Mata Najwa
Di Mata Najwa, Korban Bansos Berdebat dengan Pengacara Juliari Batubara: Kami Tidak Bisa Makan Pak!
Perwakilan korban bansos dipertemukan dengan pengacara Juliari Batubara di Mata Najwa. Korban protes beras dan sarden yang tak layak konsumsi.
TRIBUNKALTIM.CO - Mata Najwa mempertemukan perwakilan warga penggugat bantuan sosial (bansos) Eny Rochayati dengan pengacara mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, Maqdir Ismail secara virtual, Rabu (4/8/2021).
Dalam acara tersebut terjadi perdebatan antara Eny dan Maqdir.
Eny Rochayati merupakan salah seorang warga yang menggugat bansos ke Pengadilan Jakarta Pusat.
Baca juga: Firli Bahuri Disindir Habis di Mata Najwa, Reaksi Najwa Shihab saat Video Ketua KPK Diputar Ulang
Bersama 17 korban lainnya, Eny mengaku mendapat bansos sembako yang tak layak konsumsi.
Oleh karena itu, ia menilai tuntutan 11 tahun penjara kepada Juliari sangatlah tidak pantas.
Untuk diketahui, eks Menteri Sosial Juliari Batubara telah dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Juliari Batubara 11 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Acara Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab sempat menghadirkan Eny Rochayati, perwakilan warga penggugat bansos pada edisi Rabu (4/8/2021).
Baca juga: Najwa Shihab Terkejut Lalu Tertawa Saat Boyamin Saiman Buka-Bukaan Status Pinangki di Mata Najwa
Pada kesempatan tersebut, Mata Najwa juga mengundang pengacara Juliari Batubara Maqdir Ismail.
Awalnya Najwa mempertanyakan alasan Eny Rochayati dkk berani menggugat negara soal bansos Covid-19.
Eny Rochayati mengatakan, dirinya bersama 17 korban lainnya merasa karena bantuan yang dikorupsi itu adalah hak mereka.
Ada 18 warga korban bansos yang mengajukan gugatan tersebut. Mereka didampingi LBH Jakarta.
Adapun yang mereka tuntut adalah ganti rugi bansos senilai Rp 16,2 juta.

Nilai itu berdasarkan nominal harga bansos Rp 300.000 selama tiga kali periode lalu dikalikan dengan jumlah penggugat.
Namun, gugatan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim.