Berita Nasional Terkini

Kucurkan Dana Rp 1,8 Triliun, Nama Anies Baswedan Disebut di Pengadilan Tipikor, Kronologi Kasus

Kucurkan dana Rp 1,8 triliun, nama Anies Baswedan disebut di Pengadilan Tipikor Jakarta, kronologi kasus

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Tribunnews.com/Ilham
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diperiksa KPK terkait kasus Korupsi pengadaan lahan di Munjul 

TRIBUNKALTIM.CO - Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Nama Anies Baswedan muncul di surat dakwaan eks Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.

Selaku Gubernur DKI, Anies Baswedan merestui kucuran modal ke Perumda Sarana Jaya sebesar Rp 1,8 triliun.

Kasus ini sendiri merupakan pengadaan lahan di Munjul, Jakarta untuk program rumah DP 0 persen.

Sekadar informasi, rumah DP 0 persen merupakan janji kampanye Anies Baswedan.

Baca juga: Akhirnya Nama Anies Baswedan Muncul di Surat Dakwaan Korupsi Tanah Munjul, Demi Rumah DP 0 Persen

Baca juga: Digadang Maju Pilpres 2024, PDIP Malah Sarankan Anies Baswedan Keluar dari Politik, Gagal di Jakarta

Baca juga: Nasib Anies Baswedan di 2024, Sulit Jadi Gubernur DKI Apalagi Maju Pilpres 2024, Kehilangan Panggung

Anies Baswedan sendiri sempat dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) terkait kasus ini.

Saat itu, Anies Baswedan mendapat 5 pertanyaan dari penyidik KPK.

Dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel berjudul Sidang Korupsi Tanah Munjul, Anies Baswedan Disebut Setuju Modali Dirut Sarana Jaya, nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut dalam surat dakwaan eks Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/10/2021).

Anies Baswedan merestui penyertaan modal daerah (PMD) untuk Sarana Jaya sebesar Rp1,8 triliun untuk pembelian alat produksi baru, proyek hunian DP 0 rupiah, dan pembangunan Sentra Primer Tanah Abang.

"Bahwa terdakwa pada 2018 mengajukan usulan penyertaan modal kepada Gubernur DKI untuk ditampung atau dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp1.803.750.000.000," kata jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan membacakan surat dakwaan.

Dengan persetujuan dari Anies Baswedan itu, pada November 2018, Yoory menyampaikan kepada Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian bahwa Sarana Jaya akan memperoleh PMD yang digunakan dalam rangka pembelian tanah untuk melaksanakan program rumah DP 0 rupiah.

"Yang rencana berlokasi di wilayah Jakarta Timur dengan syarat luas di atas 2 hektar, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter, dan minimal row jalan sekitar 12 meter," kata dia.

Jaksa menyatakan PT Adonara Propertindo merupakan perusahaan properti yang biasa membeli tanah dari masyarakat untuk dijual lagi kepada Sarana Jaya.

Singkatnya, PT Adonara Propertindo menemukan tanah yang berlokasi di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur dengan luas 41.921m2.

Tanah itu dimiliki Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB).

Sebelum proses transaksi terjadi, PT Adonara Propertindo juga menyiapkan kelengkapan administrasi karena akan dilakukan pembayaran, seperti proses negosiasi yang bersifat formalitas.

Namun, saat itu belum dilakukan penilaian oleh appraisal, maupun survei lokasi tanah.

Selanjutnya pada saat dilakukan survei, tidak dapat diketahui batas-batas tanah karena belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan yang diberikan pihak PT Adonara Propertindo kepada Sarana Jaya.

Selain itu, kata Jaksa, diketahui lokasi tanah berada di jalan kecil atau row jalan tidak sampai 12 meter.

Baca juga: Anies Baswedan Diminta Setop Bohong Soal Mundurnya Pilkada, Gubernur DKI Jakarta Akui Siap Kampanye

Namun, Yoory tetap memerintahkan agar dilanjutkan proses pembelian.

"Hal ini melanggar ketentuan Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 mengenai operasional BUMD harus berdasarkan standar operasional prosedur," kata dia.

Jaksa melanjutkan untuk membayar pembelian tanah tersebut, Yoory berencana menggunakan dana PMD yang telah dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2019.

Yoory pun mengirim surat kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemprov DKI perihal permohonan pencairan pemenuhan PMD sebesar Rp500 miliar.

BPKD Pemprov DKI Jakarta membalas dengan surat yang pada intinya hanya bisa mencairkan sebesar Rp350 miliar.

"Meskipun permohonan PMD tersebut belum dicairkan oleh BPKD Pemprov DKI Jakarta, akan tetapi terdakwa tetap memerintahkan dilakukan proses pembayaran atas tanah Munjul," kata dia.

Jaksa melanjutkan pada 10 Desember 2019, Sarana Jaya menerima pencairan PMD dari Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp350 miliar.

Dan pada 18 Desember 2019, Sarana Jaya kembali menerima pencairan PMD tahap kedua sebesar Rp450 miliar.

Dengan begitu, total Sarana Jaya mendapat PMD sebesar Rp800 miliar.

"PMD tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1684 tahun 2019 pada 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah Pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Tahun Anggaran 2019, yang salah satu peruntukannya adalah untuk proyek Hunian DP 0 Rupiah," kata dia.

Baca juga: Survei SMRC Terbaru Tokoh Pilpres 2024, Ganjar Disuka, Prabowo Unggul Elektabilitas, Posisi Anies?

Kronologi Kasus Pengadaan Tanah

Kasus Korupsi ini berawal saat Sarana Jaya mencari tanah di wilayah Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.

Sarana Jaya lantas bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.

Pelaksana harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, Yoory dan Anja Runtuwene selaku pihak penjual melakukan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris.

Hal itu berlangsung di kantor Sarana Jaya pada 8 April 2019.

Pada waktu yang sama, Yoory langsung mentransfer pembayaran 50 persen atau sebesar Rp 108,9 miliar ke rekening Bank DKI milik Anja.

Beberapa waktu kemudian, kata Setyo, Yoory memerintahkan Sarana Jaya untuk membayar Rp 43,5 miliar kepada Anja.

Untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, diduga Perumda Pembangunan Sarana Jaya melakukan perbuatan melawan hukum antara lain yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap Objek Tanah.

Selain itu, Perumda Sarana Pembangunan Jaya juga tidak melakukan kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.

Baca juga: Batal di Monas, Opsi Anies Baswedan Pindahkan Formula E di Pantai Reklamasi yang Dibangun Era Ahok

Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah, kata Setyo, juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate.

Lebih lanjut, KPK juga menduga adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya DKI sebelum proses negosiasi dilakukan.

“Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar,” ucap Setyo yang dikutip dari kompas.com. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved