Video Viral

Mahfud MD Akui Pernah Endorse ACT, Dukung Aksi Kemanusiaan Palestina dan Korban ISIS

Mahfud MD akui pernah endorse ACT, dukung aksi kemanusiaan Palestina dan korban ISIS

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Djohan Nur

TRIBUNKALTIM.CO - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana yang dilakukan lembaga Aksi Cepat Tanggap atau ACT.

Dilansir dari Tribunnews.com, Mahfud MD perintahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK) untuk membantu Polri mendalami dugaan bocornya keuangan ACT.

Lewat akun media sosial Twitter, Mahfud MD menjelaskan bahwa dirinya pernah memberi endrosement atau dukungan untuk kegiatan ACT pada 2016 atau 2017 lalu.

Menurutnya, dukungan tersebut diberikan karena alasan pengabdian bagi kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syiria, dan bencana alam di Papua.

Selain itu, kata Mahfud MD, saat meminta endorsement pihak ACT tiba-tiba datang ke kantornya dan pernah menodongnya ketika baru selesai memberi khutbah Jumat di sebuah masjid raya di Sumatera.

Mereka, kata Mahfud MD, menerangkan tujuan mulianya bagi kemanusiaan.

"Tapi jika ternyata dana-dana yang dihimpun itu diselewengkan maka ACT bukan hanya harus dikutuk tapi juga harus diproses secara hukum pidana," kata Mahfud MD lewat akun Twitternya, @mohmahfudmd, sambil membagikan video statement dukungan yang dimaksud, Selasa (5/7/2022).

Terkait dugaan penyelewangan dana ACT, ia mengatakan telah meminta PPATK untuk membantu Polri mengusut dugaan tersebut.

"Saya sudah meminta PPATK untuk membantu Polri dalam mengusut ini," kata Mahfud.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nur Wahid menjelaskan, bahwa pada prinsipnya data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 tentang lembaga kemusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) merupakan data intelijen.

Menurutnya data yang dibberikan PPATK kepada BNPT terkait transaksi yang mencurigakan.

"Sehingga memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme," kata Ahmad Nur Wahid dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).

Nir Wahid menjelaskan, bahwa BNPT dan Densus 88 bekerja mendasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme.

Saat ini, memang ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).

Sehingga, membutukan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.

"Jika aktifitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri," ucapnya.

Sementara, jika tidak terbukti, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya.

Karena itulah, kata Nur Wahid, belajar dari kasus ACT ini, BNPT menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk menyalurkan donasi, infak, dan sedekah kepada lembaga yang resmi dan kredibel serta direkomendiasikan pemerintah.

Termasuk dalam penggalangan dana kemanusiaan untuk luar negeri.

"Masyarakat juga mesti hati-hati dengan menyalurkan pada lembaga resmi atau melalui kementerian luar negeri agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pendanaan terorisme," katanya.

Dia juga menambahkan, perlu diingat dalam konstruksi hukum untuk menentukan individu dan lembaga bisa dikenakan pasal tindak pidana jika memenuhi salah satu dari lima indikator.

Pertama, pelaku langsung. Kedua, yang menyuruh melakukan. Ketiga, ikut serta melakukan.

Keempat membantu untuk melakukan, dan kelima mendanai. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved