Berita Nasional Terkini

UNGKAP Besarnya Peran Prabowo Subianto dalam Hidupnya, Edhy Prabowo: Saya Diambil dari Comberan

Dalam sidang pledoi, Edhy Prabowo mengungkap sejumlah hal, salah satunya kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Editor: Doan Pardede
Tribunnews/Irwan Rismawan
KORUPSI BENIH LOBSTER - Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020, Edhy Prabowo menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021). Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut mantan Menteri Perikanan dan Kelautan (KKP) tersebut dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. 

TRIBUNKALTIM.CO - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo membacakan pleidoi atau nota pembelaan pribadinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (9/7/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Edhy Prabowo mengungkap sejumlah hal, salah satunya kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo.

Edhy Prabowo juga meminta maaf secara khusus kepada Presiden Joko Widodo dan  Prabowo Subianto atas semua perbuatannya.

Edhy Prabowo menyebut, selama ini, baik Jokowi maupun Prabowo telah memberikan amanah atau kepercayaan kepadanya.

Baca juga: Dituntut 5 Tahun Penjara, Edhy Prabowo Curhat Tak Enak Hidup di Penjara, Panas, Jauh dari Keluarga

Hal itu diucapkan terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster itu saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan pribadinya.

”Permohonan maaf secara khusus saya sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Ir Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto,” ucap Edhy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (9/7/2021) seperti dilansir Tribunnews.com.

Mantan politikus Partai Gerindra itu kemudian menceritakan peran besar Prabowo dalam karier politiknya.

Dia mengatakan dirinya sempat masuk Akademi Militer di Magelang, namun dikeluarkan.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Selasa (15/6/2021).
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Selasa (15/6/2021). (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)

Setelah itu Edhy merantau ke Jakarta mencari kerja.

Di Ibu Kota Edhy bertemu Prabowo.

Dari perkenalan itulah ia memulai awal kariernya sebagai pegawai di perusahaan, menjadi anggota DPR, hingga menjadi Menteri KKP.

Baca juga: Akhirnya Fahri Hamzah Siap Jadi Tersangka KPK, WhatsApp Edhy Prabowo Dibongkar, Titip Perusahaan?

”Bila sempat ada berita Edhy adalah orang yang diambil Prabowo dari comberan, saya katakan itu benar,” kata Edhy.

Dalam pleidoinya Edhy mengucapkan maaf kepada para pimpinan, staf dan seluruh pegawai KKP yang merasa terganggu dengan adanya perkara tersebut.

Selain itu, ia juga meminta maaf kepada orang tua dan keluarga besarnya serta seluruh masyarakat Indonesia.

Edhy pun berharap hakim menjatuhkan vonis secara adil.

”Saya sampaikan bahwa pada saat ini saya sudah berusia 49 tahun, usia di mana manusia sudah banyak berkurang kekuatannya untuk menanggung beban yang sangat berat."

"Ditambah lagi saat ini saya masih memiliki seorang istri yang solehah dan tiga orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah," kata Edhy.

Untuk kasusnya sendiri, Edhy membantah mengetahui adanya suap dalam pengajuan izin ekspor benih lobster.

Edhy didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp24.625.587.250,00 dan US$77.000 atau Rp1,12 miliar Duit diberikan agar Edhy mempercepat proses pengajuan izin budidaya dan ekspor benih lobster kepada sejumlah eksportir.

Baca juga: Terbongkar di Pengadilan, Alasan Edhy Prabowo Sertakan Ali Ngabalin Dalam Rombongan KKP ke Hawaii

Edhy membantah dirinya adalah pemilik PT Aero Citra Kargo, perusahaan yang memonopoli pengiriman benih dari Indonesia ke luar negeri.

Dia juga mengaku tidak tahu-menahu soal suap yang diterima anak buahnya.

Dia mengatakan dirinya tidak terlibat dalam urusan perusahaan kargo sebagaimana dakwaan jaksa.

”Tuduhan bahwa saya terlibat mengatur dan turut menerima aliran dana adalah sesuatu yang amat dipaksakan dan keliru,” kata dia.

Dia juga mengaku tidak pernah menerima uang dari Direktur PT DPPP, Suharjito. Diketahui Suharjito juga terdakwa dalam kasus ini, dia sudah lebih dulu divonis 2 tahun penjara.

”Saya tidak pernah menerima pemberian uang tersebut secara langsung dari Saudara Suharjito."

"Saya mengakui pernah melakukan pertemuan dengan Saudara Suharjito, namun perlu saya sampaikan bahwa saya selaku menteri memang memberikan ruang kepada setiap orang masyarakat kelautan dan perikanan yang akan menemui dan mengajak saya untuk berdiskusi demi kemajuan kelautan dan perikanan di Indonesia," aku Edhy.

Sebelumnya Edhy juga sempat mengatakan dirinya tidak bersalah dalam kasus dugaan suap ekspor benur. Ia menyebut telah mengajukan semua bukti yang sejalan dengan ungkapannya itu.

Hal ini ia sampaikan menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta kepada hakim agar dirinya dihukum lima tahun penjara.

"Saya merasa tidak salah dan saya tidak punya wewenang terhadap itu," kata Edhy, Selasa (29/6/2021).

Edhy menyebut dakwaan jaksa kepada dirinya tidak sepadan dengan temuan fakta persidangan. Edhy didakwa oleh penuntut umum untuk dihukum penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp400 juta.

Selain pidana, jaksa juga menuntut Edhy membayar uang pengganti sebanyak Rp 9,6 miliar dan US$ 77 ribu.

"Sangat berat. Apalagi tuntutan tersebut didasarkan atas dakwaan yang sama sekali tidak benar dan fakta-fakta yang sangat lemah," ucapnya.

Meski demikian, Edhy mengatakan akan bertanggungjawab atas dugaan kasus korupsi yang terjadi di KKP. Menurutnya, kesalahan dilakukan oleh staf-stafnya dalam keadaan lalai.

”Saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya," ujar Edhy.

Di akhir pembacaan pleidoi, Edhy sempat membacakan pantun, yang intinya meminta hakim mengabulkan pleidoinya.

Ada nelayan sedang mencari ikan,

Di tengah-tengah lautan menggunakan sampan.

Nota Pembelaan telah saya bacakan,

Semoga Majelis Yang Mulia dapat mengabulkan.

Edhy berharap hakim mengabulkan seluruh nota pembelaan atau pleidoinya.

Dia juga mendoakan majelis hakim yang mengadili perkaranya diberikan berkah dan hidayah dari Tuhan.

"Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan," ucapnya.(*)

Berita Nasional Terkini Lainnya

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved