Berita Nasional Terkini
PDIP dan Gerindra Untung? KPU Beber Hasil Pileg 2019 Jadi Acuan Mengusung Capres di Pilpres 2024
PDIP dan Gerindra Untung? KPU Beber Hasil Pileg 2019 Jadi Acuan Mengusung Capres di Pilpres 2024
TRIBUNKALTIM.CO - Komisi Pemilihan Umum ( KPU) menyebut hasil Pemilihan Legislatif atau Pileg 2019 menjadi syarat untuk mengusung Capres di Pilpres 2024.
Diketahui, PDIP dan Gerindra menjadi pemenang di Pileg 2019 lalu.
Dengan demikian, PDIP dan Gerindra berpeluang besar mengusung calon presiden di Pilpres 2024 mendatang.
PDIP sendiri dipastikan tak bisa lagi mengusung Joko Widodo ( Jokowi) sebagai Capres lantaran sudah menjabat selama 2 periode.
Sementara Gerindra tampaknya masih akan mengusung Prabowo Subianto sebagai Capres 2024.
Menarik diikuti bursa Capres 2024 dengan adanya pengumuman KPU terkait penggunaan hasil Pileg 2019, ini.
Baca juga: Digadang Maju Pilpres 2024, PDIP Malah Sarankan Anies Baswedan Keluar dari Politik, Gagal di Jakarta
Baca juga: MENEBAK Nasib Anies Baswedan Usai tak Jadi Gubernur DKI Jakarta, Digadang-gadang Maju Pilpres 2024
Baca juga: TERJAWAB Langkah Politik Anies Baswedan Usai tak Jadi Gubernur DKI Jakarta, Maju Pilpres 2024?
Kepastian menggunakan hasil Pileg 2019 untuk Pilpres 2024 ini disampaikan Ketua KPU Ilham Saputra.
Dilansir dari Wartakota dalam artikel berjudul BREAKING NEWS: Syarat Mengusung Calon Presiden 2024 Berdasarkan Hasil Pemilu 2019, syarat mengusung calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024 berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2019.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan hal itu di Tanjungpinang, Kamis (14/10/2021).
Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang diselenggarakan secara serentak pada 2024 sehingga hasil Pemilu 2019 yang dijadikan sebagai landasan untuk menghitung perolehan suara atau kursi.
Adapun partai atau koalisi partai yang berhasil memperoleh minimal 25 persen suara atau 20 persen kursi di DPR, yang dapat mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Ilham Saputra mengatakan, kebijakan itu berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dan peraturan teknis lainnya.
"Ketentuannya memang sudah seperti itu," katanya.
Sementara terkait hari pemungutan suara pada Pemilu Serentak 2024, belum ditetapkan.
"Ada beberapa usulan, masih dibahas," ujarnya.
Terkait pilkada serentak, Ilham menegaskan bahwa pilkada tidak diselenggarakan bersamaan dengan pemilu serentak.
Terbuka kemungkinan pilkada dilaksanakan setelah pemilu serentak sehingga hasil pemilu legislatif di tingkat provinsi, kabupaten dan kota menentukan apakah partai dan koalisi partai memenuhi persyaratan untuk mengusung calon kepala daerah.
"Syaratnya, berdasarkan UU Pilkada, 20 persen perolehan kursi atau suara di lembaga legislatif di daerah," jelasnya.
Menanggapi persoalan itu, pengamat politik dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Bismar Arianto mempertanyakan apakah hasil Pemilu Legislatif 2019 relevan dijadikan tolak ukur untuk menentukan partai atau koalisi partai memenuhi persyaratan mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Prabowo Subianto Maju di Pilpres 2024, Inilah Simulasi Cawapres Prabowo dari 3 Lembaga Survei
"Kondisi politik 2019, tentu berbeda dengan tahun 2024. Apakah masih relevan dipergunakan?" ucapnya.
Bismar juga menyinggung soal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 dan tahun 2019 menggunakan hasil Pemilu Legislatif tahun 2014.
Artinya, hasil Pemilu Legislatif tahun 2014 dipergunakan untuk dua kali pemilihan presiden dan wakil presiden.
Sedangkan hasil pemilihan legislatif tahun 2019 sampai sekarang belum pernah dipergunakan untuk pemilihan presiden.
"Persoalan ini tentu perlu dipikirkan untuk melahirkan kebijakan yang tepat," katanya.
Pemilu Serentak 2024 jadi pilihan baik
Sementara itu pakar hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto menyebut pemilihan umum (Pemilu) Serentak pada tahun 2024 menjadi pilihan baik, salah satunya karena bisa meminimalisasi anggaran.
"Jika dilihat dari perspektif pemilu, biaya yang dikeluarkan untuk menggelar pemilu serentak bisa murah dan tingkat kebosanan pemilih menjadi rendah," katanya di Solo, Selasa (12/10/2021).
Menurut dia, jika dalam perspektif kongruen sistem pemerintahan maka pemilu serentak akan jauh lebih stabil.
Baca juga: Nasib Anies Baswedan di 2024, Sulit Jadi Gubernur DKI Apalagi Maju Pilpres 2024, Kehilangan Panggung
"Karena dengan pemilu serentak memungkinkan pemerintah terbentuk secara bersamaan antara Presiden-Wakil Presiden, DPR, DPRD, kemudian pemilihan kepala daerah dalam satu tahun," ujarnya.
Meski demikian, ia meminta agar kejadian meninggalnya ratusan panitia pengawas pemilu (panwaslu) pada pemilu tahun 2019 yang lalu tidak terulang kembali di tahun 2024.
Terkait hal itu, ia menyarankan agar KPU sebaiknya menyiapkan skema dan teknis pemilu yang lebih sederhana, salah satunya adalah agar ukuran surat suara diperkecil dan formulir penghitungan suara oleh panwaslu disederhanakan.
"Kemudian untuk metode penghitungan suara juga bisa dilakukan dengan 'e-counting' agar tidak menyulitkan dan tidak terjadi kelelahan," tutur dia.
Sementara itu ia berharap agar pemilu serentak tahun 2024 tidak ditunda.
Ia ingin kesuksesan KPU yang berhasil menggelar pilkada serentak di bulan Desember 2020 lalu dapat diulang kembali pada Pemilu 2024.
Baca juga: Sukses Pimpin Golkar Menuju Kemenangan, Akbar Tanjung Doakan Airlangga Sukses pada Pilpres 2024
Baca juga: Prabowo Bisa Tumbang di Pilpres 2024 Meski Survei Elektabilitas Unggul, Pengamat Bongkar Faktornya
Ia juga mengapresiasi penyelenggaraan pilkada serentak yang digelar tahun lalu karena tidak muncul klaster penularan Covid-19 akibat kejadian tersebut.
"Kita pernah punya pengalaman yang cantik 2020 pada masa Covid-19 sangat tinggi, bisa melaksanakan pilkada serentak dengan baik, yang luar biasa, dan tidak banyak korban," katanya. (*)