Breaking News

Wawancara Eksklusif

EKSKLUSIF - Risti Utami Istri Alm Thohari Aziz Kenang Jualan Es dan Sewakan Buku Rp 1.000 per Jam

Thohari Aziz mengembuskan napas terakhirnya di RS Pertamina Balikpapan usai berjuang melawan Covid-19. Balikpapan pun kehilangan satu tokoh terbaiknya

Penulis: Cahyo Adi Widananto | Editor: Adhinata Kusuma
TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE TRIBUN KALTIM OFFICIAL
Risti Utami, istri almarhum Thohari Aziz Wakil Walikota Balikpapan Terpilih, diwawancarai Wakil Pemimpin Umum Tribun Kaltim, Ade Mayasanto. 

Saya lahirnya memang di Sentosa. Cuma karena kami ini keluarga pegawai, saat itu Bapak baru pegawai biasalah, Ibu juga guru, dulu guru berapa sih gajinya.

Tetapi karena Ibu saya itu pendidik, maka saya diajar disiplin dari kecil. Dari bapak ya (juga), karena saya anak pertama, ditempalah dari kecil, kamu tuh harus jadi berhasil karena kamu anak pertama.

Saya di Bhayangkara, ya karena hidup di kampung, biasa kita main-main ajakan, main apa tuh yang letupan itu main gambar asinan saya sudah alami semua di Bhayangkara. Ya saya TK Trisula depan Bhayangkara. SD-nya saya di SDN 04 sekarang SDN 004 Balkot ya di Bhayangkara situ.

Ya, kenangan termanis saya karena kita itu masih kecil, belum terkontaminasi dengan (gadget) seperti sekarang, kami itu akrab. Jadi dulu tuh nilai-nilai persahabatan lebih kental. Jadi satu (orang) lagi sedih kita menghibur, kita nggak ada uang sangu kita dikasih kita beli bakso itu masih Rp 500 perak kita bagi dua. Nah gitu.

Pernah makan bakso sepiring berdua?

Ya kita beli bagi dua, misal kita beli kan kita kasian juga, kadang saya tidak ada dikasih sama teman jadi begitu.

Itu namanya Mbak Among sampai sekarang masih tetap komunikasi. Saya nggak melakukan hal jahil, karena Ibu mendidik saya disiplin sejak kecil.

Jadi selain kehidupan yang enak dan di masa-masa kecil yang akrab dengan teman-teman?

Enaknya dari segi apa ini, kalau dari segi ekonomi kami tidak enak, karena Bapak Ibu saya ya memang orang biasa. Jadi kata-kata enak kalo dari segi pendidikan, ya enak karena Ibu saya guru ya.

Tapi kalau untuk ekonomi, kami ini sama-sama berjuang dari bawah Bapak Ibu saya.
Saya waktu kecil jualan es. Jadi dulukan di Bhayangkara ada kantin-kantin, jadi saya nitip es.

Terus saya karena hobi baca, saya ada buku-buku, jadi saya buat perpustakan di depan rumah, kalau teman-teman pinjam, bayar Rp 100 perak.

Itu inisiatif saya sendiri karena saya berfikir, Ibu saya kan guru, berapa sih gajinya. Jadi (kalau) saya ingin jajan akhirnya saya sama adik saya berdua bikin sama-sama. Bukunya kita atur kalo ada teman datang, Rp 100 perak sejam.

Jualan es juga?

Iya jualan es juga, jadi sambil nungguin saya ya baca buku gitu. Saat itu sih mungkin Rp 1.000 untungnya, kalo sekarang ya mungkin Rp 20.000. Nah karena kami suka jajan, saya bawa uang Rp 20.000 itu ke warung.

Saya beli tepung terigu gula pasir sama kelapa, dibuatin kaya odading mungkin ya jaman sekarang.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved