Berita Nasional Terkini
Bukan Prestasi, MAKI Beber Alasan Penangkapan Bupati Probolinggo Hanya Pengalihan Isu Komisioner KPK
Bukan prestasi, MAKI beber alasan penangkapan Bupati Probolinggo hanya pengalihan isu Komisioner KPK
TRIBUNKALTIM.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) kembali menangkap kepala daerah dalam Operasi Tangkap Tangan ( OTT).
Kali ini, yang dibekuk KPK adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.
Puput Tantriana Sari diduga melakukan jual beli jabatan Kepala Desa.
Namun, penangkapan kepala daerah oleh KPK kali ini dinilai bukan prestasi oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai penangkapan Bupati Probolinggo hanya pengalihan isu.
Menurut Boyamin Saiman, ada isu yang lebih besar yang coba dialihkan KPK.
Baca juga: Benarkah Ada Kelompok Taliban di KPK? Nurul Ghufron: Nggak Mungkin, Isu itu Tidak Benar
Isu tersebut berkaitan dengan sanksi yang diterima Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar.
Diketahui, Lili Pintauli Siregar mendapat sanksi etik dari Dewan Pengawas KPK.
Dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel berjudul MAKI Sebut OTT Bupati Probolinggo Hanyalah Pengalihan Isu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyebut Operasi Tangkap Tangan ( OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK} terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin hanyalah pengalihan isu semata.
Seperti diketahui, KPK melakukan OTT terhadap Puput dan Hasan di kediaman pribadi mereka, di Probolinggo, Jawa Timur, Minggu (29/8/2021) malam,.
Penangkapan dua pejabat negara itu diduga terkait kasus jual beli jabatan kepala desa.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan OTT KPK kali ini merupakan pengalihan isu terhadap putusan Dewan Pengawas KPK kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
"Menurut saya, OTT itu kan sebenarnya seperti berburu di kebun binatang.
Kapan saja sebenarnya KPK itu bisa.
Kenapa hari ini dilakukan OTT?
Yaitu untuk menutupi isu atau opini tentang putusan dewan pengawas KPK terkait dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar yang siang ini dibacakan," ujar Boyamin, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (30/8/2021).
Putusan Lili Pintauli sendiri terkait pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku karena berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial yang menjadi pihak berperkara di KPK.
"Pimpinan KPK saat ini kan seperti politisi juga.
Jadi ya berusaha menutup putusan dewan pengawas itu dengan sesuatu yang gegap gempita atau heboh, yaitu dengan menangkap bupati yang kebetulan suaminya juga anggota DPR," ucapnya.
Meski mengaku tetap mengapresiasi OTT tersebut, Boyamin menilai motivasi pimpinan lembaga antirasuah dalam melakukan OTT bukanlah murni penegakan hukum.
Baca juga: Berawal dari Karni Ilyas, Nurul Ghufron Tantang Boyamin Saiman Tunjukkan Standar Kesalahan KPK
"Jadi bukan murni penegakan hukum, tapi lebih banyak faktor politis.
Sehingga penegakan hukum, pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan ya tetap semakin melemah," ungkap dia.
Lebih lanjut, MAKI mengharapkan ke depan makin banyak penindakan kasus korupsi.
Dengan demikian kepercayaan masyarakat akan cepat pulih dan harapan kepada KPK akan tumbuh kembali.
"Meskipun saya pada kesimpulannya tetap masih pesimis bahwa ke depannya KPK akan lebih baik.
Karena dengan revisi UU KPK itu akan semakin melemah, kalau toh ini ada OTT ya karena ada kaitannya dengan Dewas KPK tadi," jelas Boyamin.
"Ya semoga prediksi saya salah, tidak benar dan semoga KPK semakin hebat dan dipercaya masyarakat.
Itu harapan kita semua, terlepas banyak hal negatif dan kekurangan," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Dewas KPK memutuskan bahwa Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Peraturan itu berbunyi, dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh KPK.
Dewas KPK menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan atau satu tahun.
Baca juga: OTT KPK, Bupati Probolinggo Puput Tantriana dan Suaminya Ditangkap, Diduga Terkait Jual Beli Jabatan
Dugaan Kasus Bupati Probolinggo
Dilansir dari Surya.co.id, Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari diduga menjual jabatan kepada Sekretaris Desa (Sekdes) untuk menjabat Kepala Desa dengan mahar Rp 30 juta.
Uang mahar itulah diduga membuat Puput Tantriana Sari ditangkap KPK. Puput bersama suaminya yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin ditangkap KPK.
Ada juga delapan pejabat di tingkat kecamatan turut dicokok lembaga antirasuah tersebut. Dari operasi tangkap tangan (OTT), KPK menyita uang Rp 360 juta diduga dari tangan sang bupati.
Menurut sumber SURYA.co.id yang enggan disebutkan identitasnya, pilkades serentak 2021 lalu diduga sebagai awal cerita mahar jabatan.
Pada hasil pesta demokrasi itu ada jabatan kepala desa kosong di 25 kecamatan. Diduga kekosongan kursi petinggi desa itu digunakan untuk melakukan praktik jual beli jabatan.
Baca juga: NASIB Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Diduga Langgar Kode Etik, ICW Desak Dewas Jatuhkan Sanksi Berat
Sekretaris desa yang berstatus PNS diangkat menjadi kepala desa PJS (pejabat sementara) dengan mahar Rp 30 juta.
"Satu Sekdes bisa jadi (Pjs) kepala desa kalau bayar Rp 30 juta," katanya.
Ditengarai, ada sekitar belasan sekretaris desa terlibat dalam dugaan kasus jual beli jabatan.
Sekadar diketahui, tertangkapnya Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin sempat menghebohkan warga kabupaten berjuluk Seribu Taman tersebut. (*)