Berita Nasional Terkini

Resmi, Pemerintah Banting Harga Tes PCR, Luhut Beber Masa Berlaku Syarat Penerbangan Lebih Lama

Resmi, Pemerintah banting harga tes PCR, Luhut Binsar Pandjaitan beber masa berlakunya untuk syarat penerbangan lama

Editor: Rafan Arif Dwinanto
DOK/PENDAM VI MULAWARMAN
Tiba di Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan, ratusan prajurit US Army langsung menjalani tes PCR, Senin (26/7/2021). Pemerintah resmi menurunkan harga tes PCR 

TRIBUNKALTIM.CO - Pemerintah akhirnya menurunkan harga tes PCR.

Diketahui, tes PCR menjadi tolak ukur diagnosa Covid-19.

Sebelumnya, harga tes PCR untuk syarat naik pesawat atau syarat penerbangan, banyak disoal masyarakat.

Kepastian turunnya harga tes PCR ini disampaikan langsung Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurut Luhut Binsar Pandjaitan, turunnya harga tes PCR ini merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo ( Jokowi).

Selain harganya lebih murah, masa berlaku tes PCR sebagai syarat naik pesawat juga diperpanjang.

Baca juga: Benarkah Ada Mafia Dibalik Syarat Wajib Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat? YLKI Beberkah Hal Ini

Baca juga: Butuh 20 Sampel Positif, Uji Validasi Lab PCR Malinau Pinjam Spesimen Covid-19 Asal Nunukan

Baca juga: Syarat Naik Pesawat Terbaru, Aturan Wajib PCR Berlaku Mulai Hari Ini, Daerah yang Boleh Antigen

Sebelumnya, untuk bepergian dengan moda transportasi udara, penumpang wajib menunjukkan kartu vaksin dan hasil tes PCR 2 x 24 jam.

Dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel berjudul BREAKING NEWS: Pemerintah Turunkan Tarif Tes PCR Jadi Rp 300 Ribu, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) meminta agar harga tes virus corona ( Covid-19) dengan metode PCR dapat diturunkan.

Permintaan presiden itu keluar menyusul maraknya kritik atas pemberlakuan tes PCR untuk penumpang pesawat.

Sebelumnya pemerintah telah menetapkan batasan harga bagi tes PCR.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar harga tes virus corona (Covid-19) dengan metode PCR dapat diturunkan.

Permintaan presiden itu keluar menyusul maraknya kritik atas pemberlakuan tes PCR untuk penumpang pesawat.

Sebelumnya pemerintah telah menetapkan batasan harga bagi tes PCR.

Harga tertinggi untuk tes PCR ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebesar Rp 495.000 untuk pulau Jawa dan Bali serta Rp 525.000 untuk luar pulau Jawa dan Bali.

"Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300.000 dan berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat," ujar Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat konferensi pers, Senin (25/10/2021).

Penurunan harga PCR tersebut sebagai lanjutan dari kebijakan pemerintah.

Sebelumnya, pemerintah mewajibkan penggunaan bukti tes PCR sebagai syarat melakukan perjalanan dalam negeri menggunakan pesawat untuk wilayah Jawa, Bali, dan wilayah yang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3.

Kebijakan tersebut diambil pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Terutama melihat terjadinya peningkatan mobilitas masyarakat setelah adanya pelonggaran.

"Hal ini ditujukkan utamanya untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata," terang Luhut yang juga Koordinator PPKM Jawa dan Bali.

Luhut bilang, menjelang libur natal dan tahun baru (nataru) terdapat potensi kenaikan kasus Covid-19.

Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, terdapat kemungkinan 19,9 juta perjalanan selama libur nataru di wilayah Jawa dan Bali.

Sementara itu untuk wilayah Jabodetabek sendiri terdapat potensi 4,45 juta perjalanan selama nataru. Luhut pun mengungkapkan bahwa saat ini mobilitas di Bali saat ini telah sama dengan masa libur nataru tahun lalu.

Pada libur nataru tahun lalu, terdapat peningkatan kasus Covid-19.

Hal itu terjadi meski pun telah dilakukan kebijakan kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan.

"Mobilitas di Bali saat ini sudah sama dengan nataru tahun lalu, dan akan terus meningkat sampai akhir tahun ini, sehingga meningkatkan resiko kenaikan kasus," jelas Luhut.

Luhut memastikan kebijakan yang diambil terkait kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan merupakan hal yang tepat.

Baca juga: Penerbangan Masih Pakai Syarat PCR, Pihak Bandara Kalimarau Berau Bersikap

Hal itu mengacu pada kenaikan kasus yang mulai terjadi di negara lain saat ini.

Kritik Harga Tes PCR Bermunculan

Sebelumnya, kritik bermunculan mengenai harga tes PCR.

Pemerintah disarankan segera mengeluarkan kebijakan penurunan harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) bagi masyarakat.

Hal itu merespons polemik kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat Jawa Bali dan daerah dengan status level PPKM 3 dan 4.

Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman menilai, idealnya pengetatan testing yang diterapkan tidak memberatkan masyarakat.

"Ideal harganya turun dikisaran yang lebih terjangkau, tidak signifikan berbeda jauh dengan tes rapid antigen menurut saya misalnya 200 ribu," kata Dicky melalui rekaman suara yang diterima, Senin (25/10/2021).

Selain itu, jika pemerintah menerapkan kewajiban tes PCR dengan alasan kesehatan, maka hal yang sama juga harus diterapkan pada semua moda transportasi.

Dengan demikian, perlu ada subsidi harga untuk meminimalisasi risiko penyalahgunaan wewenang dari oknum yang tak bertanggungjawab.

"Karena yang berisiko tinggi bukan pesawat tapi di moda transportasi darat dan laut.

Artinya, paling besar pergerakan itu perjalanan darat jadi paling berisiko dan logika harus diterapkan. Disubsidi harganya 200 ribu," jelasnya.

Dokter lulusan Universitas Pandjajaran ini khawatir jika aturan wajib tes PCR tetap berlaku tanpa ada kebijakan penurunan maupun subsidi harga tes PCR, maka kepercayaan terhadap pemerintah maupun lembaga penyelenggara akan turun.

"Turun kepercayaan dari publik terhadap lembaga-lembaga penyelenggara, pemerintahan juga. Jadi ini yang terdampak," terang Dicky.

Baca juga: Tes PCR Jadi Syarat Naik Pesawat Disorot Ketua DPR RI, Pengamat Sebut Memberatkan Calon Penumpang

Respon YLKI

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada mafia di balik pengadaan tes polymerase chain reaction atau PCR yang kini menjadi syarat wajib bagi calon penumpang pesawat udara.

Para mafia itu diduga memainkan harga demi mengejar keuntungan atau cuan.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, para mafia tes PCR diduga memainkan harga guna mengakali Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider dengan istilah "PCR Ekspress". Alhasil, harga tes PCR kemudian naik berkali-kali lipat.

”HET PCR di lapangan banyak diakali provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal.

Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam,” kata Tulus dalam keterangannya, Minggu (24/10/2021).

"Demi mengakali HET reguler yang harganya Rp 495 ribu, dibuatlah PCR ekspress dan sejenisnya dengan harga selangit," ucap Tulus.

Tulus menduga pihak lab berusaha menemukan celah agar bisa mematok harga lebih tinggi untuk tes PCR.

Ia mengamati saat ini di lapangan ragam harga tes PCR didasarkan pada berapa lama hasil tesnya keluar.

Ia mencontohkan untuk hasil tes yang keluar setelah 6 jam dihargai sekitar Rp1,5 juta di Jakarta.

Sementara di Yogyakarta tarifnya di kisaran Rp750.000.

”Di tempat lain juga beda. Saya menduga ini permainan pihak lab saja.

Sebenarnya tes PCR tidak harus 1x24 jam jadi, tapi bisa lebih cepat dengan harga yang sama (HET)," ujar Tulus.

Tulus menganggap permainan harga ini menjadikan penumpang moda transportasi udara sebagai korban.

Sebab, penumpang pesawat tergolong harus cermat soal waktu.

Oleh karena itu dia menyarankan agar tes PCR tak lagi digunakan bagi pengguna transportasi udara.

"Sulit rasanya harus menunggu 1x24 jam. Jadi cukup antigen saja untuk penumpang pesawat, tidak perlu PCR agar konsumen tidak tereksploitasi," kata Tulus.

Sebelumnya, pemerintah lewat Surat Edaran Satgas Covid-19 No. 21 Tahun 2021 menetapkan syarat wajib tes PCR bagi penumpang pesawat penerbangan wilayah Jawa-Bali serta wilayah PPKM Level 3 dan 4.

SE yang diterbitkan Kamis (21/10) itu mengikuti aturan di Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 53 Tahun 2021.

Kebijakan ini membatalkan aturan sebelumnya yang mengizinkan penumpang pesawat dites antigen jika sudah divaksinasi dosis penuh.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan penyesuaian kebijakan ini tujuannya uji coba pelonggaran mobilitas dalam meningkatkan produktivitas masyarakat dengan penuh kehati-hatian.

Kebijakan ini yang kemudian menuai banyak kritik karena biaya tes PCR dinilai cukup mahal. Meskipun pada Agustus lalu Presiden Joko Widodo meminta harga PCR diturunkan menjadi kisaran Rp 495 ribu - Rp 525 ribu, harganya masih tergolong tinggi.

Apalagi jika dibandingkan biaya rapid tes yang berada di kisaran Rp 85 ribu hingga Rp 125 ribu.

PCR sendiri adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus.

Saat ini PCR juga digunakan mendiagnosis penyakit Covid-19 yaitu dengan mendeteksi material genetik virus Corona, meski tak sepenuhnya akurat.

Tulus menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat ini diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.

"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.

Tulus menyebutkan syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.

"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Lalu turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200 ribuan," imbuhnya.

Tulus juga meminta kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.

"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan," kata Tulus.

Senada dengan YLKI, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setidjowarno mengungkapkan selama ini banyak lab kesehatan yang memaksimalkan keuntungan dari PCR.

Djoko pun menilai kewajiban PCR bagi penumpang pesawat seharusnya bisa dihapuskan.

Jika hal itu bisa dilakukan, ia meyakini bisnis angkutan udara bisa kembali membaik.

"Kalau mau perbaiki bisnis udara, ya hilangkan saja (syarat PCR) atau dibayarkan oleh pemerintah. Lagipula harganya beda-beda.

Baca juga: Syarat Naik Pesawat Lion Air Oktober 2021, PPKM Diperpanjang, Masih Wajib Tes PCR Meski Sudah Vaksin

Bahkan di beberapa tempat juga ditawari surat hasilnya. Tes PCR juga tidak tersedia di semua tempat," ucap dia.

Djoko juga meminta pihak bandara memperbaiki layanan sebagaimana syarat penerbangan yang sudah ditentukan.

Misalnya saja, terkait aturan tes, pihak bandara dinilai tidak sigap menyiapkan fasilitas tes guna memudahkan penumpang.

"Jujur saja, pelayanan di bandara itu tidak jelas. Kalau di stasiun, untuk pemberangkatan jam 6 pagi, pelayanan tes sudah dibuka sejam sebelumnya.

Kalau di bandara tidak jelas. (Tes) Genose saja antrenya panjang, bahkan saya pernah sampai satu jam.

Ini membuat konsumen malas dan enggan bepergian (naik pesawat)," katanya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved