Mata Najwa

Temuan BPK Soal Pemborosan Anggaran Jajaran Anies Baswedan Jadi Sorotan Politikus PDIP di Mata Najwa

Temuan BPK soal pemborosan anggaran jajaran Anies Baswedan jadi sorotan politikus PDIP di Mata Najwa

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Instagram @matanajwa
Tangkap layar unggahan Instagram Mata Najwa. Najwa Shihab membahas pemboroan anggaran di Pemprov DKI 

TRIBUNKALTIM.CO - Temuan Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) di Pemprov DKI jadi pembahasan di acara Mata Najwa.

Najwa Shihab pun meminta respon politikus PDIP Ima Mahdiah terkait temuan BPK soal pembelian masker dan alat rapid test jajaran Anies Baswedan, tersebut.

Pemborosan anggaran tersebut ditemukan dalam pengadaan barang kesehatan untuk penanggulangan Covid-19.

Barang kesehatan yang dimaksud yakni Masker N95 juga alat rapid test.

Tak tanggung-tanggung, jumlah pemborosan anggaran jajaran Anies Baswedan tersebut mencapai Rp 5 miliar lebih.

BPK menemukan, anggaran pengadaan Masker N95 dan rapid test itu berasal dari Belanja Tak Terduga Pemprov DKI.

Baca juga: Di Mata Najwa, Disindir Najwa Shihab, Politikus PDIP Buka-Bukaan Soal Seragam Dinas Louis Vuitton

Dilansir dari TribunWow dalam artikel berjudul Heboh Temuan Kelebihan Bayar Pemprov DKI, PDIP Curigai Adanya Kesengajaan hingga Dugaan Korupsi, Badan Pengawas Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam penggunaan anggaran 2020 di DKI Jakarta.

Pemeriksaan BPK mengungkap adanya kelebihan pembayaran dalam sejumlah proyek.

Nilainya bervariasi mulai dari ratusan juta hingga ratusan miliar rupiah.

Akibat adanya kelebihan bayar tersebut, muncul dugaan adanya kesengajaan yang berpotensi korupsi.

Dalam acara Mata Najwa, Rabu (11/8/2021), Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan ( PDIP), Ima Mahdiah menyebut kelebihan bayar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI itu di antaranya dalam proyek pengadaan masker dan rapid test.

"Saya mengajak KPK, seluruh pengawas keuangan di DKI Jakarta ikut melihat pekerjaan yang dilakukan DKI Jakarta," ucap Ima.

"Jangan sampai hal-hal sepele ini malah merugikan warga DKI Jakarta."

"Rapid test dan masker yang totalnya sampai 5 M," sambungnya.

Menurut Ima, Pemprov DKI pun memilih membeli masker dengan harga yang lebih mahal dengan spek yang sama.

Karena itu, ia mencurigai adanya kesengajaan kelebihan bayar yang berpotensi korupsi.

"Kalau kita lihat rekomendasi BPK bahwa mereka sebelumnya membeli masker yang harganya lebih murah dengan spek yang sama, perusahaannya beda tapi ternyata lebih tinggi anggarannya," katanya.

"Kalau kita mau efisien dalam penganggaran ini harusnya kita samain aja."

"Karena spek sama, kualitas sama, kenapa harus ambil yang lebih tinggi?"

Pernyataan Ima itu langsung ditanggapi Najwa Shihab.

Ima kembali menegaskan adanya kecurigaan kelebihan bayar Pemprov DKI itu merupakan kesengajaan.

"Tapi Anda melihat karena selisih harganya tinggi, jadi Anda curiga bukan sekedar maladministrasi tapi ada kerugiaan, bahkan ada potensi korupsi?," tanya Najwa.

"Kelihatannya ada kesengajaan Pemprov DKI," jawab Ima menyudahi.

Temuan Lengkap BPK

Dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel berjudul Temuan BPK: Pemprov DKI Habiskan Rp 5,8 Miliar untuk Beli Masker N95, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemprov DKI Tahun 2020 menemukan adanya belanjar Rp 5,8 miliar untuk pengadaan Masker respirator atau N95.

Dalam laporan hasil pemeriksaan, Ketua BPK DKI Pamut Aryo Wibowo mengatakanan Pemprov DKI melakukan pembelian Masker dari dua perusahaan berbeda, yaitu PT IDS dan PT ALK dengan harga berbeda.

"Permasalahan di atas mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp 5.850.000.000," tulis Pamut Kamis (5/8/2021).

Awalnya, Pemprov DKI melakukan pembelian Masker jenis N95 dari PT IDS sebanyak tiga kali dengan total 89 ribu Masker.

Rinciannya, Pemprov DKI membeli 39 ribu pieces Masker dari PT IDS dengan harga satuan Rp70 ribu pada 5 Agustus 2020 lalu.

Kemudian, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui Dinas Kesehatan kembali membeli Masker dari PT IDS pada 28 September 2020 sebanyak 30 ribu pieces dengan harga satuan Rp60 ribu.

Terakhir, Anies Cs melakukan transaksi pembelian 20 ribu pieces Masker pada 6 Oktober dengan harga satuan Rp60 ribu.

Berselang sebulan kemudian, Pemprov DKI kembali membeli Masker jenis N95 sebanyak 195 ribu pieces.

Namun, kali ini Pemprov DKI membelinya dari PT ALK dengan harga satuan Rp90 ribu.

Hal ini tertuang dalam berita acara pengadaan kontrak yang disahkan pada 30 November 2020.

Untuk itu, BPK menilai Anies Cs melakukan pemborosan lantaran membeli barang dengan jenis yang sama dari PT ALK yang memberikan harga lebih mahal dibandingkan perusahaan sebelumnya.

"Jika mengadakan barang yang berjenis dan kualitas sama, seharusnya melakukan negosiasi harga minimal dengan harga barang yang sama atas harga respirator (N95) lainnya yang memenuhi syarat atau bahkan lebih rendah dari pengadaan sebelumnya," tulis Pamut dalam laporannya itu.

Baca juga: Kenapa Juliari Batubara Tidak Dituntut Hukuman Mati? Mata Najwa Tadi Malam Komisioner KPK Buka Suara

Beli alat rapid test Rp 1,19 miliar

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan adanya pemborosan anggaran Rp1,19 miliar yang dilakukan jajaran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk pembelian alat rapid test Covid-19.

Anggaran itu diambil dari pos anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2020.

Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban pembayaran diketahui Pemprov DKI Jakarta melakukan dua kali pengadaan rapid test Covid-19 dengan merk sama dalam waktu berdekatan.

Dalam dua kali kesempatan pengadaan itu, Pemprov DKI menggunakan penyedia jasa berbeda, yaitu PT NPN dan PT TKM.

Awalnya, Pemprov DKI melalui Dinas Kesehatan memesan 50 ribu pieces alat rapid test Covid-19 IgG/IgM Rapid Test Cassette (WB/S/P) dalam satu kemasan isi 25 cassette senilai Rp9,87 dari PT NPN.

Jenis kontrak yang dibuat merupakan kontrak harga satuan.

“Jangka waktu pelaksanaan kontrak adalah 19 hari kerja yang dimulai pada tanggal 19 Mei sampai dengan 8 Juni 2020,” tulis laporan BPK yang disahkan Kepala BPK DKI Pemut Aryo Wibowo, Kamis (5/8/2021).

Dalam pelaksanaannya, kontrak kerja dengan PT NPN ini sempat mengalami adendum dengan nomor 5.2/PPK-SKRT/DINKES/DKI/VI/2020.

Adendum diterbitkan pada 5 Juni 2020 lantaran adanya pergantian flight pengiriman dari bandara asal yang menyebabkan keterlambatan pengiriman barang.

Untuk itu, jangka waktu kontrak diubah menjadi 14 Juni 2021 dan pekerjaan dinyatakan selesai pada 12 Juni 21 dengan harga per unit barang senilai Rp197.500.

Hal ini tertuang dalam berita acara penyelesaian Nomor 12.4/BAST-SKRT/DINKES/DKI/VI/2020.

Di sisi lain, Dinas Kesehatan DKI Jakarta ternyata juga menjalani kerja sama dengan PT TKM untuk menyediakan 40 ribu pieces Rapid Test Covid-19 IgG/IgM Rapid Test Cassette (WB/SP) senilai Rp9,09 miliar.

Jenis kontraknya adalah kontrak harga satuan dengan harga per unit Rp227.272.

Jangka waktu kontrak cukup singkat, yaitu selama empat hari dari tanggal 2 Juni sampai 5 Juni 2021.

Dalam pelaksanaannya, pengadaan 40 ribu alat rapid test ini berjalan mulu dan dinyatakan selesai pada 5 Juni 2021.

Hal ini tertuang dalam berita acara penyelesaian nomor 4.4/BAST-SKRT/DINKES/DKI/VI/2020020.

Mencium adanya kejanggalan ini, BPK kemudian melakukan konfirmasi kepada PT NPN dan PT TKM.

Dari dokumen berita acara konfirmasi, PT NPN mengaku tak mengetahui soal pengadaan alat rapid test yang dilakukan Pemprov DKI di luar perusahaannya.

Sebab, PT NPN hanya ditawarkan melakukan pengadaan alat rapid test sebanyak 50 ribu pieces.

"Jika PT NPN ditawarkan pengadaan tersebut (40 ribu pieces lainnya), maka PT NPN akan bersedia dan sanggup untuk memenuhinya karena memang stok barang tersebut tersedia," demikian isi laporan BPK yang diterima TribunJakarta.com.

Kemudian, hasil penelusuran dari PT TKM menyebutkan bahwa perusahaan itu mendapat undangan dari Dinas Kesehatan untuk melakukan pengadaan sebanyak 40 ribu pieces alat rapid test.

PT TKM juga memberikan bukti kewajaran harga dengan menunjukan bukti transfer pembelian rapid test dari Biz PTE LTD Singapura seharga $14 USD per unitnya.

Adapun Biz PTE LTD Singapura merupakan perusahaan yang mendapat hak beli alat rapid test Covid-19 dari HCB Co. Ltd, China.

"Sehingga PT TKM memang terbukti membeli barang tersebut agak mahal, sehingga harga penawaran wajar," tulis BPK dalam laporannya itu.

Untuk itu, BPK menggarisbawahi agar Pemprov DKI memilih penyedia jasa yang mengadakan produk serupa dan stok tersedia dengan harga lebih murah.

"Bila disandingkan pengadaaan kedua penyedia tersebut maka terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp1,19 miliar," tulis BPK. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved