Mata Najwa
Di Mata Najwa, Haris Azhar ke Faldo Maldini: Polisi yang Hapus Mural Mirip Jokowi Harusnya Diperiksa
Hal itu dikemukakan Haris Azhar menanggapi pernyataan Staf Khusus Mensesneg, Faldo Maldini, pada acara Mata Najwa, Rabu (18/8/2021) malam.
Penulis: Syaiful Syafar | Editor: Syaiful Syafar
TRIBUNKALTIM.CO - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar mengatakan polisi yang menghapus mural mirip Presiden Joko Widodo dengan tulisan 404: Not Found, seharusnya diperiksa. Bukan orang yang membuat mural tersebut.
Hal itu dikemukakan Haris Azhar menanggapi pernyataan Staf Khusus Mensesneg, Faldo Maldini, pada acara Mata Najwa, Rabu (18/8/2021) malam.
Awalnya, Haris Azhar mengatakan, orang yang membuat mural mirip Jokowi bertuliskan 404: Not Found tersebut selayaknya diapresiasi.
Sebab, mural tersebut pertanda alarm demokrasi tetap berjalan di Indonesia.
Baca juga: Tema Mata Najwa HUT 76 RI: Bung, Ini Negeri Kita, Singgung Mural Jokowi Bagian Ekspresi Politik
Di sisi lain, Haris Azhar menyebut apa yang dilakukan seniman mural tersebut dijamin oleh konstitusi.
Sehingga tidak ada aturan di tingkatan regulasi yang patut digunakan untuk menghalangi mereka.
"Justru seharusnya kita memperbanyak mural di banyak tempat karena dia memberikan keindahan sekaligus kita teredukasi dengan pesan-pesan mereka," kata Haris Azhar di acara Mata Najwa.
Haris juga mempersoalkan tafsir lambang negara.
Menurutnya, Joko Widodo bukanlah lambang negara.
"Lambang negara sudah jelas Burung Garuda, pak Jokowi itu presiden. Presiden itu manusia yang diberikan jabatan karena dia bikin janji. Ketika dia tidak terapkan, setiap warga itu berhak untuk mengritik karena dia adalah warganya yang menantikan produk kebijakan dari pemerintah. Hal semacam itu menjadi pesan publik dan diekspresikan lewat mural," kata Haris Azhar.
Baca juga: REAKSI Istana Menyoal Mural Viral Mirip Jokowi 404 Not Found Moeldoko Sebut Presiden Orangtua Kita
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Mensesneg Faldo Maldini justru menyebut banyak yang tidak paham beda antara lambang negara dan kepala negara.
"Kita tahu bahwa presiden adalah kepala negara, dia mewakili fungsinya seremonial dan simbolik. Nah, di simbolik ini kan sering terjadi ambigu," kata Faldo.
Mendengar pernyataan Faldo, Haris Azhar balik mencecar.
"Ambigu soal tafsir kepala negara sebagai simbol tidak membawa ketika kita mengritik presiden harus diproses polisi. Justru saya minta maaf di forum ini, saya mau bilang harusnya polisi yang menghapus gambar itu yang harus diperiksa. Mestinya Kantor Presiden telepon Kapolri minta diperiksa polisi itu. Itu membunuh kreatifitas anak muda," ungkap Haris Azhar.
Haris menyebut, menghapus karya itu sama dengan menghapus properti.