Berita Nasional Terkini

Benarkah Ada Kelompok Taliban di KPK? Nurul Ghufron: Nggak Mungkin, Isu itu Tidak Benar

Pimpinan KPK Nurul Ghufron akhirnya buka suara terkait isu Taliban di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Penulis: Ikbal Nurkarim | Editor: Syaiful Syafar
Surya
Pimpinan KPK Nurul Ghufron. Baru-baru ini, Nurul Ghufron buka suara menjawab isu Taliban di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pimpinan KPK Nurul Ghufron akhirnya buka suara terkait isu Taliban di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Isu Taliban di KPK sempat ramai jadi perbincangan publik.

Isu tersebut mengemuka seiring polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK beberapa waktu lalu.

Terkait isu kelompok Taliban di KPK, Nurul Ghufron membantahnya.

Ia dengan tegas membantah eksistensi Taliban di lembaga antirasuah Indonesia itu.

"Saya dan Pak Alex (Komisioner KPK), kami mengatakan bahwa tidak benar ada itu (Taliban). Bahwa kemudian ada isu-isu dianggap kemudian radikal, sekali lagi saya sampaikan saya ini jelek-jeleknya, saya yakin bahwa saya lebih memahami sedikit banyaknya dengan aliran-aliran Islam di KPK," tegas Nurul Ghufron dikutip dari kanal YouTube Karni Ilyas Club, Minggu (29/8/2021).

Baca juga: Berawal dari Karni Ilyas, Nurul Ghufron Tantang Boyamin Saiman Tunjukkan Standar Kesalahan KPK

"Di dalam konteks aliran pemahaman Islam, saya sampaikan bahwa yang ada di KPK, wahabi ataupun salafi hanya dalam konteks fiqih saja, bukan dalam dalam perspektif salafi yang kemudian akan memberontak ataupun kemudian radikal atau teroris," lanjut Nurul Ghufron.

Pimpinan KPK yang berlatar belakang akademisi ini mengaku tidak mau terpengaruh dengan perkataan orang lain terkait isu Taliban di KPK, namun ia hanya menyampaikan apa yang dia katakan.

Terkait isu Taliban terhadap 57 pegawai KPK yang tidak lolos TWK, Ghufron mengatakan bahwa yang tidak lolos tersebut tidak semuanya muslim. Ada juga non muslim.

Sehingga, Nurul Ghufron meyakini tidak mungkin ada kelompok Taliban di dalam KPK.

Baca juga: Postingan Mata Najwa Kembali Sindir Habis KPK, Najwa Shihab: Maling Kok Diajak Kolaborasi?

"Saya sampaikan sekali lagi, pada saat itu bahwa tidak benar ada isu Taliban. Bahkan kalau mau ditelisik, sebagaimana teman-teman pahami dan 57 orang itu, sekali lagi bukan hanya muslim," tutur dia.

"Jadi nggak mungkin kemudian dikatakan Taliban," tegasnya.

Selengkapnya simak videonya:

Laporan Komnas HAM

Beberapa waktu lalu, Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam membeberkan sejumlah poin kesimpulan dalam laporan akhir dugaan pelanggaran HAM terkait proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Dalam satu poinnya, Anam mengatakan telah terjadi pembebastugasan Pegawai KPK yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui alih status dalam asesmen TWK.

Hal tersebut disampaikannya dalam Laporan Hasil Penyelidikan Komnas HAM RI: Dugaan Pelanggaran HAM Dalam Proses Alih Status Pegawai KPK yang disiarkan secara virtual, Senin (16/8/2021).

"Penggunaan stigma dan label Taliban menjadi basis dasar pemutusan hubungan kerja melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi," kata Anam, seperti dilansir Tribunnews.com.

Baca juga: Sikap Google dan Twitter Masih Tanda Tanya usai Facebook, TikTok Blokir Konten Terkait Taliban

Baca juga: TERUNGKAP Alasan KPK Belum Berhasil Tangkap Harun Masiku, Meski Diklaim Telah Tahu Keberadaanya

Ia mengatakan hal tersebut terlihat dari perubahan mandat dan substansi alih status dari pengangkatan menjadi pengalihan hingga akhirnya disepakati menjadi asesmen atau seleksi dalam dinamika diskursus pembentukan Perkom KPK No 1 Tahun 2021 yang menjadi pedoman tata cara pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Tujuannya, kata dia, yakni menyingkirkan atau menyaring pegawai dengan label dan stigma Taliban mulai dari proses perencanaan di antaranya membentuk Perkom, kerja sama dengan BKN, pembiayaan, menentukan metode, pihak yang terlibat dan asesor asesmen, hingga penyusunan jadwal pelaksanaan.

Baca juga: NASIB Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Diduga Langgar Kode Etik, ICW Desak Dewas Jatuhkan Sanksi Berat

Baca juga: OTT KPK, Bupati Probolinggo Puput Tantriana dan Suaminya Ditangkap, Diduga Terkait Jual Beli Jabatan

Kemudian, kata dia, tujuan menyingkirkan atau menyaring pegawai dengan label dan stigma Taliban juga terlihat dari penyelenggaraan yang tidak transparan, diskriminatif, dan terselubung, serta dominasi pihak tertentu dalam penetapan hasil TMS dan MS.

Bahkan, kata Anam, tujuan menyingkirkan atau menyaring pegawai dengan label dan stigma Taliban juga terlihat setelah penyelenggaraan yang tidak terbuka, pengumuman hasil yang menimbulkan ketidakpastian, pembebastugasan pegawai yang TMS, hingga pemilihan waktu pelantikan tanggal 1 Juni yang merupakan Hari Lahir Pancasila.

"Padahal, mekanisme alih status terhadap pegawai KPK sebagai konsekuensi dari perubahan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 cukup melalui administrative adjustment," kata Anam. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved