Tahun Baru Islam

Apa Itu Malam 1 Suro? Tradisi Jawa yang Dianggap Mistis, Berbeda Sama Tahun Baru Islam 1 Muharram

Apa itu malam 1 Suro? tradisi Jawa yang dianggap mistis, berbeda sama tahun baru Islam 1 Muharram.

Tribunkaltim.co
Malam 1 Suro dalam pandangan sebagian masyarakat Jawa - Apa itu malam 1 Suro? tradisi Jawa yang dianggap mistis, berbeda sama tahun baru Islam 1 Muharram. 

TRIBUNKALTIM.CO - Malam 1 suro merupakan malam istimewa bagi masyarakat Jawa.

Apa itu malam 1 Suro? Apakah malam 1 Suro sama dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram?

Ya, Malam 1 Suro merupakan bagian dari tradisi Jawa yang dianggap mistis.

Umat Islam akan merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 H.

Nah, dalam tradisi Islam Jawa, 1 Muharram dikenal juga dengan 1 Suro.

Sesuai tradisi Jawa, malam 1 Suro merupakan malam yang sakral. 

Apa perbedaan antara 1 Suro dengan 1 Muharram yang merupakan Tahun Baru Islam?

Selengkapnya ada dalam artikel ini.

Baca juga: KUMPULAN Ucapan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444, Tersedia dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

Sebenarnya, secara umum 1 Muharram dan malam 1 Suro adalah sama.

Yang membedakan 1 Suro dengan 1 Muharram hanyalah dalam hal penyebutan dan tradisi yang mengiringinya.

Dalam budaya Islam tanggal  1 Muharram merupakan hari suci karena sebagai penanda resolusi kalender Islam.

Sedangkan tradisi Jawa justru dianggap sakral dan mistis.

Istilah Suro bagi masyarakat Islam Jawa adalah penyebutan yang berasal dari 'Asyura (bahasa Arab) yang berarti kesepuluh.

Selanjutnya, Suro menjadi bulan permulaan hitungan dalam takwim Jawa.

Sementara , bagi umat Islam, Suro dipahami sebagai bulan Muharram.

Baca juga: INILAH Bacaan Doa Awal Tahun 1 Muharram Tahun 2022 dan Waktu yang Dianjurkan Membacanya

Dikutip TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Arti Malam 1 Suro, Sejarah dan Makna Simbol Ritual Malam 1 Suro Tradisi Jawa dan Islam-Jawa, bagi umat Islam, bulan Muharram termasuk salah satu bulan suci.

Di mana oleh Rasulullah, umat Islam diperintahkan untuk berintrospeksi diri (muhasabah), baik untuk tahun yang telah lewat maupun tahun yang akan datang.

Ritual mujahadah, doa, bersedekah dalam tradisi Jawa termasuk selamatan, kenduri, bertapa, dan sejenisnya memiliki akar tegas dalam tradisi keberagaman Islam yang bercorak Jawa, dikutip dari Uin Malang.

Sejarah Malam 1 Suro

Istilah malam 1 Suro adalah nama lain dari malam 1 Muharam dalam penanggalan Hijriah.

Penanggalan Jawa dan kalender Hijriah memiliki korelasi dekat, khususnya sejak zaman Mataram Islam di bawah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).

 Penanggalan Hijriah memang di awali bulan Muharam, yang oleh Sultan Agung dinamai bulan Suro.

Saat itu, Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka yang merupakan kalender perpaduan Jawa asli dengan Hindu.

Ia kemudian menggabungkannya dengan penanggalan Hijriah.

Hal ini memang sangat unik mengingat kalender Saka berbasis sistem lunar atau Matahari sementara Hijriah pergerakan Bulan.

Kalender Hijriah banyak dipakai oleh masyarakat pesisir yang pengaruh Islamnya kuat.

Sedangkan kalender Saka banyak digunakan oleh masyarakat Jawa pedalaman.

Sultan Agung ingin mempersatukan masyarakat Jawa yang pada waktu itu agak terpecah antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).

Baca juga: Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 2022, 1 Muharram 1444 H, Terjemahan Inggris Indonesia, Penuh Doa

Dalam kepercayaan Kejawen, bulan Suro memang dianggap istimewa.

Penganut Kejawen percaya bulan tersebut merupakan bulan kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa.

Aji Saka kemudian membebaskan rakyat Jawa dari cengkeraman mahluk gaib raksasa.

Selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran huruf Jawa.

Makna Simbol Ritual Malam 1 Suro Tradisi Jawa dan Islam-Jawa

Bagi muslim Jawa, bulan Suro merupakan salah satu bulan keramat, menurut buku Misteri bulan Suro: perspektif Islam Jawa oleh Muhammad Sholikhin.

Di samping karena pengaruh Islam, Suro dianggap keramat karena secara tradisi masyarakat Jawa merupakan bulan penentu perjalanan hidup.

Sehingga, bagi masyarakat muslim Jawa, pada bulan tersebut disarankan untuk meninggalkan berbagai perayaan duniari untuk menyatukan sedulur papat lima pancer, dan fokus kepada Allah.

Bagi masyarakat muslim Jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian dan ketulusan penyembahan kepada Allah.

Sebagian ritual ini diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol ritual yang merupakan ekspresi pengejawantahan dari penghayatan dan pemahaman akan "Realitas Yang Tak Terjangkau", sehingga menjadi "Yang Sangat Dekat".

Masyarakat Jawa menggunakan simbol-simbol ritual untuk menyatu dengan Tuhan.

Simbol ritual dipahami sebagai perwujudan maksud dirinya sebagai manusia merupakan tajalli, atau bagian yang tidak terpisahkan dari Tuhan.

Simbol-simbol ritual tersebut di antaranya adalah ubarampe (piranti dalam bentuk makanan), yang disajikan dalam ritual selamatan (wilujengan), ruwatan, dan sebagainya.

Baca juga: Lengkap 25 Contoh Slogan 1 Muharram 1444 H, Kata-kata Penuh Semangat Menyambut Tahun Baru Islam 2022

Hal itu merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

Upaya pendekatan diri melalui ritual sedekahan, kenduri, selamatan, dan sejenisnya tersebut merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak.

Hal itu terkadang juga dimaksudkan sebagai upaya negosiasi spiritual sehingga segal ahal gaib yang diyakini berada di atas manusia tidak akan menyentuhnya secara negatif.

Sebagian dari simbol-simbol ritual dan simbol spiritual yang diaktualisasikan oleh masyarakat Jawa mengandung pengaruh asimilasi antara Hindu-Jawa, Budha-Jawa dan Islam-Jawa yang menyatu dalam wacana kultural mistik.

Asimilasi ini juga terdapat pada ritual membakar kemenyan, yang diniatkan sebagai "talining iman, urubing cahya kumara, kukuse ngambah swarga, ingkang nampi Dzat ingkang Maha Kuwaos"

 (sebagai tali pengikat keimanan. Nyalanya diharapkan sebagai cahaya kumara, asapnya diharapkan sebagai bau-bauan surga, dan agar diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa).

Mitos dan Fakta Malam Satu Suro

Dilansir TribunKaltim.co dari TribunJakarta.com di artikel berjudul Besok Tahun Baru Islam 1443 H, Apa Bedanya Malam 1 Suro dan 1 Muharram?

1. Bulan Muharram termasuk bulan haram

Dalam agama Islam, bulan Muharram (dikenal orang Jawa sebagai bulan Suro) adalah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram.

Dalam firman Allah Ta’ala berikut (yang artinya), "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci).

Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At Taubah: 36)

Menurut Abu Bakroh, Nabi Muhammad S.A.W bersabda, "Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi.

Artinya dalam satu tahun ada 12 bulan, di antara ada empat bulan haram (suci). Bulan tersebut adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban." (HR. Bukhari)

Lalu kenapa bulan tersebut disebut bulan haram?

Menurut Al Qodhi Abu Ya’la ahimahullah, ada dua makna bulan haram.

Pertama bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan.

Kedua adanya larangan berbuat buruk ditekankan karena bulan ini lebih baik dari bulan lainnya.

2. Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)

Nabi Muhammad S.A.W bersabda, "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara salat yang paling utama setelah shalat wajib adalah salat malam." (HR. Muslim)

3. Misteri Malam satu Suro menurut Islam

Dalam ajaran Islam, mencela waktu termasuk bulan hukumnya adalah haram.

Mencela termasuk kebiasaan orang-orang kafir jahiliyah. Mereka menganggap, yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu.

Allah pun mencela perbuatan mereka ini, sebegaimana pernah dijelaskan dalam firman-Nya,

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

"Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu), dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS. Al Jatsiyah [45] : 24).

(*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved