Mata Najwa

Bukan Virus Corona, Tema Mata Najwa 4 Agustus 2021, Gebyar Diskon Hukuman Pinangki & Djoko Tjandra

Bukan Virus Corona, tema Mata Najwa 4 Agustus 2021, gebyar diskon hukuman Pinangki & Djoko Tjandra

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Instagram Mata Najwa
Tema Mata Najwa edisi Rabu 4 Agustus 2021, Keadilan Bersyarat Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 

TRIBUNKALTIM.CO - Mata Najwa kembali hadir edisi Rabu 4 Agustus 2021.

Kali ini, Najwa Shihab tak lagi mengangkat Virus Corona atau penanganan pandemi Covid-19 sebagai tema.

Mata Najwa besok malam akan menyorot diskon hukuman untuk Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Diketahui, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberi diskon hukuman setahun bagi Djoko Tjandra.

Dalam Instagram Mata Najwa, tertulis Keadilan Bersyarat Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Hal ini seolah sindiran mengenai kondisi terkini penegakan hukum di Indonesia.

Sebelumnya, Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta juta subsider 6 bulan penjara di tingkat pertama pada April 2021.

Selang tiga bulan pasca-vonis di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), hukuman Djoko Tjandra disunat sebanyak 1 tahun.

Baca juga: Lengkap, Profil 4 Hakim Pemotong Vonis Djoko Tjandra dan Pinangki, Dicoret dari Calon Hakim Agung

Berikut Unggahan Instagram Mata Najwa

Gebyar diskon hukuman di pengadilan!

Syarat dan ketentuan berlaku ya..

Rakyat jelata yang belum beruntung dapat diskon harap bersabar, ini ujian.

Saksikan Mata Najwa, Keadilan Bersyarat Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Rabu 4 Agustus 2021, live pukul 20.00 WIB.

Vonis Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Djoko Tjandra dalam kasus surat jalan palsu.

Alhasil MA menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memvonis Djoko Tjandra 3,5 tahun penjara.

"Amar putusannya: menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Tribunnews.com, Kamis (8/7/2021).

Majelis hakim dalam perkara kasasi itu di antaranya Soesilo, Hidayat Manao, dan Andi Abu Ayyub Saleh.

Perkara masuk ke Mahkamah Agung pada tanggal 10 Mei dan diputus pada 3 Juni 2021 lalu.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim kasasi menyatakan bahwa pada saat masih buronan kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra akan kembali ke Jakarta menggunakan pesawat carter.

Djoko Tjandra kemudian menggunakan surat jalan atas nama kuasa hukumnya Anita Dewi A. Kolopaking yang dibuat oleh saksi Dodi Jaya atas perintah mantan Koordinator Biro dan Pengawasan PPNS Mabes Polri Brigadir Jenderal Pol Prasetijo Utomo.

Djoko juga menggunakan surat bebas Covid-19 yang diterbitkan oleh Pusdokes Polri yang diurus Etty Wachyuni, anggota staf dari Prasetijo.

Padahal Djoko Tjandra tidak pernah melakukan pemeriksaan bebas Covid-19.

"Surat jalan tersebut isinya tidak benar, karena alamat saksi Anita Dewi A. Kolopaking dan terdakwa Joko ST bukanlah di Jalan Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru, Jaksel, dan pekerjaan saksi Anita Dewi A. Kolopaking dan terdakwa bukanlah konsultan Bareskrim," jelas Andi mengutip pertimbangan putusan kasasi.

Majelis juga menyebutkan bahwa saksi Prasetijo dan Anita Kolopaking pada 6 Juni 2020 menjemput Djoko Tjandra ke Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, kemudian terbang ke Bandara Halim Perdana Kusumah dengan pesawat carter pribadi.

Pada 8 Juni 2020, Prasetijo dan Anita kembali mengantar Djoko Tjandra ke Bandara Halim Perdana Kusumah ke Pontianak, Kalbar.

Saat itu, Djoko Tjandra kembali ke Jakarta untuk mengurus pengajuan peninjauan kembali (PK) kasus cessie Bank Bali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Djoko Tjandra juga sempat mengurus pembuatan e-KTP di kelurahan.

Setelah pengajuan PK rampung, Djoko Tjandra kembali ke Pontianak.

"Pada 16 Juni 2020 terdakwa Joko ST kembali menghubungi saksi Anita Dewi A Kolopaking untuk dibuatkan kembali surat-surat seperti sebelumnya dan atas penyampaian tersebut saksi Prasetjo Utomo menyanggupi," ujar Andi kembali mengutip pertimbangan putusan kasasi.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis 2 tahun dan 6 bulan penjara kepada Djoko Tjandra pada Selasa (22/12/2020).

Djoko dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus pemalsuan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan untuk dapat masuk ke Indonesia.

"Menyatakan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut membuat surat palsu," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Sirat dalam sidang di PN Jakarta Timur.

"Menjatuhkan pidana terhadap Djoko Soegiarto Tjandra dengan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan penjara," ucap Sirat.

Vonis 2,5 tahun penjara tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 2 tahun penjara.

Baca juga: Apa Kabar Djoko Tjandra, Cek Hasil Kasasi Mahkamah Agung Buron Bank Bali, Bandingkan Vonis Pinangki

Alasan Jaksa Tak Kasasi

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso buka suara mengapa pihaknya tidak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis Jaksa Pinangki.

Riono mengungkapkan, jaksa berpandangan bahwa tuntutan jaksa penuntut umum telah dipenuhi dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Selain itu, tidak ada alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 253 Ayat (1) KUHAP.

"JPU berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan pengadilan tinggi," ujar dia, seperti dilansir Kompas.com.

Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Februari lalu.

Ia dinilai bersalah melakukan tindak pidana suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat dalam perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko S Tjandra.

Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta agar Pinangki divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Pinangki kemudian melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Majelis hakim mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki selama 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Beberapa pertimbangan majelis hakim, di antaranya karena Pinangki merupakan ibu dari anak balita berusia 4 tahun.

Selain itu, majelis hakim mempertimbangkan Pinangki sebagai perempuan yang harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan adil. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved