Berita Kaltim Terkini
Jabatan Makmur HAPK Dicopot, Pengamat Unmul Sampaikan Langkah Hukum yang Bisa Ditempuh
Beredar adanya surat persetujuan Pergantian Antarwaktu (PAW) Makmur HAPK sebagai Pimpinan DPRD Kaltim dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Penulis: Muhammad Riduan |
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Beredar adanya surat persetujuan Pergantian Antarwaktu (PAW) Makmur HAPK sebagai Pimpinan DPRD Kaltim dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Hingga kini Makmur HAPK belum memberikan komentarnya terkait adanya surat persetujuan yang beredar tersebut.
Tetapi apabila Makmur HAPK tidak terima atau keberatan apakah ada upaya hukum yang bisa dilakukannya?
Merespons terkait upaya hukum tersebut, Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah menuturkan, jika yang bersangkutan keberatan terhadap keputusan partai yang mengusulkan pemberhentiannya sebagai pimpinan DPRD, maka ini dikategorikan sebagai "perselisihan partai politik".
Pria yang akrab disapa Castro mengemukakan, berdasarkan penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Partai Politik, secara eksplisit menyebutkan bahwa cakupan perselisihan Partai Politik, meliputi perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik, pemecatan tanpa alasan yang jelas, penyalahgunaan kewenangan, pertanggungjawaban keuangan, dan/atau "keberatan terhadap keputusan Partai Politik".
Baca juga: Beredar Surat PAW Ketua DPRD Kaltim dari DPP Partai Golkar, Makmur HAPK Pilih Tak Komentar
"Untuk itu, penyelesaian terhadap perselisihan ini harus dilakukan secara internal melalui (Mahkamah Partai Politik) dalam waktu 60 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU 2/2011 tentang Partai Politik," ungkapnya saat dihubungi Sabtu (19/6/2021).
Maka apabila penyelesaian perselisihan tidak tercapai di internal, proses berikutnya diserahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) untuk paling lama 60 hari.
"Putusan PN merupakan putusan di tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi paling lama 30 hari (Lihat Pasal 33 UU 2/2011 tentang Partai Politik)," imbuhnya.
Dia menegaskan, itulah proses formil yang harus ditempuh sebelum pemberhentian pimpinan DPRD dilakukan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan melalui keputusan DPRD.
Jika proses penyelesaian perselisihan tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme yang disebutkan di atas, dan DPRD nantinya tetap bersikeras menetapkan keputusan pemberhentian tersebut.
Baca juga: DPD Golkar Kaltim Akui Belum Terima Surat Persetujuan PAW Ketua DPRD Kaltim dari DPP
"Maka keputusan itu rentan digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dan konsekuensinya adalah keputusan DPRD tersebut lemah dalam argumentasi prosedural," imbuhnya.
Castro menambahkan, dalam mengambil tindakan tertentu, partai politik jangan semata-mata hanya berdasarkan like and dislike, tetapi juga harus berbasis argumentasi logis yang mudah diterima dan dipahami publik.
"Jadi kendatipun pergantian pimpinan DPRD itu memiliki dasar hukum, tapi aspek etis tidak boleh dinafikan. Itu sih poinnya," ucapnya.
Penulis: Muhammad Riduan | Editor: Rahmad Taufiq