Virus Corona

WHO Sorot Mobilitas Masyarakat Indonesia Kembali Tinggi, Dianggap Jadi Episentrum Pandemi Global

WHO sorot mobilitas masyarakat Indonesia kembali tinggi, dianggap jadi episentrum pandemi global.

Kolase TribunKaltim.co / Freepik.com dan Surya/Ahmad Zaimul Haq
Ilustrasi virus corona. WHO sorot mobilitas masyarakat Indonesia kembali tinggi, dianggap jadi episentrum pandemi global. 

TRIBUNKALTIM.CO - World Health Organization alias WHO sorot mobilitas masyarakat Indonesia kembali tinggi.

Terutama di wilayah pulau Jawa, yang mana mobilitas masyarakat dalam ritel dan rekreasi semakin tinggi.

Mengacu pada restoran, kafe, pusat perbelanjaan, perpustakaan, museum dan taman hiburan.

Bahkan Indonesia oleh WHO dianggap jadi episentrum pandemi global sebulan belakangan ini.

Informasi selengkapnya ada dalam artikel ini.

Baca juga: WHO Temukan Kejanggalan Teliti Covid-19 di China, Ada Lab Dipindah Sebelum Wabah Menyebar di Wuhan

Dilansir Kompas.com, Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) mendesak Indonesia untuk mengambil tindakan demi membendung penularan virus corona.

Diberitakan Reuters, 19 Agustus 2021, hal itu dikarenakan data baru yang menunjukkan bahwa mobilitas untuk ritel dan rekreasi telah mencapai tingkat pra-pandemi di beberapa wilayah utama.

Laporan situasi terbaru WHO menyoroti "peningkatan signifikan dalam mobilitas masyarakat dalam ritel dan rekreasi" di provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah yang secara kolektif menampung sekitar 97 juta orang.

Adapun yang dimaksud ruang ritel dan rekreasi mengacu pada restoran, kafe, pusat perbelanjaan, perpustakaan, museum, dan taman hiburan.

"Perumusan rencana konkret dan tindakan mendesak sangat penting untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak peningkatan mobilitas pada transmisi dan kapasitas sistem kesehatan," tulis laporan itu.

Baca juga: Berbeda dengan Indonesia, Thailand Campur Vaksin Sinovac dan AstraZeneca, WHO: Berbahaya

Varian Delta Sebabkan Lonjakan Kasus

Dengan adanya varian Delta yang sangat menular, kasus virus corona harian di Indonesia mencapai lebih dari 56.000 bulan lalu, dengan rumah sakit di pulau terpadat Jawa kekurangan tempat tidur dan oksigen, serta kebanjiran pasien.

Kasus harian telah turun secara signifikan menjadi sekitar 15.000 pada 18 Agustus, tetapi tingkat pengujian juga turun dan tingkat positif serta jumlah kematian tetap tinggi.

Para ahli kesehatan masyarakat menyatakan prihatin atas penyebaran varian Delta di daerah-daerah terpencil dengan kapasitas perawatan kesehatan yang rapuh.

Juru bicara gugus tugas Covid-19 Indonesia Wiku Adisasmito mengatakan, kehati-hatian diperlukan dengan adanya mobilitas yang kembali ke level sebelum pandemi.

"Ini berarti ada proses pemulihan ekonomi yang cepat tetapi menandakan perlunya kita lebih berhati-hati terhadap peningkatan kasus terutama di minggu depan," kata dia.

Sebelumnya pemerintah pada 16 Agustus 2021 mengumumkan kembali perpanjangan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 23 Agustus 2021.

Sentilan WHO bukan kali pertama.

Bulan lalu, WHO juga sempat mendesak Indonesia untuk melakukan pembatasan yang lebih ketat karena kasus Covid-19 yang tinggi.

Desakan itu dikeluarkan pada 22 Juli 2021, hanya beberapa hari setelah Presiden Joko Widodo melonggarkan PPKM Darurat. 

Baca juga: Akhirnya WHO Bongkar Dugaan Siapa Pasien Pertama Covid-19, Teori Kebocoran Lab Wuhan Menguat

Jadi episentrum pandemi global

Melansir Reuters, 22 Juli 2021, Indonesia telah menjadi salah satu episentrum pandemi global dalam beberapa pekan terakhir, dengan kasus positif Covid-19 melonjak lima kali lipat dalam lima minggu terakhir.

Minggu itu kematian harian juga mencapai rekor tertinggi, lebih dari 1.400, yang merupakan jumlah korban tertinggi di dunia.

Dalam laporan situasi terbarunya, WHO mengatakan penerapan ketat kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial sangat penting dilakukan.

WHO menyerukan tindakan mendesak tambahan untuk mengatasi peningkatan tajam dalam infeksi di 13 dari 34 provinsi di Indonesia.

“Indonesia saat ini menghadapi tingkat penularan yang sangat tinggi, dan ini menunjukkan pentingnya penerapan kesehatan masyarakat dan langkah-langkah sosial yang ketat, terutama pembatasan pergerakan, di seluruh negeri,” ungkap WHO dalam laporannya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved