Berita Berau Terkini
Tepian Kolektif Berharap Besar Dalam Pelestarian Budaya Pertunjukan Berau
Beberapa pemuda-pemudi dari lintas disiplin seni pertunjukan membentuk satu wadah, bernama Tepian Kolektif
Penulis: Renata Andini Pengesti | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO,TANJUNG REDEB - Kembali ke Kabupaten Berau atau Bumi Batiwakkal dan berangkat dari kegelisahan ruang seni Berau yang diakui merangkak memudar, beberapa pemuda-pemudi dari lintas disiplin seni pertunjukan membentuk satu wadah, bernama Tepian Kolektif.
Salah satu anggota Tepian Kolektif, Risna Herjayanti yang tentunya bergerak di ruang seni pertunjukan serta aktif menjadi pengajar seni di salah satu sekolah menengah atas (SMA) Berau ini, berbincang lebih mendalam tentang Tepian Kolektif.
Kata Tepian tentu tidak asing lagi terdengar di kalangan masyarakat Berau.
Anggota Tepian Kolektif memaknai kata ‘tepian’ sebagai tempat berkumpul dan bercengkrama masyarakat Berau.
Namun, bagi Risna dan anggota lainnya, memaknai tepian sebagai sesuai yang pinggir, berada di tepi. Hal yang seringkali jauh dari titik fokus, sehingga kadang selalu terabaikan.
Baca juga: Solana Indonesia dan Pintu Gelar Indonesia Art Project untuk Seniman dan Kreator Lokal
Baca juga: Peduli Korban Erupsi Gunung Semeru, Seniman Reog Ponorogo Kaltim Menggalang Dana
Baca juga: Supomo, Seniman Seni Kanji Wafat Saat Puncak Karir
“Kalau secara singkat, kami tentu saja bergerak untuk sebuah pengarsipan. Kami berangkat dari kegelisahan tersebur, hal yang berada di percaapan pinggir membuat kami merasa bahwa tepian bisa mewakilka praktik kerja kami,” jelasnya kepada
“Pergerakan kami yang terpusat pada kerja pengarsipan dan hal-hal yang selalu berada di percakapan pinggir membuat kami merasa bahwa tepian sesuai untuk mewakilkan praktik kerja kami,” tambahnya.
Risna melanjutkan, menurut mereka Keberjarakan antara realita hidup dan seni mungkin salah satu penyebabnya terbentuknya tepian kolektif.
Sebab mereka percaya bahwa antara seni dan hidup saling beririsan, bahwa seni juga dapat memaknai hidup, dan melalui seni dapat menyingkap realita hidup.
Akhir penghujung tahun 2020, setelah merefleksikan kegelisahan anggota masing-masing, akhirnya mereka sepakat untuk saling berkumpul dan bertemu untuk membicarakan langkah taktis apa yang bisa mereka lakukan.
“Tentu saja karena niat kami terbangun pada masa pandemi dimana jarak juga menjadi salah satu batasannya, akhirnya juga mempengaruhi cara kami dalam menatap dan bertindak,” bebernya.
Sebab itu, Kegiatan pengarsipan adalah hal yang kami rasa cukup penting untuk pihaknya lakukan, mengingat sulitnya mendapatkan akses sejarah mengenai seni dan budaya yang telah hidup di Berau.
Sejauh ini tentu saja mereka berharap agar semoga kolektif ini tidak hanya dilihat sebagai suatu perkumpulan, tapi juga suatu pergerakan yang dapat selalu membarakan semangat para pegiat seni budaya Berau, untuk selalu menghidupkan seni budayanya dan serta menyadari pentingnya arsip untuk terus terhubung dengan sejarah.
“Kami juga berharap kerja kami dapat diterima oleh masyarakat Berau dan bisa bekerjasama dan didukung oleh banyak pihak, terlepas apapun bentuk dukungannya agar kerja kami tetap bisa berjalan dengan lancar,” harapnya.
Kendati begitu, pihaknya masih mencari modus kerja yang efektif dalam melakukan kegiatan pengarsipan.