Berita Nasional Terkini
Indonesia Punya Utang Tersembunyi dengan China Rp 245 Triliun, Cek Penjelasan Stafsus Sri Mulyani
Indonesia punya utang tersembunyi dengan China sebesar Rp 245 Triliun, cek penjelasan stafsus Sri Mulyani.
TRIBUNKALTIM.CO - Indonesia punya utang tersembunyi dengan China sebesar 17,28 Miliar alias Rp 245 Triliun.
Utang tersebut tercantum dalam hasil penelitian AidData.
Adalah lembaga riset internasional melalui laporan "Banking on the Belt and Road: Insight from a new global dataset of 13.427 Chinese Development Projects.
Hal itu dibenarkan staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo saat dikonfirmasi awak media.
Darimana utang itu berasal mulanya? dan digunakan untuk apa saja?
Cek penjelasan stafsus Sri Mulyani yang ada dalam artikel ini.
Simak info selengkapnya.
Baca juga: EKSKLUSIF - Bicara Jokowi, Ketua DPC PDIP Balikpapan Budiono: Kita Sudah Menikmati Jalan Tol Balsam
Baca juga: Bukan Panglima TNI, KSAD Jenderal Andika Perkasa Berpotensi Dipilih Jokowi Jadi Menteri
Baca juga: Apa Itu BRIN? Jokowi Resmi Lantik Bos PDIP, Megawati jadi Ketua Dewan Pengarah, Ada Nama Sri Mulyani
Dilansir Kompas.com, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo memberi penjelasan terkait utang tersembunyi Indonesia kepada China sebesar 17,28 miliar dollar AS atau setara Rp 245,3 triliun (kurs Rp 14.200/dollar AS).
Yustinus mengaku bahwa Indonesia memiliki utang tersebunyi alias hidden debt.
Namun hal itu bukan berarti bahwa pemerintah tidak melaporkan utang.
Menurutnya, hidden debt adalah utang nonpemerintah.
Namun jika terjadi wanprestasi, maka pemerintah akan terkena "getahnya".
"Saya klarifikasi sejak awal. Hidden debt versi AidData tak dimaksudkan sebagai utang yang tak dilaporkan atau disembunyikan. Jadi di titik ini kita sepakat, ini bukan isu transparansi," kata Yustinus dalam akun Twitternya, @prastow, Jumat (15/10/2021).
Baca juga: Gibran Rakabuming Respon Polemik Celeng vs Bebek di Internal PDIP Jawa Tengah, Anggap Ganjar Senior
Ia menjelaskan, utang tersebut dihasilkan melalui skema Business to Business (B-to-B) yang dilakukan dengan BUMN, bank milik negara, Special Purpose Vehicle (SPV) maupun perusahaan patungan dan swasta.
Karena utang B-to-B, maka itu tidak tercatat sebagai utang pemerintah. Utang pun bukan bagian dari utang yang dikelola pemerintah.
Maka, kata dia, utang ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab badan usaha yang meminjam.
"Ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka. Meski demikian, tata kelola kita kredibel dan akuntabel soal ini," ungkap Yustinus.
Dia mengungkapkan, penarikan utang luar negeri (ULN) yang dilakukan oleh pemerintah maupun badan usaha selalu tercatat dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI).
Semua data statistik ini dapat diakses oleh publik. Berdasarkan data SULNI per akhir Juli 2021, total ULN Indonesia dari China sebesar 21,12 miliar dollar AS.
Utang tersebut terdiri dari utang yang dikelola Pemerintah sebesar 1,66 miliar dollar AS atau 0,8 persen dari total ULN pemerintah, serta utang BUMN dan swasta dengan total mencapai 19,46 miliar dollar AS.
SULNI kata Yustinus, disusun dan dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan. Jelas dan transparan.
"Semua ULN yang masuk ke Indonesia tercatat dalam SULNI dan informasinya dapat diakses oleh publik. Tak ada yang disembunyikan atau sembunyi-sembunyi," tukas Yustinus.
Baca juga: Jokowi Skakmat PLN yang Masih Bertele-tele, Presiden Buka Isi Kepala BUMN: Kita Ini Balapan
Bukan beban pemerintah
Lebih lanjut dia menyatakan, utang BUMN yang dijamin pemerintah dianggap sebagai kewajiban kontinjensi Pemerintah.
Namun perlu diingat, kewajiban kontinjensi tidak akan menjadi beban yang harus dibayarkan pemerintah, sepanjang mitigasi risiko default dijalankan.
Lagipula, kewajiban kontinjensi memiliki batasan maksimal.
Batas maksimal pemberian penjaminan baru terhadap proyek infrastruktur yang diusulkan memperoleh jaminan pada 2020 - 2024 sebesar 6 persen terhadap PDB 2024.
"Tentu saja pemerintah mengapresiasi siapa pun yang punya concern pada tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk utang. Mohon terus didukung dan dikritisi. Banyak pelajaran dari negara lain bisa dipetik, kita tingkatkan kewaspadaan dan tetap optimis," pungkas Yustinus.
Secara garis besar, laporan AidData membahas 13.427 proyek di 165 negara. Jumlah utang secara kolektif dengan ratusan negara tersebut mencapai 385 miliar dollar AS.
Dalam laporan yang sama, indonesia juga mendapat pinjaman dari China sebesar 4,42 miliar dollar AS melalui skema official development assistance (ODA).
Begitu pula China yang menyalurkan pinjaman ke RI melalui skema other official flows (OOF) dengan jumlah 29,96 miliar dollar AS. (*)