Berita Nasional Terkini
Hanya 20 Menit Potensi Tsunami di Selatan Laut Jawa Timur Capai Pantai Blitar, Ini Penjelasan BMKG
Hanya 20 menit potensi tsunami di Selatan Laut Jawa Timur capai pantai Blitar, ini penjelasan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika.
TRIBUNKALTIM.CO - Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) meminta agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi tsunami besar yang mengancam Jawa Timur
Pantai Selatan Blitar berpotensi jadi kawasan paling awal dihempas tsunami.
Dari kalkulasi ahli dan BMKG gelombang tsunami hanya perlu waktu 20 menit untuk sampai ke pantai selatan Blitar.
Informasi selengkapnya ada dalam artikel ini.
Baca juga: Cara Mudah Cek Penerima Bantuan UMKM 2021 Tahap 3, Kapan BLT UMKM Dibuka? Ini Cara Daftarkan UMKM
Baca juga: Mau Daftar CPNS 2021? Cek Jadwal Pendaftaran Terbaru, Ini Formasi Sepi Peminat, Login sscn.bkn.go.id
Dilansir Kompas.com berdasarkan kajian Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas potensi gempa bumi besar yang dapat memicu gelombang tsunami di wilayah selatan Jawa Timur, wilayah pesisir pantai selatan Blitar adalah yang paling awal terhempas gelombang tsunami.
Bukan dalam waktu 24 menit seperti yang sebelumnya disampaikan, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setyo Prayitno mengatakan, jika terjadi tsunami di pesisir selatan Jawa Timur, maka pantai selatan Blitar akan terhempas gelombang tsunami pada menit ke-20 sejak terjadinya gempa bumi.
"Itu berdasarkan skenario yang kami buat, yang tentunya didasarkan pada data yang kami miliki," ujar Bambang, kepada wartawan di Pendopo Ronggo Hadinegoro, Kota Blitar, Selasa (8/6/2021).
Bambang mengatakan, simulasi tersebut merupakan skenario terburuk yang bisa terjadi jika terjadi gempa bumi dengan magnitudo 8,7 di selatan Jawa Timur yang bisa memicu tsunami.
Beberapa faktor, ujar Bambang, turut memengaruhi besarnya dan kecepatan gelombang tsunami. Salah satunya, kata dia, adalah kedalaman laut.
"Semakin dalam dasar laut, semakin besar dan tinggi kecepatan gelombang," kata dia.
Faktor lain, lanjut dia, adalah cekungan daratan atau teluk di pantai selatan Blitar yang juga bisa memberikan efek tertentu sehingga gelombang lebih cepat mencapai daratan pantai.
"Dan faktor lain tentunya adalah jarak pantai ke pusat titik gempa," ujar dia.
Baca juga: Jawaban Komnas HAM Usai KPK Tolak Hadiri Panggilan Soal Dugaan Pelanggaran Tes Wawasan Kebangsaan
Faktor-faktor tersebut, sebut dia, membuat pantai selatan Kabupaten Blitar dalam pemodelan yang dibuat BMKG akan paling awal terhempas gelombang tsunami.
"Jika ada data baru yang mempengaruhi ini, bisa saja perhitungan ini juga berubah," ujar dia.
Namun, kata Bambang, untuk saat ini, dalam skenario terburuk yang dibuat, wilayah pesisir selatan Blitar adalah yang paling cepat terhempas gelombang tsunami yaitu dalam hitungan 20 menit sejak terjadinya gempa bumi yang memicu tsunami.
Bambang menggarisbawahi pentingnya semua pihak terkait menyikapi kajian yang dilakukan BMKG dengan membangun kesiapan melakukan mitigasi jika bencana benar terjadi.
"Sekarang data kami seperti ini. Yang lebih penting bagaimana kita memiliki kesiapan menghadapi potensi bencana. Kalau kami punya data seperti ini dan tidak memberikan peringatan, salah juga kami," ujar dia.
Jangan panik, tapi waspada Bambang mengatakan, berdasarkan data yang terpantau memang terjadi peningkatan aktivitas kegempaan di wilayah selatan Jawa Timur sejak awal 2021 hingga saat ini.
Baca juga: Terungkap Alasan KPK Tolak Panggilan Komnas HAM, Firli Bahauri tak Paham Apa yang Bakal Ditanyakan
Namun, dia meminta agar peringatan yang disampaikan BMKG tidak direspons dengan kepanikan, tapi meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi kemungkinan terburuk.
Bambang kembali menyampaikan koreksi istilah yang digunakan terkait ramainya pemberitaan gempa bumi yang bisa memicu tsunami di selatan Jawa Timur.
Menurutnya, apa yang BMKG berikan bukan prediksi, tapi potensi terjadinya gempa bumi di selatan Jawa Timur yang bisa memicu tsunami.
"Potensi itu bisa terjadi, bisa tidak," ujar dia.
Terkait bencana gempa bumi dan tsunami, kata Bambang, sudah menjadi fakta banyak wilayah Indonesia yang rawan diguncang gempa bumi dan tsunami.
"Hal ini harus kita terima bersama dan bagaimana kita beradaptasi dengan lingkungan alam kita, yaitu dengan membangun kesiapan menghadapi potensi tersebut," ujar dia.
Jawa Timur Bepotensi Gempa dan Tsunami Besar
Ancaman gempa bumi dan tsunami menyandera masyarakat Jawa Timur.
Gempa bumi M 8,9 dan tsunami 29 meter berpotensi terjadi di Jawa Timur.
Hal itu diketahui usai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) melakukan pemodelan matematika untuk mengukur potensi gempa terkuat dan tinggi maksimum tsunami yang bisa menyapu Jawa Timur.
Berdasarkan hasil pemodelan matematis, Jawa Timur berpotensi diguncang gempa hingga kekuatan M 8,9 dan tinggi maksimum tsunami mencapai 29 meter.
Informasi selengkapnya ada dalam artikel ini.
Baca juga: Siapa Mochtar Kusumaatmadja? Dijuluki Bapak Hukum Laut Indonesia, Menlu Era Orde Baru Soeharto Wafat
“Dari sejarah dan data-data yang terekam hingga saat ini, akhirnya kami menyusun pemodelan secara matematis potensi tsunami di Jawa Timur,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Webinar bertajuk Kajian dan Mitigasi Gempabumi dan Tsunami di Jawa Timur, Jumat (28/5).
Berdasarkan hasil analisis BMKG untuk wilayah Jawa Timur, potensi tsunami seluruh pesisir tinggi maksimum adalah 26-29 meter di Kabupaten Trenggalek.
“Dan waktu tiba tercepat, datangnya tsunami paling cepat, 20-24 menit di Kabupaten Blitar,” imbuh Dwikorita.
Pada September 2020, para peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) juga membeberkan adanya potensi tsunami 20 meter di selatan Pulau Jawa. Hasil riset itu telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report pada bulan yang sama.
Salah satu anggota tim peneliti tersebut, Endra Gunawan mengatakan, riset tersebut menggunakan analisis multi-data dari berbagai peneliti. Selama ini, sejarah gempa besar di kawasan Pulau Jawa tidak diketahui atau tidak terdokumentasi.
“Karena gempa itu siklus, maka ada saatnya di mana di wilayah itu ada pengumpulan energi, lalu akan melepaskan saat gempa,” ungkap Endra.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Novel Baswedan Dibenci Lantaran Politis, Niat Angkat Penyidik KPK jadi Jaksa Agung
Sementara itu, Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Pasuruan Suwarto menjelaskan, sumber gempa bumi pertama berada di selatan Pulau Jawa, tepatnya di zona subduksi atau tumbukan antara lempeng Indo Australia dengan Eurasia.
“Jadi itu adalah sumber gempa yang potensial. Gempa di Malang, Blitar kemarin berada di zona subduksi. Ini merupakan sumber gempa yang berpotensi dapat dirasakan di Jawa Timur atau bahkan mungkin, kalau cukup besar bisa merusak,” ujar Suwarto.
Sumber gempa kedua, lanjut Suwarto, berada di zona sesar atau zona patahan. Zona ini cukup banyak di Jatim. Seperti Sesar Kendeng di tengah Pulau Jawa, membentang dari Provinsi Jateng ke Jatim, sekitar Waru sampai Surabaya.
Kemudian ada Sesar RMKS melintasi wilayah Rembang, Madura, Kangean, Sakala. Lalu Sesar Grindulu di Pacitan hingga Sesar Pasuruan.
“Berdasarkan data yang dirilis Pusgen (Pusat Studi Gempa Nasional) tahun 2017, Jatim ada dua sumber gempa yang cukup potensial. Yang paling sering terjadi di selatan Pulau Jawa atau di Jatim pada zona tersebut,” tuturnya.
Disinggung mengenai potensi tsunami, Suwarto menyebut di bagian selatan atau sepanjang pantai Samudra Hindia, mulai dari Banyuwangi, Jember, Lumajang, sekitar Tulungagung, sampai Pacitan, potensi tsunami cukup besar.
“Kalau gempa cukup besar berpotensi tsunami, maka daerah sepanjang pantai itu bisa terkena tsunami,” jelas Suwarto.
Baca juga: BLAK-BLAKAN Mahfud MD Sebut Koruptor Bersatu Hantam KPK, Tanggung Jawab Bukan Hanya Milik Jokowi
Meski Jatim punya potensi tsunami, namun Suwarto mengatakan tidak perlu disikapi dengan panik. Karena sifatnya bukan prediksi, melainkan hasil kajian.
“Gempa 8,7 bisa terjadi sekali langsung dengan berkekuatan seperti itu, atau mungkin patah menjadi beberapa bagian atau segmen dengan diikuti goncangan kecil. Skenario terburuk maksimal 8,7,” paparnya.
BMKG memiliki cukup banyak kajian mitigasi. Sejak awal tahun, bersama Kepala BMKG Pusat, pihaknya melakukan kajian dan memetakan daerah-daerah rawan gempa dan tsunami.
“Kemarin kami ke Banyuwangi, daerah Muncar dan Pancer, Malang Pantai Sendang Biru, Trenggalek Pantai Prigi. Sudah kami petakan dan survei. Sekalian juga meninjau kesiapan daerah di situ. Mulai dari jalur evakuasi, tempat evakuasi,” terangnya
Pihaknya juga melakukan kajian serta membuat skenario pemodelan dan menghasilkan rekomendasi untuk diteruskan ke pemerintah daerah. Mulai Malang, Trenggalek, Banyuwangi, dan Sumenep.
“Kami sampaikan rekomendasi menyikapi potensi bahaya gempa bumi dan tsunami. Kalau dari hasil analisa gempa beberapa tahun ini memang ada peningkatan jumlah kegempaan di Jatim,” katanya.
Baca juga: HASIL MotoGP Catalunya 2021, Rider KTM Beri Kejutan, Quartararo Kena Sial, Rossi Terkapar di Lap 10
Rata-rata kenaikan dalam tiap bulan sekitar 50-100 gempa di Jatim. Ada tren peningkatan. “Itu hal yang wajar tidak perlu panik, karena gempa sifatnya periodik. Artinya akan terjadi terus- menerus. Kalau sering terjadi gempa justru ancaman gempa besar berkurang, karena energi juga berkurang. Tidak perlu panik,” lanjutnya.
Suwarto mengimbau, bagi warga yang tinggal di tempat gempa dan rawan tsunami, khususnya di daerah pantai, segera mempersiapkan diri untuk meningkatkan mitigasi. Mulai bangunan dan infrastruktur yang tahan terhadap gempa bumi.
“Sering berlatih mengikuti simulasi penyelamatan ketika terjadi gempa bumi. Ketika ada gempa tidak panic, kita tahu mencari lokasi yang aman gimana. Kita edukasi terus masyarakat dan juga stakeholder. Mitigasinya kami tingkatkan,” pungkasnya.
Etalase bencana
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim Gatot Soebroto mengungkapkan, ada 14 jenis kebencanaan yang berpotensi terjadi di Jatim.
Di antaranya, banjir, banjir bandang, gelombang ekstrem, abrasi, gempa bumi, kegagalan teknologi, kekeringan, pandemi Covid-19, epidemi, dan wabah penyakit, letusan gunung api, cuaca ekstrem, tanah longsor, tsunami, kebakaran hutan dan lahan serta likuifaksi.
Gatot merinci ada 392 kejadian tahun 2018, kemudian 459 kejadian tahun 2019, dan 273 kejadian tahun 2020. Melihat karakter bencana Jatim itu Gatot menyebut Jatim sebagai etalase bencana.
“Kita berharap jangan sampai menyumbang kebencanaan. Tapi ternyata wilayah kita sering terjadi bencana alam,” katanya, Kamis (27/5).
Oleh karena itu, ungkap Gatot, pihaknya berupaya menerapkan program mitigasi bencana yang bersifat preventif kepada masyarakat. Baginya, masyakarat perlu digugah kesadarannya untuk memahami bahwa kawasan lingkungan tempatnya tinggal sangat berpotensi terjadi ancaman kebencanaan.
Pihaknya terus mengedukasi masyarakat untuk mampu adaptasi terhadap situasi serba tak terprediksi akan adanya bencana, dan tanggap terhadap kondisi kedaruratan bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
(*)
Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jatim Berpotensi Gempa Berkekuatan M 8,9 dan Tsunami 29 Meter, Warga Tingkatkan Mitigasi