebayanya ketika lulus kuliah nanti.
"Apalagi lulusan S1 ini kebanyakan dianggap sudah mampu untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri, ini menjadi beban tersendiri bagi saya dan membuat saya bertanya apakah saya mampu berbaur dengan masyarakat begitu lulus nanti," tuturnya.
Setali tiga uang dengan Tracy, hal ini pulalah yang akhirnya membuat Amel berusaha sebaik mungkin untuk mengasah kemampuannya di bidang lain.
Jika Tracy menggunakan waktunya untuk mengasah kemampuan di bidang modeling, Amel banyak mengambil kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan dan sertifikasi kemampuan.
Perempuan yang pernah menjuarai Lomba Pertolongan Pertama Kelompok Tingkat SMA dan meraih prestasi juara 3 Lomba Komite Karate Walikota Cup Balikpapan tersebut, mengatakan bahwa saat ini adalah momentum yang tepat bagi pendidikan di Indonesia untuk berbenah.
"Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi saat ini menyebabkan ada begitu banyak perubahan dalam masyarakat kita. Namun sebenarnya semua tergantung dari sudut mana kita memandang hal tersebut, Misalnya seperti sekarang dengan adanya pandemi ini, masyarakat kita seolah dipaksa untuk melek teknologi. Mungkin kalau dalam kondisi normal, kita baru akan mencapai penggunaan teknologi ini dalam 5 hingga 10 tahun ke depan. Tapi dengan keterbatasan yang disebabkan oleh Covid-19, segala sesuatu seolah dipercepat. Harapannya dengan adanya momentum ini, generasi muda Indonesia dapat berlomba untuk berinovasi dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat serta mengangkat nama bangsa di kancah internasional," tutup Amel. (*)