Badan Riset dan Inovasi Nasional Luncurkan Aplikasi MonMang Versi 2

Melalui Pusat Riset Oseanografi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meluncurkan aplikasi berbasis ponsel pintar, MonMang generasi kedua

Editor: Diah Anggraeni
HO/Badan Riset dan Inovasi Nasional
Badan Riset dan Inovasi Nasional meluncurkan aplikasi MonMang v2.0, Jumat (29/10/2021) hari ini. Ini adalah aplikasi digital pendukung penelitian, monitoring, sekaligus edukasi publik karya anak negeri yang belum pernah ada sebelumnya, alias yang pertama di dunia. 

Karena itu, pada 2014 mulai muncul pemikiran untuk melakukan monitoring kawasan mangrove di Indonesia.

Dalam Coral Reef Rehabilitation Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP- CTI), sebuah upaya pemerintah Indonesia untuk menjaga kelestarian sumber daya dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Sebuah program yang berlangsung selama lima tahun dan dimulai pada 2014 itu.

Dalam sebuah kesempatan, Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi BRIN, I Wayan Eka Dharmawan, di bawah bimbingan Profesor Pramudji, mencoba bertukar pikiran tentang pengelolaan mangrove di Indonesia.

Mereka terlibat dalam sebuah diskusi tentang bagaimana cara memantau kondisi hutan mangrove di Indonesia.

Baca juga: BRGM Gelar Sekolah Tambak Ramah Lingkungan di Lokasi Calon Ibu Kota Negara RI

Pada saat itu, ada tantangan menarik terkait dengan hal tersebut, yaitu: cakupan luas mangrove Indonesia yang sangat besar sehingga membutuhkan keterlibatan pemerintah atau masyarakat lokal dalam memantau mangrove.

"Waktu itu pemikirannya, bagaimana membuat metodologi yang mudah, murah namun tetap berbasis ilmiah," kata Wayan.

Dasarnya, selain banyaknya jenis mangrove di Indonesia, diperkirakan ada 43 jenis, juga luasan cakupan pengamatan.

Sampai dengan 2021 telah dibuat lebih dari 1.500 area pemantauan di lebih dari 40 lokasi di seluruh Indonesia.

Dalam proses itu, diskusi juga melibatkan peneliti lain, Yaya Ihya Ulumuddin, yang saat itu tengah sekolah di Australia.

Setelah mempublikasikan dan mensosialisasikan teknik pemantauan mangrove tahun 2014, mulailah proses pengambilan data lapangan.

Permasalahan baru muncul ketika dalam penentuan kondisi hutan yang tidak sinkron antara dua variabel ukuran yang tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Baku Kerusakan Mangrove.

Kerapatan dan persentase tutupan tidak mampu mewakili struktur hutan dari komunitas sehingga menyebabkan kebingungan dalam pengambilan keputusan.

Baca juga: Hari Mangrove Sedunia, BRGM Perkuat Komitmen Percepatan Rehabilitasi Mangrove Berbasis Masyarakat

Dari situ dimulailah diskusi lagi untuk menentukan satu nilai ukuran untuk dapat menggambarkan kesehatan atau tidaknya menimbulkan kebingungan dalam memutuskan kualitas hutan mangrove.

Pengumpulan ribuan data berseri dan diskusi dengan ahli mangrove nasional kemudian melahirkan sebuah ukuran tunggal kesehatan mangrove.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved