Ramadhan 2021
Warisan Keluarga Turun-temurun, Kue Talam Maskota Jadi Buruan Warga Samarinda, Omzet Rp 10 Juta/Hari
Jika dirunutkan hingga sekarang, jajanan tradisional Maskota sudah ada sejak tahun 1980, dan sering diburu masyarakat Kota Samarinda, Provinsi Kaliman
Penulis: Mohammad Fairoussaniy |
Ketika Siti Zaenab meninggal dunia pada 1986, Maskota masih tetap berjualan, melanjutkan perjuangan orang tuanya.
Keahliannya memasak olahan kue menurun dari sang ibu. Hingga akhirnya menikah dengan anak Hj Hatim dan melahirkan sembilan orang anak.
Kesembilan anaknya kini juga ikut meneruskan berjualan kue sembari menggeluti pekerjaannya masing-masing.
Maskota tidak meninggalkan jejak Siti Zaenab sebagai penjual kue.
"Hj Hatim itu mertua saya. Kue saya yang buat sepeninggal ibu, beliau yang memasarkan. Makanya di Samarinda terkenalnya kue Hj Hatim," jelas Maskota.
Rasa kue tradisional serta kue talam buatan Maskota tak perlu diragukan, saat Ramadhan seperti ini, pembeli bahkan seperti tak berhenti.
Sejak lima tahun lalu diketahui Maskota sudah menggunakan namanya sendiri.
Rebranding dilakukan agar orang juga mengetahui di balik nama besar Hj Hatim ada sosoknya yang mengolah jajanan dengan tangannya yang cekatan.
Walau berganti nama, dia tidak kehilangan pelanggan.
"Orang tahunya kue basah ya di sini (Maskota Kue). Kue talam Hj Hatim ya juga di sini. Begitu sejarahnya," ucap Maskota.
Dia menuturkan untuk memasak kue-kue basah, Maskota dibantu anak-anaknya.
Dia memulai membuat kue sejak pukul 01.00 WITA dan selesai menjelang azan zuhur.
Dapur yang digunakan pun, dari Siti Zaenab hingga Maskota tetap tak berubah.
Hanya alat-alat pembakaran tungku kayu sudah berubah menjadi kompor gas, kecuali membuat bingka yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak.
Adanya wabah Covid-19 setahun terakhir, diakuinya, membuat keuntungan jualan jajanan tradisional sungguh jauh berbeda, tak seperti tahun-tahun sebelumnya.